(1) Sepotong Paha Ayam

3.5K 207 30
                                    

Pagi telah tiba. Zein tampak sudah rapih mengenakan seragam sekolahnya. Karena ia tidak bisa memakai dasinya sendiri, ia pun berniat hendak meminta bantuan pada bi Tatik yang sedang berada di lantai bawah dan pasti sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi di dapur.

Namun, saat ia baru saja keluar dari dalam kamarnya, ia melihat Zafran sedang memakaikan dasi sekolah Zean dan juga merapihkan rambut kepala Zean dengan menggunakan sisir kecil milik Zean.

Seketika Zein menatap dasi sekolahnya yang masih berada di genggaman tangan kanannya, lalu ia tampak memegang rambut kepalanya yang tadi sudah ia sisir sendiri saat berada di dalam kamar.

"Em, rambutnya Zein udah rapih belum yah?" batin Zein lalu kembali masuk ke dalam kamarnya untuk mengambil sisir.

Setelah mengambil sisirnya yang berada di atas meja nakas, ia segera berlari keluar kamar dan menghampiri Zafran yang terlihat sudah selesai merapihkan rambut kepala Zean dan sudah selesai memasangkan dasi sekolah Zean.

"Papa! Zein mau dirapihin juga rambutnya kayak Zean, pa! Zein udah sisir rambut sendiri tapi kayaknya belum rapih. Zein juga mau minta tolong pasangin dasi sekalian ya, pa? Zein ngga bisa masang sendiri," ucap Zein sambil menunjukkan dasi dan sisir yang ada di kedua tangannya pada Zafran. Ia tampak menunjukkan senyumnya di hadapan Zafran berharap Zafran akan berkenan membantu memakaikan dasi dan merapihkan rambutnya seperti yang Zafran lakukan pada Zean.

"Minta tolong ke bi Tatik aja sanah! Biasanya juga bi Tatik yang dimintain tolong!" ucap Zafran.

"Hari ini Zein mau minta tolongnya ke papa. Boleh, kan?" tanya Zein.

"Papa buru-buru, Zein! Papa harus nganterin kamu sama Zean sekolah, habis itu papa harus pergi ke kantor juga! Kamu harusnya bisa ngertiin papa dikit, dong! Kamu udah masuk SD harusnya bisa mulai mandiri!" ucap Zafran.

"Tapi Zean...," ucap Zein.

"Papa udah bilang kan sama kamu berkali-kali, Zein?! Jangan sama-samain kamu sama Zean! Jangan pernah berharap papa akan perlakuin kamu istimewa setelah apa yang udah kamu lakuin ke mama waktu itu! Papa ngga akan pernah maafin itu sampai kapan pun, Zein!" ucap Zafran lalu menggandeng tangan Zean hendak mengajak Zean turun ke ruang makan.

"Papa, Zean mau turun bareng Zein, pa.. lututnya Zein masih sakit. Zean takut Zein susah turun tangganya kalo lututnya masih sakit..," ucap Zean sambil berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Zafran.

"Biarin aja Zein turun sendiri, Ze. Lututnya kan cuma luka sedikit. Bentar lagi juga sembuh, kok," ucap Zafran pada Zean.

Lagi-lagi, Zein kembali diabaikan oleh Zafran. Ia merasa bahwa Zafran memang tidak mengharapkan kehadirannya.

••••

Setelah Zein meminta tolong bi Tatik untuk memasangkan dasi dan menyisir rambutnya, Zein pun segera bergabung ke ruang makan untuk menikmati sarapan pagi bersama dengan Zafran dan Zean. Saat sarapan dimulai, Zafran tampak mengambilkan nasi dan lauk untuk Zean. Zein pun tampak diam dan sengaja menunggu Zafran yang mungkin akan mengambilkan nasi dan lauk sarapan untuknya juga. Namun, ternyata harapannya pun kembali sirna saat ia melihat Zafran malah mengambil nasi dan lauk untuk dirinya sendiri setelah mengambilkan nasi dan lauk untuk Zean. Ia juga tampak memulai sarapan lebih dulu tanpa memedulikan Zein yang diam-diam merasakan sakit dalam batinnya saat melihat Zafran malah dengan enaknya menikmati sarapan paginya sendiri tanpa memedulikan Zein yang belum mengambil nasi dan lauk sama sekali.

"Zein, kok diem aja? Zein ngga mau makan sarapannya?" tanya Zean yang juga sudah menikmati sarapannya lebih dulu.

Zein tidak menjawab ucapan Zean. Ia mengigit bibir bawahnya menahan diri supaya tidak menangis. Ia lalu turun dari kursi makannya dan segera mengambil nasi dan lauknya sendiri sambil menjinjit karena tubuhnya saat itu belum cukup tinggi untuk bisa menjangkau makanan di atas meja makan yang ukurannya memang cukup tinggi.

Aku, Si Perindu Papa ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang