Bab 35 : Masa lalu Vs Istri Sah.

328K 15.4K 1K
                                    

"Ustadzah, apa maksudnya?" tanya Ayra, ia terkejut mendengar Ustadzah Salwa memanggilnya dengan sebutan "Ning"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Ustadzah, apa maksudnya?" tanya Ayra, ia terkejut mendengar Ustadzah Salwa memanggilnya dengan sebutan "Ning". Begitu juga Adel dengan segala pemikirannya. Apa itu artinya Ustadzah Salwa tahu jika Ayra adalah istri dari Gus Rayyan? Atau ada hal lain?

"Saya minta maaf, Ning, saya benar-benar menyesali semua perbuatan saya selama ini," ujar Ustadzah Salwa penuh penyesalan.

Sesaat, Ayra dan Adel saling beradu tatap.

"Apa yang ustadzah tahu?" tanya Ayra yang berpikir jika Ustadzah Salwa telah mengetahui semua tentangnya.

"Saya sudah tahu kalau—"

"Kalau apa, Ustadzah?" balas Ayra memotong ucapan Ustadzah Salwa tak sabaran.

"Kalau Ning Ayra adalah cucu kiai saya, Kiai Hussein," sambung Ustadzah Salwa.

Ayra menghembuskan napas lega.
"Apa ada lagi, Ustadzah?"

"Ada lagi? Apanya, Ning?" Ustadzah Salwa kembali bertanya apa maksud dari pertanyan Ayra.

"Nggak, Ustadzah, nggak jadi, hehe!" balas Ayra diakhiri kekehan di ujung kalimat. Ia pikir Ustadzah Salwa mengetahui semuanya, termasuk ia yang menjadi istri Rayyan. Tapi syukurlah Ustadzah itu hanya mengetahui jika ia adalah cucu dari Kiai Hussein, kakeknya sendiri.

"Ning mau, kan, maafin saya?" Nada suara itu terdengar sangat tulus, membuat Ayra tak enak hati. Sedang, Adel hanya diam menyimak perbincangan kedua orang tersebut.

"Saya maafkan. Tapi, ada syaratnya," balas Ayra, mengajukan satu syarat.

"Apa itu syaratnya?"

"Syaratnya itu cuma satu, Ustadzah jangan panggil saya dengan sebutan Ning. Cukup panggil nama saya seperti biasanya aja, bagaimana?"

"Tapi kesannya saya jadi tidak sopan, Ning."

Ayra menggeleng pelan tanda tidak setuju. "Ustadzah, saya bahkan baru tahu arti panggilan itu ketika saya baru di sini. Dulu, saat orang tua saya mengajarkan saya, saya selalu tutup mata dan telinga karena saya tidak tinggal di dalam lingkungan yang seperti orang tua saya ajarkan. Hingga pada akhirnya membuat saya berpikir bahwa belajar semua itu akan sia-sia." Ayra menjeda ucapannya.

"Sampai hari itu ketika saya dipaksa untuk pertama kali menginjakkan kaki di pesantren ini, saya merasa asing akan kehidupan taat aturan seperti yang pesantren ajarkan. Akan tetapi lambat laun saya sudah terbiasa akan hal itu. Jadi, saya minta sama Ustadzah, panggil saya seperti biasa aja, oke? Karena saya merasa belum pantas untuk menerima panggilan itu."

Sebuah lengkungan senyum terbit di kedua sudut bibir Ustadzah Salwa saat mendengar cerita Ayra.
"Mendengar cerita kamu, saya jadi teringat waktu pertama kali menghukum kamu di sini," kekeh Ustadzah Salwa.

Ayra ikut tertawa ketika ingatannya kembali berputar pada saat hukuman pertama yang saat itu juga pertama kalinya ia bertemu dengan Rayyan, lelaki dingin dan datar yang ternyata adalah suaminya sendiri.

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang