Sore harinya, Dana pulang kerumahnya bersama Bang Juna karena Papanya memaksa mereka untuk pulang sekalian mengecek kondisi rumah. Takutnya ada maling atau apa gitu.
"Bang, gue naik dulu." Juna mengangguk. Dana pun bergegas ke kamarnya untuk mencari sesuatu.
"Buru-buru amat lo, kayak dikejar maling!" ucap Bang Juna melihat adiknya yang terburu-buru tapi sama sekali tidak digubris sama Dana.
Sesampainya di kamar, Dana mengobrak-abrik isi lemarinya. Mencari sebuah kotak yang sudah ia simpan dari lama. "Ketemu!" ucap Dana riang saat menemukan kotak beludru warna biru.
Ia membuka kotak itu. Isinya uang simpanan dia yang sudah ia tabung sejak kecil. Gak banyak sih cuma ada 2 jutaan. "Duh masih kurang ini mah..." ucap Dana menyadari uang tabungannya tidak mungkin cukup untuk membayar biaya rumah sakit mamanya.
"ABANGGGGGGG..." teriak Dana karena ia malas ke bawah untuk bertanya pada abangnya.
BRAKKK...
"KENAPA DEK?!" tanya Juna membuka pintu kamar adiknya keras. Bahkan wajahnya terlihat sangat panik. Adiknya cuma bengong liatin dia yang panik. "Kenapa setan?!" tanyanya lagi.
"Abang sama Papa butuh uang berapa?" tanya Dana membuat kakaknya bingung.
"Uang apa dek?" tanya Juna penuh tanda tanya.
"Buat bayar biaya rumah sakit mama. Nih adek ada sedikit simpenan uang siapa tau bisa membantu." Dana menyerahkan uang tabungannya kepada Juna tapi ditolak.
"Jangan dek. Ini kan uang pegangan kamu. Nanti pas kamu butuh gimana? Biar abang sama papa yang cari aja dek," tolak halus Juna. Tidak enak hati dengan adiknya.
Tapi Dana tetep kekeh ingin membantu. Ia kasih lagi uang simpenannya kepada abangnya. Ia bahkan mengancam kakaknya jika tidak mau menerima uangnya.
"Makasih ya dek. Nanti kalau abang punya uang. Abang ganti deh."
Dana menggeleng. "Gak usah bang. Uang Dana kan uang keluarga juga. Jadi gak usah diganti ya?"
Juna terharu melihat adiknya yang sedewasa ini. Siapa sangka adik yang dulu ia timang-timang waktu masih kecil udah jadi segedhe dan sedewasa ini. Mau nangis dia jadinya kan. "Makasih ya dek," ucapnya halus sambil mengelus kepala adiknya.
"Masih kurang berapa bang? Kebetulan temen Dana kan anak orang kaya semua dan gue udah tanya-tanya mereka mau bantu kok..." bohong Dana. Aslinya dia belum tanya sama sekali sama temen-temennya.
"Masih kurang 13 juta lagi dek..." ucap Juna. Dana mengangguk. Banyak juga ternyata. "Separo-separo aja dek. Gimana? Nanti kakak usaha cari 7 juta kamu 6 juta. Gimana? Gimana?" tawar Juna agar Dana juga tidak kepikiran.
"Aman aja kak. 13 juta juga gak papa," ucap Dana yang sudah punya rencana sendiri.
"Gaya lo dek. Udah gak usah dipaksain. Ntar gampanglah. Doain aja Abang sama Papa cepet depet uang biar bisa bayar biaya rumah sakit Mama." Dana mengangguk.
"Ya udah sekarang lo makan dulu gih. Gue tadi udah masak tuh dibawah."
"Oke Bang, Ntar yak gue mau ngelakuin sesuatu dulu." Bang Juna mengacungkan jempolnya kemudian keluar dari kamar adiknya.
Dana pun mengambil ponselnya. Mencari nomor Gani.
"Halo? Ngapa njing?" salam pembuka Gani sangat tidak santai.
"Halo. Santai bae lah nyomet."
"Ya lo kenapa juga telpon gue sore-sore gini? Gue mau tidur nyomet."
"Santailah. Btw lo punya nomornya Varsya?"
Gani yang awalnya setengah tertidur menjadi segar. Bahkan ia bangkit dari rebahan manjanya. "Buat apa nyet lo minta nomor Sasya? Lo gak lagi deketin dia kan?" tanyanya curiga.
![](https://img.wattpad.com/cover/361790998-288-k696990.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BERANDAL KESAYANGAN
Любовные романыVarsya Kencana, ketua geng berandal yang sangat terkenal seantero sekolah. Bukan hanya terkenal cantik, namun tingkahnya yang aneh dan tidak bisa diatur bahkan guru BK dan ketua OSIS menyerah untuk mengurusnya. Namun siapa sangka gadis berandal ini...