(26) Sebuah Permohonan Maaf

910 81 4
                                    

Beberapa hari telah berlalu. Namun, Zein masih harus menjalani masa pemulihan di rumah sakit. Terlepas dari keberatan dan kelelahan yang dirasakannya setiap hari, membawa sedikit cahaya harapan, mengisyaratkan pemulihan yang semakin dekat. Selang chest tube yang sebelumnya terpasang di paru-parunya kini sudah dilepas, memberikan sedikit kelegaan dalam pernapasannya yang masih terasa berat. Setiap napas yang dihirupnya terasa seperti kemenangan kecil atas penyakit yang menyerangnya.

Selama berada di rumah sakit, Zein tidak pernah merasa sendiri karena keluarganya selalu berada di sampingnya, bergantian menjaga dan memberikan dukungan untuknya supaya ia bisa segera pulih dan sehat. Bahkan, Zein sudah mulai mau ditemani oleh papanya di ruang rawatnya, meski hubungannya dengan sang papa masih belum cukup baik. Namun, meskipun hubungannya dengan papanya masih belum mencapai titik yang diharapkan, Zein tetap menghargai keberadaan papanya di sampingnya. Ia menghargai semua waktu yang telah papanya itu habiskan di rumah sakit demi menjaganya selama dirawat di rumah sakit. Namun, hari itu, suasana di ruang rawat Zein terasa agak berbeda.

Eyang yang sepanjang hari kemarin menjaganya di rumah sakit, kini tidak berada di ruang rawatnya. Sebenarnya ia lebih nyaman ditemani eyangnya di rumah sakit. Namun karena eyangnya sudah sepanjang hari kemarin menjaganya di rumah sakit, ia pun akhirnya membiarkan eyangnya pulang dan beristirahat di rumah. Ia tidak ingin eyangnya kelelahan karena harus terus menjaganya di rumah sakit. Apalagi dengan kondisi eyangnya yang memang sudah menderita penyakit stroke. Tentunya eyang perlu menjaga kondisi kesehatannya dengan banyak istirahat di rumah.

Sementara itu, Zafran telah kembali bekerja di kantor, Zean sibuk dengan urusan sekolahnya, dan opa juga sedang terlibat dalam urusan bisnis yang penting dengan rekan bisnisnya.

Karena yang lain sedang sibuk dengan urusan masing-masing, Zein pun akhirnya terpaksa hanya ditemani omanya di ruang rawatnya. Meskipun tampak seperti situasi yang biasa, tapi hati Zein merasa tidak nyaman dengan kehadiran oma. Ada sesuatu yang kurang tepat dalam hubungan mereka. Oma terlihat seperti tidak sepenuh hati dalam menjaganya setiap kali dipercayakan oleh papanya. Ada ketidakikhlasan yang tersirat dalam setiap gerakannya, membuat Zein merasa canggung dan terkadang kesepian meski ada oma di sampingnya.

Namun, meskipun demikian, Zein mencoba untuk tetap bersabar dan menghargai keberadaan oma di sampingnya. Ia tahu bahwa oma adalah bagian dari keluarganya, meskipun ada ketidaknyamanan yang dirasakannya. Mungkin suatu hari nanti, hubungan mereka akan menjadi lebih baik dan lebih akrab. Namun, untuk saat ini, Zein hanya bisa berharap bahwa kondisinya akan semakin membaik dan ia bisa kembali bersama keluarganya dengan suasana yang lebih hangat dan penuh kasih.

Saat itu, Zein terbaring lemah di atas brankar, tubuhnya masih terasa rapuh dan lemah akibat perjuangannya melawan penyakit yang menggerogoti kekuatannya. Sedangkan oma yang menemaninya di ruang rawat tampak tenang, duduk dengan nyaman di atas sofa ruang rawat, sambil sibuk menonton acara televisi yang tengah diputar.

Tatapan Zein terhenti pada gelas bening yang berisi air di atas nakas, tepatnya berada di sebelah brankar rawatnya. Kehausan yang menyiksa tenggorokannya membuatnya ingin segera meraihnya, tapi kelemahan yang melanda tubuhnya membuatnya merasa seperti terbelenggu, tidak mampu untuk bergerak. Badannya yang lemah terasa seperti tidak mau bergerak menuruti perintahnya, membuatnya terdiam dalam keterbatasan fisiknya.

Dalam kebingungannya, Zein merasa ragu untuk meminta bantuan pada oma yang tengah asyik menonton TV. Ia takut mengganggu ketenangan omanya, bahkan takut akan reaksi galak oma jika diganggu dalam kesendirian. Meskipun ia merasa haus dan butuh sekali air, tapi rasa hormat dan ketakutannya pada oma membuatnya terdiam, terpaku pada tempat tidurnya dengan perasaan yang bertentangan.

Saat itu, dalam diamnya, Zein merenungkan betapa rumitnya hubungan mereka dengan oma. Meskipun oma adalah bagian dari keluarganya, tapi kadang-kadang ada jarak yang terasa begitu jauh di antara mereka. Rasa takut dan rasa hormat yang tertanam dalam hatinya menghambatnya untuk meminta bantuan, meskipun itu hanya sekadar untuk meminta air minum.

Aku, Si Perindu Papa ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang