Bab 44 : Semakin Rumit.

243K 13.7K 902
                                    

Adel, Farah, dan Maya, ketiga gadis itu menatap heran pada Ayra yang sedari tadi terus mengelus perutnya, terlebih Adel yang melihat perubahan Ayra yang menurutnya cukup signifikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Adel, Farah, dan Maya, ketiga gadis itu menatap heran pada Ayra yang sedari tadi terus mengelus perutnya, terlebih Adel yang melihat perubahan Ayra yang menurutnya cukup signifikan. Ayra yang ia kenal tidak mengenal kata diam, tapi kali ini justru lebih memilih diam di atas tempat tidur membelakanginya.

"Lo kenapa? Lagi ada masalah?" tanya Adel berusaha untuk mencari tahu.

Ayra hanya menggeleng pelan, kali ini rasanya ia sangat malas untuk berbicara dengan siapapun.

"Kalau ada masalah sini cerita sama gue, jangan dipendam, Ra. Nggak baik."

Mendengar itu hati Ayra kembali memanas, ingatan bagaimana Rayyan berbohong sungguh sangat melukai hatinya.

Ayra tak mampu menahan laju air matanya, bahunya bergetar hebat. Adel yang melihat itu mengelus pelan punggung belakang Ayra agar temannya itu kembali tenang. Sedang, Farah dan Maya hanya terdiam di samping Adel.

"Jangan nangis terus, Ra. Kasihan anak lo nanti," ujar Adel, ia tidak tega melihat Ayra seperti ini.

Ayra mencoba mengatur napas, ia berbalik badan melihat ke arah ketiga temannya yang masih setia di sana.

"Udah malam, kalian tidur, gih."

"Lo mau tidur di sini?" bukannya menjawab, Adel kembali bertanya.

Ayra mengangguk kecil.
"Nggak papa, kan?"

"Nggak papa, tapi sebaiknya kalau lo ada masalah ada baiknya lo selesain dulu."

Adel tidak memaksa Ayra untuk bercerita, karena ia tahu di setiap rumah tangga ada aib yang harus mereka jaga. Begitu juga dengan Ayra yang mengurungkan niatnya untuk menceritakan masalahnya pada Adel, karena ia mengingat ajaran Rayyan yang melarangnya untuk menceritakan aib rumah tangga dalam hal apapun itu.

"Del, please. Cuma malam ini, kok. Besok gue juga bakal balik."

Adel mengangguk pasrah.
"Yang penting lo beneran tidur, jangan nangis lagi."

"Iya, gue tidur."

***

Pagi hari, Rayyan mengernyitkan dahinya ketika melihat sesuatu yang tidak asing di barisan kemeja yang tertata rapi di gantungan lemari. Kedua matanya terbelalak, kakinya seakan berat menopang berat badan begitu melihat kemeja yang kemarin ia buang kini sudah kembali terpajang di sana.

Kenapa ia baru menyadari sekarang? Kemeja dengan tanda yang sama, bagaimana mungkin kemejanya bisa berpindah ke sini? Rayyan mengacak rambutnya kasar, apakah ini yang membuat sikap Ayra berubah? Benaknya menebak-nebak, rasa bersalah dan penyesalan datang bersamaan.

Segera, Rayyan pergi ke ndalem untuk menanyakan sesuatu pada sang ibu.

"Assalamualaikum, Umma."

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang