Bel istirahat sekolah telah berbunyi. Tentu hal itu menjadi suara favorit para siswa terutama untuk para siswa dan siswi yang masih duduk di bangku kelas 1 SD seperti di kelas Zean dan Zein. Para teman kelas Zean dan Zein tampak berlarian keluar dari dalam kelas untuk bergegas menuju kantin. Namun, beberapa di antaranya juga terlihat ada yang masih tetap berada di dalam kelas untuk makan bekal yang mereka bawa sendiri dari rumah, sehingga mereka tidak perlu jajan di kantin.
"Zean! Zein! Ke kantin yuk beli es piscok!" ajak salah seorang teman kelas Zean dan Zein yang bernama Ikal. Ia terlihat berjalan menghampiri Zean dan Zein yang masih duduk di bangku kelas.
"Namanya bukan es piscok, Kal! Namanya es kul-kul!" sambung teman lain yang berdiri di samping Ikal. Diketahui nama teman lain itu adalah Raka.
"Sama aja lah!" jawab Ikal.
"Beda tau, Kal!" ucap Raka.
"Ya udah terserah! Tapi yang penting Ikal mau beli es yang itu!" ucap Ikal.
Mendengar ajakan dari kedua teman kelasnya itu, Zean pun tampak menolehkan kepalanya ke arah Zein yang duduk satu meja dengannya. Ia hendak meminta persetujuan dengan Zein lebih dulu sebelum menyetujui ajakan kedua temannya itu.
"Zein, ke kantin yuk?" ajak Zean.
Zein menggelengkan kepalanya menjawab ucapan Zean tanda ia menolak ajakan Zean dan kedua temannya itu.
"Kenapa? Ayo beli es kul-kul! Nanti Zean yang bayarin. Zein ngga dikasih uang saku sama papa kan tadi? Ini pake uang Zean aja belinya," ucap Zean.
"Ngga mau, Ze. Zein mau di kelas aja," ucap Zein.
"Tapi Zean pengen beli es kul-kul di kantin. Zein emangnya ngga pa-pa kalo Zean tinggal ke kantin?" ucap Zean.
"Ngga pa-pa. Zean ke kantin aja sanah! Zein tunggu di kelas aja," ucap Zein.
"Em, kaki Zein masih sakit yah gara-gara jatuh kemaren?" tanya Zean pada Zein.
"Em, iya," jawab Zein sambil menganggukkan kepalanya lucu.
"Ya udah, Zein tunggu di kelas aja ya? Zean ngga lama kok ke kantinnya. Nanti Zean lari yang cepet biar cepet sampe kantinnya," ucap Zean.
"Jangan lari-larian, Ze! Nanti kalo Zean jatuh, Zein nangis," ucap Zein.
"Kok Zein yang nangis? Kan Zean yang jatuh?" tanya Ikal.
"Iya, Zein cengeng yah?! Hahahaha!" ucap Raka sambil tertawa.
"Ish! Raka! Jangan ketawain Zein! Zein kan sayang sama Zean. Makanya Zein nangis kalo Zean jatuh! Zein pasti takut kalo kakinya Zean berdarah juga kayak kakinya Zein kemaren," ucap Zean.
"Emangnya kemaren Zean juga nangis waktu Zein jatuh?" tanya Raka pada Zean.
"Engga," jawab Zean sambil menggelengkan kepalanya.
"Berarti Zean ngga sayang sama Zein! Harusnya Zean nangis waktu Zein jatuh!" ucap Raka.
"Zean sayang kok sama Zein!" ucap Zean tidak terima dengan ucapan Raka.
"Tapi Zean ngga nangis kemaren waktu Zein jatuh! Berarti Zean ngga sayang sama Zein!" ucap Raka.
"Zean sayang sama Zein! Zean ngga nangis soalnya kan Zean kuat!" ucap Zean.
Raka dan Ikal pun tertawa saat mendengar ucapan Zean.
"Kok malah diketawain, sih?! Udah lah, cepetan yuk ke kantin! Nanti es kul-kulnya habis!" ucap Zean.
"Ya udah, ayo! Zein ngga pa-pa kan ditinggal?" ucap Ikal.
"Iya, Kal. Zein ngga pa-pa, kok," ucap Zein.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Si Perindu Papa ✓
Ficção AdolescenteDILARANG PLAGIAT !!! ❌ Dalam book "Aku, Si Perindu Papa", Zein merasakan jarak emosional yang mendalam dengan papanya, Zafran. Meskipun tinggal bersama, hubungan mereka kian memburuk, membuat Zein merasa terasing dan tidak diinginkan. Melalui serang...