Rosita tidak bisa membendung air matanya lagi. Tak terasa setetes demi setetes membasahi pipinya. "Kalian harus Bahagia... Mama bakal selalu ada bersama kalian. Mama... Mama... Mama bahagia bisa hidup bersama kalian...."
Rosita memandang wajah anak bungsunya, membelainya. "Dana... Belajar yang rajin ya nak. Wujudin mimpimu. Mama bakal selalu support kamu terus..."
Rosita menunjuk ke arah anak sulungnya. "Juna... Jangan suka berantem lagi ya, jaga ayah dan adikmu selalu. Jangan buat mereka khawatir..."
Terakhir, Rosita tersenyum melihat wajah suaminya. "Danis... Aku titip anak-anak ya. Jangan sakiti mereka. Buat mereka Bahagia bagaimanapun caranya. Aku akan datang menjenguk kalian setiap hari... Danis...."
Dengan tenaganya yang tersisa dan suara yang sudah sangat lemah, Rosita merangkuh semua tubuh keluarganya. "Mama pamit... Kalian harus Bahagia..."
Dan setelah mengatakan demikian Rosita benar-benar meninggalkan mereka. Untuk selamanya.
"MAAMAAAAAAAAA..." teriak Juna yang sudah tidak kuat lagi membendung kesedihannya. "MAMAAAA! MAMA JANGAN TINGGALIN KITAAA! MAMAAAAA..." Juna menangis sejadi-jadinya. Untuk pertama kalinya.
"Abang... Tenang bang... Mama... Mama udah Bahagia disana. Abang... Abang juga harus Bahagia..." ucap Dana menenangkan abangnya yang sekarang berteriak-teriak memanggil mamanya. Walaupun air mata Dana tak kunjung berhenti mengalir.
"Papa janji kalian akan Bahagia... Walaupun tanpa mama," batin Danis.
Langit pun mulai menitikan air mata. Seolah ikut bersedih bersama mereka.
3 jam kemudian, jenazah mendiang Rosita sudah dibawa pulang ke rumahnya untuk dikebumikan.
Dana sekarang sedang berada di rumah Pak RT untuk melaporkan bahwa ibunya sudah meninggal. Pak RT dengan cekatan langsung melaporkannya ke kelurahan agar bisa diturunkan akta kematian secepat mungkin.
Sementara Juna dan Danis sibuk menelpon kerabat-kerabatnya untuk memberitahu berita duka ini. Mereka juga mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk peristirahatan terakhir mendiang Rosita. Tetangga kiri kanan mereka juga membantu.
"Apa sudah ada yang lapor ke Pak RT?" tanya Bu Inah, tetangga mereka.
"Sudah bu, adik saya sekarang ada dirumah Pak RT dan sepertinya mereka akan kesini sebentar lagi," jawab Juna yang kini sibuk menata kursi.
Rencananya jenazah mendiang Rosita akan dikebumikan esok hari karena keluarga dari mendiang berasal dari kota yang jauh. Terlebih ibu mertua Danis memaksa mereka ingin melihat sang anak untuk terakhir kalinya.
"Pak Danis, saya ikut berduka. Semoga mendiang istri bapak diterima di sisi Allah dan keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan," ucap Pak RT yang baru saja datang bersama Dana dibelakangnya.
"Terimakasih pak."
"Danis..." Layla, ibu kandung Danis memeluk anaknya erat. Ia tahu betapa terpukulnya Danis karena kematian Rosita. Sebagai ibu ia juga tahu Danis harus kuat menjalani ini semua demi anak-anaknya. "Kamu yang kuat ya..." bisik Layla lembut.
"Nenek..." Dana menarik ujung pakaian Layla. "Dana sayang..." Layla tersenyum melihat cucunya yang baik-baik saja.
"Nenek pasti capek kan? Duduk dulu nek..." ucap Juna membawakan dua gelas teh hangat untuk nenek mereka.
"Terimakasih Juna. Nenek bangga sama kalian..." Layla memeluk kedua cucunya erat. Mereka sudah dewasa. Sangat dewasa.
"Apa yang bisa kami bantu, Danis?" tanya Maria, kakak iparnya. Istri mendiang kakaknya yang sudah dipanggil Tuhan setahun lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BERANDAL KESAYANGAN
Любовные романыVarsya Kencana, ketua geng berandal yang sangat terkenal seantero sekolah. Bukan hanya terkenal cantik, namun tingkahnya yang aneh dan tidak bisa diatur bahkan guru BK dan ketua OSIS menyerah untuk mengurusnya. Namun siapa sangka gadis berandal ini...