Bab 32 : Tidur di Pangkuan Istri.

381K 16.7K 1.3K
                                    

Umma, abah, dan Kafka, ketiga orang itu sudah berkumpul di ruang makan, menunggu sepasang suami istri yang belum ada tanda-tanda mereka akan datang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Umma, abah, dan Kafka, ketiga orang itu sudah berkumpul di ruang makan, menunggu sepasang suami istri yang belum ada tanda-tanda mereka akan datang.

"Kenapa lama sekali?" keluh Kafka yang sudah sedari tadi menahan lapar. "Umma, apa mereka sarapan sendiri di rumah belakang?" lelaki itu mencoba bertanya pada sang ibu.

"Kulkas di belakang kayaknya kosong, Ka, nggak mungkin mereka makan di sana. Tunggu sebentar lagi," balas Umma.

Tak lama setelah itu, Rayyan dan Ayra berjalan beriringan dari arah belakang. Aura yang terpancar dari sang putra membuat Abah mengulum senyum.

Sesampainya di ruang makan, Rayyan dan Ayra tak lupa mengucapkan salam. Sedetik kemudian lelaki itu menarik kursi untuk mempersilakan sang istri duduk terlebih dulu. Sungguh, sebuah pemandangan yang membuat Kafka iri.

"Seger banget kayaknya pagi ini, Ray," bisik Abah pada Rayyan yang mengambil duduk di sampingnya.

Rayyan berdehem sejenak, ia bisa merasakan telinganya memerah mendengar ucapan sang ayah. Lelaki itu memilih tidak menjawab pertanyaan Abah yang sebenarnya bukanlah sebuah pertanyaan, melainkan sindiran akibat ulahnya kemarin yang tercyduk oleh ayahnya sendiri.

"Mau makan apa? Biar Mas ambilkan." Rayyan mengalihkan perhatiannya pada Ayra.

"Biar aku aja, Mas. Mas mau makan apa?" Ayra kembali melempar pertanyaan.

Kafka yang melihat itu mendengus pelan. "Umma, Kafka mau nikah," celetuknya tiba-tiba, membuat semua pasang mata menatapnya.

"Nggak ada nikah-nikah, disuruh gantiin abah ngajar aja kamu masih banyak alasan," kata Abah seraya menatap putra bungsunya.

Kafka menghela napas panjang sesaat sebelum mengambil nasi ke piringnya. "Nasib.., nasib. Jadi jomblo gini amat, makan makan sendiri, minum minum sendiri, cuci ba—" Bibir Kafka kembali terkatup begitu mendapat teguran berupa tatapan tajam dari sang kakak.

"Galak amat," gumam Kafka sebelum akhirnya memilih diam.

Mereka pun memulai sarapan dengan khidmat yang hanya menyisakan suara dentingan sendok yang beradu.

***

Di dalam asrama, Adel tak henti-hentinya memikirkan Ayra. Begitu juga dengan Farah. Sedangkan Maya? Gadis itu hanya sesekali melihat dan mendengar obrolan kedua temannya itu tanpa ia tau apa yang sedang mereka bicarakan.

"Kira-kira tuh anak berhasil nggak, ya?" tanya Adel pada Farah.

"Berdoa aja semoga berhasil, aku jadi nggak sabar lihat gus atau ning junior launching." Farah terkekeh.

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang