Bab 9 : Setoran.

346K 19.7K 1K
                                    

"MaasyaAllah, suara kamu bagus banget, Ra," puji Maya setelah selesai menyimak hafalan Ayra sebelum gadis itu setorkan pada Rayyan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"MaasyaAllah, suara kamu bagus banget, Ra," puji Maya setelah selesai menyimak hafalan Ayra sebelum gadis itu setorkan pada Rayyan.

"Jangan gitu, gue jadi gugup tau."

Suara Farah terdengar menimpali. "Tapi bener loh, Ra, suara kamu bagus banget, adem dengernya."

"Adem? Ubin masjid kali ah," balas Ayra seraya menutup mushafnya.

"Gue nggak nyangka suara lo bagus juga ternyata," sahut Adel. "Beda kalau lagi ribut, toa masjid aja kalah sama suara lo."

"Udah, jangan dipuji terus. Bisa-bisa hafalan gue melayang ntar," ujar Ayra menyudahi pembahasan. "Sekarang gue mau setoran dulu, biasanya jam segini Gus Rayyan di mana?"

"Biasanya masih ngurus laporan santri, Ra, kamu datang aja ke ruang asatidz dan asatidzah," balas Farah.

"Oke, gue coba ke sana. Thanks, ya, gue pamit dulu." Ayra beranjak dari sana setelah mengucapkan salam.

"Coba kalau anaknya kalem. Udah cantik, tinggi, putih, suaranya bagus, apa coba yang kurang dari Ayra?" ujar Adel yang diangguki kedua temannya.

"Sayangnya bar-bar," timpal Maya yang lagi-lagi diangguki Farah dan Adel.

Dibalik ke-bar-barannya, Ayra merupakan siswa berprestasi. Terbukti dengan dirinya yang selalu unggul di peringkat pertama saat di sekolah. Hanya saja pergaulan sebelumnya membuatnya merasa bebas dan tidak mematuhi aturan agama. Meskipun ia akui teman-temannya di kota tidak pernah mengajarkan hal buruk, jadi semata-mata yang ia lakukan dulu hanyalah sekedar hobi. Namun, tanpa ia sadari ia telah jauh dari aturan agama.

***

"Itu saja pembahasan rapat kali ini. Dan yang terakhir buat asatidzah, siapa yang menghukum santri putri tadi pagi di asrama putra?" seloroh Rayyan pada akhir rapat dewan asatidz dan asatidzah.

"Saya, Gus." Salwa mengangkat tangan. "Apa dia buat ulah lagi di sana? Kalau iya, saya mintamaaf, Gus, dia santri baru, jadi masih membutuhkan banyak bimbingan," sambung Salwa menjelaskan selembut mungkin.

Rayyan mengangguk pelan sebelum akhirnya bertanya singkat. "Alasannya?"

"Dia sering membuat masalah di asrama, Gus, sama halnya yang dilakukan tadi pagi. Untuk itu saya menghukumnya di asrama putra agar dia malu dan ada efek jera," balas Salwa lagi. Sedang yang lain hanya diam menyimak.

"Apa anti udah tanya baik-baik apa akar masalahnya?"

Salwa bungkam.

Bukan tanpa sebab Rayyan menanyakan demikian, karena sebelumnya ia telah mendengar sendiri penjelasan sang istri yang membuatnya mendapat hukuman seorang diri.

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang