Bab 48 : Rahasia

12 1 0
                                    

"Welcome to the gang!" sorak semua anggota Red Devils menyambut kedatangan anggota baru mereka, Jonathan Ramadhan. Bukan tanpa alasan, Jeje bergabung dengan geng motor ini karena tawaran dari sang ketua, Varsya Kencana. Seminggu sejak kepindahan Jeje, Sasya terus menerus membujuk teman masa kecilnya itu untuk bergabung dengan geng motor miliknya.

Jeje tersenyum lebar melihat meriahnya penyambutan ala geng motor itu. "Ah iya... Terimakasih semuanya. Perkenalkan nama saya Jonathan Ramadhan. Panggil aja Jeje ya!" serunya.

Suasana hangat perlahan tercipta. Suara botol -botol kaca yang saling bertabrakan menimbulkan sebuah harmoni yang indah di telinga semua orang. Berbagai minuman dan makanan habis seiring gelapnya malam.

"Sekarang katakan," ucap Jeje meninggalkan riuh orang-orang mabuk yang mengerubunginya. Matanya yang tajam, menatap wajah muram seseorang yang entah memikirkan apa.

Sasya hanya bisa menghela nafas menanggapi ucapan teman baiknya. "Memang tidak berubah," sindir Jeje.

"Gue mau lo urus geng ini," ucap Sasya tegas.

Shock. Itulah yang dirasakan Jeje sekarang. Baru saja ia bergabung, namun sang ketua malah menyuruhnya untuk mengurus geng ini. "Kenapa?" tanya Jeje penuh tanya.

"1 tahun lagi kita lulus..." Sasya tidak melanjutkan kalimatnya. Badan mungilnya ia bawa ke depan jendela yang menampilkan indahnya langit malam. Lagi-lagi helaan nafas terdengar nyaring di telinga. "Ketika saatnya tiba, gue mau lo urusin geng ini..." ucap Sasya lagi.

"Kenapa gue? Kenapa gak Dita? Mega? Atau Vanesha?" tanya Jeje geram. Ia tahu betul wanita dihadapannya ini sedang ditimpa masalah serius.

Sasya hanya tersenyum sebagai jawaban. "Je... Bukan kita yang mengatur masa depan. Tapi, kita bisa merencanakan masa depan agar tidak seburuk itu," ucap Sasya semakin menimbulkan rasa penasaran bagi Jeje.

"Apa ini ada hubungannya dengan kakekmu?" tebak Jeje teringat ucapan Sasya pada masa lampau. Gadis itu memiliki seorang kakek yakuza terkenal di Jepang. Saat pemilihan penerus, ayah Sasya yang merupakan satu-satunya anak yakuza tersebut malah melarikan diri ke Indonesia.

Sasya tersenyum lagi. Namun kali ini kesedihan nampak jelas terukir pada wajahnya. "Liburan kemarin, gue sama temen-temen liburan ke Jepang..." jelasnya.

"Shit! Lo harusnya gak kesana gila!" Jeje mengusap wajahnya kasar.

"Maaf, gue emang mengecewakan..."

"Dana tau?" tanya Jeje memastikan.

"Hanya Dita," jawab Sasya tak kuasa menatap lelaki di belakangnya.

Kini Jeje menghela nafasnya. tubuhnya lemas, seakan tak bisa bangkit lagi dari sofa. Pikirannya berkecamuk. Bisa-bisanya sahabat kecilnya ini masih bisa tertawa menghadapi masalah sebesar itu sendirian.

"Cuma lo yang gue percayai Je," ucap Sasya setelah sekian detik mereka terdiam.

"Tapi gue cuma orang luar, Sya!" ucap Jeje dengan nada tinggi. 

"Siapa bilang?!" balas Sasya tak kalah tinggi membuat Jeje terkeut. Gadis itu mengambil nafas dalam-dalam, "Gue tau lo mesti berpikir semua, apalagi hubungan pertemanan kita tidak lagi sama seperti dulu kan?"

Jeje menundukkan kepalanya. Semua perkataan Sasya benar adanya.

"Tapi itu semua cuma pikiran lo Je. Pertemanan kita sama. Gue percaya sama lo meski lo berubah jadi iblis sekalipun," tegas Sasya.

"Jadi..."

"Setelah gue lulus kalau tiba-tiba terjadi sesuatu sama gue maupun Dita, lo harus yakin kalau kita berdua masih hidup Je," ucap Sasya membuat mata Jeje terbelalak. Apa maksud gadis itu? "Ini rahasia diantara kita Je," imbuh gadis itu.

"Lo ben... beneran sepercaya itu sama gue?" Sasya mengangguk tanpa ragu. 

"Gue beneran percaya sama lo Je! Kalau gue gak percaya gak mungkin gue kasih tau lo rahasia sebesar ini!" Jeje menaikkan satu alisnya. Lelaki itu masih ragu dengan teman masa kecilnya. 

Namun bukan Sasya namanya jika menyerah sebelum mendapatkan apa yang ia mau. Gadis berandal itu memohon lagi kepada Jeje, kali ini dengan jurus rahasia. Memelas. "Gue mohon Je, pliss lo ambil alih geng ini," ucap Sasya lembut. 

"Berapa lama?"

"Hah?" Sasya tidak mengerti. 

"Berapa lama gue harus ambil alih Red Devils dari lo, Sya?"

"Eum..." Sasya berpikir sejenak. Sejujurnya ia sendiri tidak tahu butuh berapa lama dirinya akan menghilang. Namun... "7 tahun. Selama 7 tahun lo harus ambil alih geng ini," tegas Sasya. Mata penuh keyakinan membara itu membuat Jeje akhirnya mengalah.

"Baiklah," ucap Jeje . Dengan senyuman manis, lelaki itu menatap iris sahabatnya yang nampak membara namun masih tetap cantik. "Gue janji, gue bakal nerusin geng ini apapun yang terjadi."

Mereka pun membuat janji kelingking. 

"Terimakasih..." ucap Sasya memeluk erat Jeje, begitupun sebaliknya.

Jeje menghela nafasnya, tersenyum setelahnya. "Jadi, bagaimana perkembangan geng kejam ini," ucapnya membuat Sasya terkikik geli. "Kalau geng ini tidak menguntungkan gue bakal ingkar janji sih," imbuh Jeje.

"Tentu saja geng ini punya potensi yang bagus hanya saja akhir-akhir ini kita kesulitan untuk mengalahkan geng milik Abisatya," jawab Sasya.

Jeje mengerjapkan matanya, "Bukannya Black Devils dan Red Devils itu satu kesatuan? Apa gue salah?" tanyanya.

"Bukan. Dari dulu 2 geng ini sebenarnya saling berlawanan, cuma karena hubunganku dengan Abi itu lumayan baik jadi Black Devils entah mengapa malah melindungi geng ini," ucap Sasya menggelengkan kepala.

"Pasti karena Abi menyukaimu dasar bodoh," batin Jeje memasang wajah datar.

"Bagaimana dengan pendapatan dan pengeluaran bengkel?"

Selanjutnya Sasya mulai menjelaskan segelanya tentang geng kecil miliknya kepada calon penerus di masa depan itu.

*********

"Ah, Dana!" Suara cempreng sedikit berat menyapa gendang pendengaran Dana membuatnya merinding setengah mati. Saingan cinta Dana itu nampak sangat gembira pagi ini. Aneh. "Sudah berapa lama kamu berpacaran dengan Sasya?" 

Wajah bingung, kesal nan jijik terpampang jelas pada raut wajah Dana. Ada apa dengan pria bernama Jeje pagi ini. "Baru-baru ini," jawab Dana singkat. 

"Jadi..." 

"Jadi apa?"

"Apa kamu sudah pernah bertemu orang tuanya Sasya?"

"Sudah." Lagi-lagi Dana memberikan jawaban tak acuh. Ia bahkan tak segan berjalan mendahului Jeje, berharap lelaki itu segera menghilang dari sana. Namun siapa sangka Jeje malah terus menanyakan seribu pertanyaan kepada Dana hingga membuat pacar Sasya itu kesal setengah mati.

"Dana," panggil Jeje menghentikan langkahnya. Dana yang peka dan dasarnya tidak bisa mengabaikan orang pun berbalik menatap Jeje yang terlihat sedih sekarang. "Jika..." Jeje menundukkan kepalanya, mengepalkan tangan kuat.

"Gue gak tau apa maksud lo pagi-pagi bikin orang emosi, tapi yang jelas gue gak bakal serahin Sasya pada siapapun. Gue bakal tegasin lo, berkali-kali gue bakal bilang kalau Sasya PUNYA GUE!" ucap Dana berjalan pergi meninggalkan Jeje yang masih pada posisinya.

"Apa yang harus gue lakuin," gumam Jeje menatap langit berawan diatasnya. 

"Lo gak harus ngelakuin apapun Je." 

Jeje menoleh mendapati seseorang yang membuatnya tak tidur semalaman, Varsya Kencana. "Sasya..."

"Jangan lupa ini rahasia diantara kita Je," ucap Sasya kemudian berlalu meninggalkan Jeje yang tengah terpaku disana. Tepatnya terpaku dengan senyuman manis Sasya sebelum pergi meninggalkannya.

"Dasar..." ucap Jeje tersenyum kecil menyusul kepergian sahabatnya ke kelas.

- to be continued

BERANDAL KESAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang