Matahari telah tenggelam dan kegelapan mulai menyelimuti langit. Suasana malam itu begitu tenang, namun tidak untuk suasana hati seorang remaja laki-laki yang kini tengah duduk di sofa kamarnya sambil menikmati segelas minuman Coca cola dingin. Alasan mengapa suasana hatinya saat itu tidak tenang adalah karena ia sedang mencemaskan kondisi sahabatnya yang kini masih dirawat di rumah sakit. Sudah hampir 3 hari ini, sahabatnya dirawat di ICU dan kondisinya pun masih kritis. Hal itu tentu membuat hatinya merasa sedih dan ia merasa tidak lagi bersemangat untuk melakukan aktivitas apapun untuk saat ini. Banyak hal yang ia takutkan mengenai kondisi sahabatnya itu. Pasalnya, beberapa hari terakhir ini ia belum juga mendapatkan kabar baik mengenai kondisi sahabatnya yang sedang sekarat itu.
Setelah beberapa menit berlalu, tiba-tiba saja suara dering ponselnya berbunyi. Itu adalah sebuah pemberitahuan bahwa ada seseorang yang sedang meneleponnya saat itu. Dan setelah ia mengetahui siapa seseorang yang meneleponnya malam itu, ia pun segera mengangkat panggilan telepon itu tanpa pikir panjang.
"Halo, Ka?! Gimana?! Zean udah angkat telepon lo belum?! Dia udah ngasih tau belum kondisi Zein sekarang gimana?!" ucap remaja laki-laki itu pada seseorang yang berada di seberang telepon setelah ia mengangkat panggilan telepon tadi.
"Barusan gue habis kelar teleponan sama Zean, Kal," jawab seseorang yang berada di seberang telepon yang ternyata adalah Raka. Sementara remaja laki-laki yang sedang duduk di sofa kamar sambil menikmati minuman Coca cola dingin itu adalah Ikal.
"Terus apa katanya?! Zein udah sadar?!" tanya Ikal pada Raka.
"Belum, Kal," jawab Raka dengan suara yang tidak terdengar bersemangat.
Ikal dan Raka memang sudah mengetahui kabar tentang kondisi Zein yang sedang kritis itu sudah beberapa hari lalu setelah mereka tahu informasi bahwa Zein baru saja menjalani operasi pengangkatan limpa. Tentu saja mereka tahu tentang kabar itu dari Zean, selaku saudara kembarnya Zein.
"Gue makin khawatir sama Zein, Kal. Udah hampir 3 hari Zein dirawat di ICU, tapi kondisinya masih belum ada peningkatan apa-apa. Sampe sekarang dia masih kritis," tambah Raka.
"Gue juga, Ka. Rasanya gue beneran ngga mood ngapa-ngapain sejak gue denger kalo Zein kritis dan harus dirawat di ICU. Gue kepikiran dia terus jadinya. Zean juga ngga berangkat sekolah dari kemaren. Dia pasti lagi sedih banget sekarang. Besok kita ke rumah sakit yuk, Ka? Kita kan belum jenguk Zein dari kemaren. Sekalian nanti kita kasih semangat lah buat Zean biar dia ngga sedih-sedih terus mikirin Zein," ajak Ikal.
"Tapi besok kan kita disuruh kumpul di lapangan habis pulang sekolah buat nentuin kandidat ketua tim basket kita berikutnya? Emang boleh kalo kita izin ngga ikut kumpul? Undangannya di grup kan bunyinya wajib hadir?" balas Raka.
"Oh iya! Gue malah lupa kalo besok kita disuruh kumpul di lapangan! Tapi Zean gimana? Dia tau ngga soal itu?" tanya Ikal.
"Tadi waktu gue tanyain sih katanya dia tau. Dia udah cek undangannya di grup. Terus dia jawab katanya besok dia ngga bisa dateng. Soalnya besok dia masih izin ngga masuk sekolah," jawab Raka.
"Duh, terus gimana dong? Kalo Zean ngga dateng, otomatis dia juga ngga bakal bisa ikut nyalonin diri jadi ketua, kan?!" balas Ikal.
"Gue juga ngga tau, Kal. Sebenernya gue juga mau omongin ini sama Zean. Tapi kayaknya waktunya lagi ngga tepat sekarang," balas Raka.
"Bakal kacau kalo sampe Aslan yang beneran jadi ketua tim basket kita, Ka! Gue ngga setuju! Dia mainnya egois! Dia ngga pantes jadi ketua!" ucap Ikal.
"Gue juga pengennya Zean yang jadi ketua, Kal. Tapi kita ngga punya solusi apa-apa buat ngatasin masalah ini. Ada Zein yang lebih penting buat Zean pikirin sekarang," ucap Raka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Si Perindu Papa ✓
Teen FictionDILARANG PLAGIAT !!! ❌ Dalam book "Aku, Si Perindu Papa", Zein merasakan jarak emosional yang mendalam dengan papanya, Zafran. Meskipun tinggal bersama, hubungan mereka kian memburuk, membuat Zein merasa terasing dan tidak diinginkan. Melalui serang...