(53) Akhir Kisah

604 76 12
                                    

Di pagi yang mendung dan penuh duka, rumah duka Zein menjadi pusat perhatian. Karangan bunga yang membentang sepanjang jalan depan rumah, dengan pesan belasungkawa dan ucapan selamat tinggal, mencerminkan betapa banyaknya orang yang menghargai dan menyayangi Zein. Tulisan-tulisan di karangan bunga seperti "RIP Zein" dan "Selamat Jalan Zein" menghiasi area depan rumah, mencerminkan betapa besarnya kesedihan yang dirasakan oleh semua orang karena kehilangan Zein. Suasana di luar rumah duka dipenuhi dengan kesedihan yang mendalam, saat para tetangga, teman-teman sekolah, guru-guru, kepala sekolah, serta rekan-rekan kerja Zafran berkumpul untuk memberikan dukungan.

Acara pemakaman dimulai pada pukul 10 pagi. Zafran, yang meski masih mendapat izin dari kantor polisi, duduk di samping peti jenazah Zein dengan penuh kesedihan. Dalam suasana yang penuh haru itu, Zafran, yang didampingi oleh opa dan beberapa petugas polisi, tidak mampu menahan tangisnya. Dengan penuh kepedihan, dia memeluk foto Zein dan menatap jenazah anaknya yang telah didandani dengan jas. Zein tampak tenang dan tampan meskipun wajahnya pucat. Di sekitar peti jenazah, orang-orang terdekat Zein seperti dokter Tania, oma, serta sahabat-sahabatnya, semuanya menangis dan merasakan kehilangan yang mendalam.

Suara nyanyian Katolik mengalun lembut di ruangan, menambah kesan pilu dalam acara perpisahan ini. Nyanyian tersebut, yang dipimpin oleh seorang pendeta, menyuarakan doa dan harapan terakhir untuk Zein. Keberadaan nyanyian ini memberikan nuansa sakral dan mengingatkan semua yang hadir akan kekuatan iman dalam menghadapi perpisahan ini.

Di ruangan penuh duka itu, Zean benar-benar hancur. Dia duduk di samping peti jenazah Zein, matanya bengkak dan wajahnya pucat. Setiap kali Zean menatap Zein, dia merasakan kekosongan yang sangat mendalam, seolah bagian dari dirinya telah diambil. Tangisannya tidak henti-hentinya mengalir, suaranya penuh dengan kesedihan dan penyesalan. Dia memanggil-manggil nama Zein dengan penuh rasa sakit, seolah berharap kembarannya akan bangkit dan kembali kepadanya.

Keterpurukan Zean terlihat jelas. Dia merasa sangat lemah dan tidak berdaya, seolah seluruh dunia runtuh di hadapannya. Meskipun oma telah berusaha menenangkannya dengan pelukan dan kata-kata penghiburan, Zean tetap saja tidak bisa berhenti menangis. Rasa kehilangan yang dialaminya begitu mendalam hingga dia berulangkali berteriak keras, meminta untuk ikut pergi bersama Zein. Teriakan dan tangisan Zean menggema di ruangan, menambah berat suasana yang sudah penuh dengan duka.

Ikal dan Raka, yang juga merasakan kehilangan yang mendalam, tidak bisa menahan tangis melihat penderitaan Zean. Mereka merasakan kesedihan yang sama, merasa kehilangan sahabat yang baik dan penuh kasih. Ketiganya, bersama-sama dengan sahabat-sahabat dan keluarga lainnya, merasakan beratnya perpisahan ini. Mereka menghabiskan waktu dengan saling berpelukan dan menangis, tidak tahu harus bagaimana menghadapi kenyataan pahit ini.

Guru-guru Zein dan kepala sekolah juga turut hadir, mengucapkan belasungkawa kepada Zafran dan menceritakan betapa baiknya Zein sebagai siswa. Mereka menyampaikan bahwa Zein adalah anak yang pintar, memiliki perilaku yang baik, dan banyak meraih prestasi. Pihak sekolah juga meminta maaf atas masalah diskorsing yang dialami Zein sebelumnya. Mereka mengakui bahwa Zein adalah korban ketidakadilan dan menegaskan bahwa Zein tidak bersalah.

Zafran menerima ucapan belasungkawa dengan hati yang hancur. Ia beberapa kali menyampaikan permintaan maaf dan rasa terima kasih kepada semua yang datang, terutama kepada teman-teman dan sahabat Zein. Dengan suara yang terbata-bata dan mata yang penuh air mata, Zafran meminta doa untuk Zein, berharap agar putranya mendapatkan tempat yang damai dan penuh cinta.

Aslan, Galang, dan Tiar, yang sebelumnya terlibat dalam masalah dengan Zein, juga datang untuk meminta maaf. Mereka merasa bersalah dan menyesal atas peran mereka dalam penderitaan yang dialami Zein. Zafran, meskipun berusaha keras untuk tetap kuat, tidak bisa menahan rasa sedihnya saat menerima permintaan maaf tersebut. Dia berusaha untuk memaafkan mereka, meskipun beban emosional yang dia rasakan sangat berat.

Aku, Si Perindu Papa ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang