(51) Pengakuan Zean

958 116 20
                                    

Setelah kejadian malam itu dan penangkapan Zafran, suasana di rumah masih dipenuhi ketegangan. Opa dan oma, yang terkejut dengan kabar dari kantor polisi mengenai penangkapan Zafran atas kasus penganiayaan terhadap Zein, segera menghubungi Zean untuk menanyakan kebenaran dari berita tersebut.

Saat mendapatkan telepon dari opa dan oma, Zean terlihat panik dan takut. Suaranya bergetar saat ia menjelaskan situasinya, membuat opa dan oma semakin khawatir. Mereka bisa mendengar ketidakstabilan emosi dalam suara Zean, dan itu membuat mereka merasa perlu untuk segera datang ke rumah.

"Oma sama opa akan segera ke situ. Oma sama opa ngga akan biarin kamu sendirian dalam menghadapi masalah ini," jawab oma dari seberang telepon dengan nada lembut namun tegas. "Oma sama opa akan datang buat nemenin kamu dulu sebelum pergi ke kantor polisi buat jenguk papa."

Beberapa saat kemudian, oma dan opa tiba di rumah Zean. Di ruang tamu, Zean duduk dengan wajah pucat, tampak sangat tertekan. Bi Tatik juga terlihat di ruang tamu, menemani Zean. Mata bi Tatik tampak sembab karena baru saja menangis.

Oma dan opa segera mendekati Zean dan bi Tatik. "Oma sama opa di sini," kata oma sambil memeluk Zean. "Oma sama opa akan bantu kamu melalui semua ini. Kamu ngga sendirian."

"Oma, opa, makasih udah dateng," kata Zean dengan suara bergetar, berusaha menahan tangis. "Tapi... ada sesuatu yang harus Zean omongin."

"Ada apa, Ze? Sesuatu apa yang mau kamu omongin?" tanya oma lembut, mencoba menguatkan Zean untuk berbicara.

Zean menarik napas dalam-dalam dan memulai menjelaskan semua rahasia yang selama ini tersembunyi. Di depan oma, opa, dan bi Tatik, Zean mulai menceritakan dengan terbata-bata tentang kejadian tragis di masa lalu, bagaimana Yasmine jatuh dari tangga dan siapa yang sebenarnya bertanggung jawab. "Sebenernya... tentang kecelakaan mama di tangga waktu itu..."

Flashback on:

Ketika itu, Zein dan Zean masih sangat kecil, dan Yasmine yang sedang hamil besar, memutuskan untuk membuatkan susu hangat untuk anak-anaknya sebelum mereka tidur siang. Dengan perut besar dan langkah yang sedikit lambat, Yasmine dengan hati-hati memandu kedua anaknya turun dari lantai atas ke dapur di lantai bawah.

Zean, yang aktif dan penuh energi, tidak pernah berhenti menggoda dan bercanda. "Ayo, Zein! Kita lomba turun ke bawah! Siapa yang duluan turun, dia yang menang!" serunya sambil melompat-lompat di tangga. Zein, yang lebih tenang dan mengikuti nasihat papanya, berusaha mengingatkan Zean. "Ngga mau, Ze. Papa kan udah ngingetin buat jangan suka bercandaan di tangga. Nanti kita bisa jatuh kalo ngga hati-hati."

Yasmine juga terus mengingatkan Zean dengan suara lembut namun penuh perhatian. "Hati-hati, Zean. Pegangan, sayang. Jangan lari-lari di tangga, ya. Mama ngga mau kamu jatuh." Dia khawatir jika Zean yang tidak mau mematuhi nasihat akan berisiko jatuh.

Saat mereka turun, Zein tiba-tiba menatap Yasmine dengan ekspresi imut dan gemas, "Mama, Zein pengen pipis!"

Yasmine berhenti melangkahkan kakinya, kemudian mengatakan, "Oh, Zein pengen pipis? Mama temenin ya, sayang."

Namun, Zein yang sudah tidak tahan lagi, menjawab dengan cepat, "Ngga usah, ma. Zein bisa turun sendiri. Zein soalnya udah ngga tahan. Mama kan jalannya harus pelan-pelan. Nanti kalo Zein ikut jalan pelan, Zein takut keburu pipis di celana."

Yasmine mengangguk, sedikit ragu namun akhirnya memberi izin. "Ya sudah, tapi hati-hati ya, sayang. Jangan lari-lari turun tangganya! Nanti mama nyusul ke bawah sama Zean."

Zein turun dengan hati-hati, mencoba menjaga kecepatan langkahnya sesuai dengan nasihat mamanya. Namun, Zean yang tidak mau mengikuti nasihat, tetap bermain-main di tangga, bahkan ketika Yasmine sudah berusaha keras mengingatkannya berulang kali. Yasmine mencoba memegangi Zean agar tidak tergelincir, namun Zean terlalu asyik bercanda, menggoyangkan tubuhnya dari satu sisi tangga ke sisi lainnya.

Aku, Si Perindu Papa ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang