(43) Suapan Sayang Dan Hadiah Manis

822 100 10
                                    

Setelah Zein merasa sesak napas dan panik karena inhalernya hilang, Ikal dan Raka segera membawanya ke UKS. Mereka merasa cemas dan terburu-buru, mengetahui betapa pentingnya inhaler bagi Zein. Begitu tiba di UKS, dokter yang menjaga di UKS segera menangani Zein dengan sigap. Mereka membantu Zein berbaring di tempat tidur yang ada di ruangan UKS dan memasang nasal cannula untuk membantu pernapasannya. Zein merasa sedikit lega ketika aliran oksigen membantu meredakan sesaknya.

Suasana di UKS terlihat lebih tenang. Ikal dan Raka duduk di samping tempat tidur Zein, dengan wajah penuh kekhawatiran. Mereka terus memantau kondisi Zein dan tidak pernah meninggalkannya sejak mereka tiba di sana. Dokter yang bertugas, seorang pria paruh baya dengan sikap tenang dan profesional, memeriksa Zein dan memberikan penjelasan kepada Ikal dan Raka.

“Zein sudah mulai membaik. Kadar oksigennya kembali normal, dan dia tampaknya merespon pengobatan dengan baik,” jelas dokter setelah memeriksa kondisi Zein secara langsung.

Ikal dan Raka mengangguk dengan penuh lega, meskipun ekspresi mereka masih menunjukkan kekhawatiran yang mendalam. “Dok, berapa lama lagi Zein harus di sini? Sekarang udah waktunya pulang sekolah, apa dia bisa pulang sekarang?” tanya Ikal dengan nada khawatir.

Dokter tersenyum, “Dia sudah stabil dan bisa segera pulang. Tapi, pastikan Zein tidak terlalu lelah dan selalu membawa inhalernya ke mana pun dia pergi. Perhatikan juga tanda-tanda sesak napas atau gejala lain yang mungkin muncul.”

Ikal dan Raka mengangguk dengan penuh lega mendengar penjelasan dokter. Rasa khawatir yang tadi menghantui mereka mulai mereda setelah mendengar bahwa kondisi Zein sudah membaik. Mereka saling bertukar pandang, merasa lebih tenang mengetahui bahwa Zein sudah dalam keadaan yang lebih baik dan bisa segera pulang.

Setelah memberikan penjelasan tentang kondisi Zein, dokter yang bertugas mengangguk dan berpamitan. "Zein, kamu sudah membaik. Saya akan meninggalkan kamu dan teman-temanmu di sini sebentar. Kalau kamu perlu bantuan atau ada perubahan dalam kondisi kamu, jangan ragu untuk memanggil petugas PMR yang berjaga supaya mereka segera memberitahu saya."

"Iya, Dok. Terima kasih," jawab Zein.

Setelah dokter pergi, Ikal dan Raka mulai berdiskusi dengan Zein mengenai inhaler yang hilang. Suasana di UKS menjadi lebih santai meskipun masih terdapat kekhawatiran yang tersisa.

Zein, meskipun masih merasa lelah, merasa sangat lega karena dia bisa kembali bernapas dengan lebih mudah. Dia memandang Ikal dan Raka dengan rasa terima kasih yang mendalam. “Makasih banget lo berdua udah nemenin gue di sini. Gue pasti ngerepotin lo berdua hari ini, kan?”

Ikal tersenyum hangat, “Ngerepotin apaan sih, Zein? Kita itu kan sahabat, udah seharusnya kita saling bantu kalo emang salah satu dari kita ada yang butuh bantuan. Jadi kalo ada apa-apa lagi sama lo, jangan ragu buat bilang ke kita, ya."

Raka menambahkan, “Iya, Zein. Kita berdua tuh peduli sama lo. Dan lo juga harus selalu hati-hati. Jangan sampe kejadian tadi terulang lagi. Lo harus lebih hati-hati kalo nyimpen barang, biar ngga hilang kayak tadi. Apalagi itu barang kan penting banget buat lo.”

Ikal melanjutkan, “Tapi, ada satu hal yang masih bikin gue penasaran. Siapa ya yang ngambil inhaler lo di loker? Gue yakin pasti ada orang yang sengaja ngambil. Soalnya, kalo emang tuh inhaler beneran ada di dalem loker dan lokernya udah dikunci, ngga mungkin tiba-tiba bisa hilang sendiri.”

Raka menambahkan, “Iya, bener banget. Terus kalaupun emang ada yang sengaja ngambil, pasti ada alasan di baliknya. Tapi siapa yang ngambil? Dan apa tujuannya dia ngambil inhaler lo? Ngga tahu apa kalo inhaler itu penting banget buat keselamatan nyawa orang?! Tadi tuh gue sampe panik banget ngeliat lo sesek napas, Zein! Itu bisa bahaya banget, loh. Untungnya lo cepat dapetin penanganan. Kalo ngga, bisa-bisa kejadian ini pasti bakal jadi fatal banget!”

Aku, Si Perindu Papa ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang