Suasana di ruang pengadilan terasa mencekam dan tegang. Ruangan yang biasanya sunyi dan formal kini dipenuhi oleh banyak orang yang datang untuk mendukung dan mencari keadilan. Di dalam ruang sidang yang luas ini, para pihak yang terlibat berdiri di depan meja hakim, siap untuk memulai proses hukum yang menentukan nasib dari kasus yang penuh emosi ini.
Di kursi pengacara, terlihat beberapa pengacara yang siap membela pihak-pihak terkait. Pengacara dokter Tania, yang dengan gigih memperjuangkan keadilan untuk Zein, duduk di sampingnya, didampingi oleh ayah dokter Tania. Mereka tampak tegas dan penuh semangat, siap untuk menyampaikan argumen dan bukti yang mendukung klaim mereka.
Di dalam ruang sidang yang dingin, suasana terasa semakin mencekam. Zafran duduk dengan sikap lesu di kursi terdakwa, tampak sangat hancur dan tidak peduli lagi dengan apa pun. Keluarganya telah hancur dan putranya, Zein, telah tiada. Zafran hanya menunduk, wajahnya penuh kelelahan dan kehilangan semangat hidup.
Di sampingnya, Zean duduk dengan air mata mengalir, matanya merah dan bengkak karena menangis. Dia merasa hancur dan tidak tahu bagaimana melanjutkan hidupnya. Pak Harto, yang duduk terpisah, terlihat gelisah dan marah, namun tetap menjaga ketenangan wajahnya.
Hakim memulai sidang dengan tegas. “Sidang ini dimulai. Kita akan mendengar kesaksian dari para saksi dan melanjutkan dengan argumen dari masing-masing pihak. Saksi pertama, dipersilakan untuk memberikan keterangannya.”
Bi Tatik, sebagai saksi yang menggambarkan tindak kekerasan yang dialami Zein, dipanggil untuk naik ke tempat saksi. Dengan langkah berat, bi Tatik berdiri dan menuju ke kursi saksi. Dia terlihat emosional, tangannya bergetar saat memegang buku catatan saksi. Bi Tatik memulai kesaksiannya dengan suara bergetar.
“Saya adalah pengurus rumah tangga di rumah keluarga Zafran. Selama bertahun-tahun, saya melihat bagaimana Zein mengalami penderitaan fisik dan emosional. Zein sering kali datang kepada saya dengan luka-luka di tubuhnya. Dia mengeluhkan kekerasan yang dilakukan oleh ayahnya, Zafran.”
Bi Tatik melanjutkan dengan menceritakan detil-detil kekerasan yang dialami Zein. “Saya juga sangat menyayangkan atas sikap Zean yang ternyata berperan dalam menutupi kekerasan ini. Zean, sebagai saudara kembar Zein, seharusnya lebih memahami dan melindungi Zein, namun dia malah menjadi bagian dari usaha untuk menutupi tindakan-tindakan tersebut.”
Setelah bi Tatik menyampaikan keterangannya, pengacara pihak Zafran dan Zean mengajukan pertanyaan untuk menguji keakuratan kesaksian bi Tatik. Beberapa pengacara bertanya dengan tajam mengenai detail-detail kejadian dan apakah bi Tatik memiliki bukti fisik atau dokumentasi terkait kekerasan yang dialami Zein.
Pengacara Zafran berargumen bahwa gangguan mental Zafran seharusnya dipertimbangkan sebagai faktor yang meringankan dalam penilaian hukuman. Mereka menyatakan bahwa Zafran mengalami gangguan emosional berat setelah kehilangan istrinya, yang mempengaruhi perilakunya terhadap Zein. Mereka menekankan bahwa Zafran tidak dalam kondisi mental yang sehat saat melakukan tindak kekerasan.
Sebaliknya, pengacara dokter Tania menekankan bahwa meskipun Zafran mengalami gangguan mental, itu tidak membenarkan tindak kekerasan yang dilakukannya terhadap Zein. Mereka meminta pengadilan untuk mempertimbangkan kesaksian Bi Tatik dan bukti-bukti lain yang menunjukkan penderitaan Zein.
Di antara para pendukung, tampak oma dan opa Zein yang duduk di barisan depan. Wajah mereka penuh dengan keprihatinan dan rasa haru. Mereka memegang tangan satu sama lain, saling menguatkan. Oma memandang ke arah Zafran dengan tatapan penuh kesedihan dan kemarahan. Mereka tampak pasrah namun tetap berharap agar keadilan untuk Zein dapat ditegakkan.
Ikal dan Raka, yang duduk bersama pendukung lainnya, juga merasakan beratnya situasi ini. Mereka mengamati dengan cermat jalannya sidang, siap untuk membela Zein dan memastikan bahwa kebenaran terungkap. Mereka saling berbisik dan mendiskusikan hal-hal kecil mengenai strategi dan harapan mereka untuk hasil sidang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Si Perindu Papa ✓
Teen FictionDILARANG PLAGIAT !!! ❌ Dalam book "Aku, Si Perindu Papa", Zein merasakan jarak emosional yang mendalam dengan papanya, Zafran. Meskipun tinggal bersama, hubungan mereka kian memburuk, membuat Zein merasa terasing dan tidak diinginkan. Melalui serang...