Bab 20 : Mas Ray or Mas Rayyan?

349K 17.7K 1.2K
                                    

Brak!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Brak!

Ayra mendorong Rayyan keluar kamar dan tak lupa mengunci pintu tersebut setelah Rayyan memanggil dirinya dengan sebutan "Sayang".

Gadis itu kembali ke atas ranjang, menggulung dirinya dengan selimut sembari bergerak ke kanan dan ke kiri bak cacing kepanasan, kenapa lagi kalau bukan salting.

"Gue? Udah punya suami?" Ayra menggigit jari jemari tangannya. "Argh! Suami gue ganteng banget." Gadis itu menghentakkan kakinya berulang kali di atas ranjang.

Huh! Ayra menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. "Kayaknya gue udah nggak waras. Kebaikan apa yang gue lakuin sampai dapet suami seorang Gus?"

"Sumpah nggak bisa, gue nggak bisa! Baru digituin gue udah baper parah gimana yang lain?" Ayra memukul kepalanya sendiri begitu memikirkan hal lain yang menurutnya sedikit gila.

Pintu kamar diketuk dari luar, membuat Ayra terperanjat seketika.

"Assalamualaikum, Ayra. Buka pintunya, ini saya." Rayyan menunggu dengan sabar di depan pintu seraya membawa nampan berisi makanan yang ia bawa beserta minumannya.

"Aduh! Gimana ini? Mana berantakan banget lagi."

Segera, Ayra merapikan kembali tempat tidur dan juga penampilannya, kemudian bergegas menuju pintu dan membukanya.

"Wa'alaikumussalam," balas Ayra ketika pintu terbuka lebar, gadis itu berdehem sejenak menetralkan detak jantungnya yang berpacu cepat. Ia mengalihkan tatapannya pada apa yang Rayyan bawa. "Bubur buatan Umma?"

"Iya, kita masuk dulu." Rayyan melangkah masuk yang disusul Ayra di belakangnya. Kini keduanya duduk di sofa yang berada tak jauh dari tempat tidur.

"Makan dulu, setelah itu minum obat," kata Rayyan, menjeda ucapannya, "buburnya mau diaduk?"

"Saya makan sendiri aja, Gus."

"Diaduk atau enggak?" Rayyan mengulang pertanyaan yang sama seperti sebelumnya tanpa menjawab ucapan Ayra.

"Saya tim bubur nggak diaduk," balas Ayra, ia mengerti jika Rayyan tidak menjawab ucapannya, itu artinya ucapan Rayyan tak bisa ia bantah.

"Oke." Lelaki itu mulai menyendok bubur dan mengarahkannya di depan mulut sang istri. "Bismillah dulu."

Ayra patuh, ia menerima suapan itu satu demi satu hingga tak lama ia mulai merasa kenyang.

"Udah." Ayra menolak suapan Rayyan untuk yang kesekian kali.

"Dikit lagi habis, lagi, ya?"

Ayra menggeleng. "Nggak mau, udah kenyang."

Rayyan mengangguk kecil, tangan kanannya terulur mengambil air putih dan memberikannya pada Ayra. "Minum dulu."

Ayra meminumnya dengan pelan sebelum akhirnya merasa cukup. "Makasih."

"Sama-sama." Setelah meletakkan kembali air putih tersebut, Rayyan menghabiskan sisa bubur sang istri dengan sendok yang sama, membuat mata Ayra kembali melebar.

KIBLAT CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang