Bab 13 : Menarik

50 4 1
                                    

Menjadi sugar boy Sasya selama sebulan itu tidaklah mudah. Selama sebulan ini juga, Dana terus saja uring-uringan setiap kali menjemput ketua geng berandal itu di mansionnya. Untung saja jarak antar rumah dan sekolah tidak terlalu jauh jadi mereka masih sempat mengejar waktu yang mereka buang karena Sasya tak kunjung bangun walaupun Dana sudah menyeretnya ke kamar mandi.

Pagi ini juga, Dana juga harus mengela nafasnya saat melihat kondisi Sasya yang bagai di serang harimau buas. Lebam di seluruh wajahnya. Seragam dikeluarkan. Kaos kaki pendek. Rambut acak-acakan. Dan parahnya saku rok Sasya selalu penuh dengan rokok dan korek.

"Perasaan gue kemarin nganter lo pulang kondisi lo masih oke oke aja. Kenapa pagi-pagi jadi gini ha?! Lo tawuran kan kemarin! Jawab! Jawab gue, Varsya Kencana!" amuk Dana seperti emak-emak yang memarahi anak perempuannya yang kepergok tawuran.

Sasya hanya merotasikan kedua matanya malas. "Lo udah kayak emak-emak njir. Serem..." ucap Sasya bergidik ngeri saat Dana melotot ke arahnya.

Lelaki itu segera mengambil sisir yang ada didekatnya. Menata ulang rambut ketua geng berandal ini yang nampak seperti singa. Menguncirnya seperti ekor kuda. Bahkan ia membantu Sasya memoles sedikit wajahnya agar lebabnya tersamarkan.

"Beres..." ucap Dana bangga dengan hasil karyanya. Sasya yang selesai didandani seperti boneka hanya mendengus sebal. Bukannya seharusnya ia lebih berkuasa sebagai sugar mommy kan, kenapa ini malah dirinya diatur oleh baby boy-nya?

"Rokok? Mana," ucap Dana mengulurkan tangannya. Meminta semua rokok yang ada di saku atas mapun bawah milik Sasya.

Sasya pun terpaksa memberikan semua rokoknya kepada Dana. "Nih... Ayo berangkat," ucap berandal itu merotasikan kedua bola matanya, malas.

Dana pun tersenyum. Meletakan rokok yang ia dapat ke nakas dekat pintu masuk. Ia mengunci mansion Sasya sebelum berangkat bersama pemiliknya.

Sesampainya di sekolah, Sasya berhenti di depan gang dekat sekolah sementara Dana terus melaju sampai parkiran dalam sekolah. Sebenarnya Sasya bisa ikut Dana sampai parkiran tapi ia malas jika ada yang tau Dana setiap hari mengantar jemputnya. Terutama orang-orang di kelas.

"Pagiii..." sapa Dana kepada seluruh temannya. Lelaki berambut mangkok itu bersenandung riang menuju bangkunya. Disana ia bisa melihat Abi yang Nampak kelelahan dan tertidur dengan damainya. Ia juga bisa melihat pasangan anjing dan kucing, Gani dan Lingga yang berdebat mengenai Wanita? Entahlah Dana tidak terlalu paham.

"Dan, bagi jawaban matematika dong," ucap Gani begitu menyadari seorang Nandana, malaikatnya, sudah datang. Lelaki badung itu memasang wajah memelas agar Dana iba dan meminjamkan buku tugas miliknya.

"Kenapa lo gak nyontek punya Lingga aja sih? Dia kan pinter!" kesal Dana merogoh buku tugas dari dalam tasnya kemudian memberikannya kepada Gani.

Lelaki berkulit tan itu berbinar saat Dana dengan baik hati memberikan buku tugasnya secara Cuma-Cuma padanya. "Makasih Dana yang ganteng. Gue bakal selalu inget kebaikan lo," ucapnya pergi ke bangkunya, menyalin tugas yang diberikan Bu Merza sebelum jam pertama dimulai.

"Btw Dan, lo hari ini gak jaga depan?" tanya Lingga yang sudah bersiap untuk menjaga para murid yang datang terlambat hari ini.

Dana menggeleng. "No! Hari ini jatahnya lo sama Revanya seinget gue. Yah semoga lo gak dapet yang nyebelin sih. Tapi tenang aja, hari ini kemungkinan yang telat dikit karena hari Kamis. Biasanya kalau Kamis dikit dan orang rese udah gue atasin," ucapnya.

Lingga pun mengangguk paham. Semoga perkataan Dana benar agar energi yang ia keluarkan tidak banyak untuk hari ini. "Oke thanks... Gue jalan dulu. Bye!" pamit si julid yang melenggang pergi untuk melaksanakan tugasnya.

Dana pun melirik sekilas seseorang gadis keturunan China yang kelihatan menarik dimatanya. Senyumnya yang manis dan wajahnya yang mungil membuat Dana betah dan ingin mengajaknya berkenalan. Walaupun mereka sekelas, tapi Dana bahkan belum tahu siapa nama gadis menarik itu.

"Lo liatin siapa?" tanya Gani yang ternyata melirik Dana ditengah-tengah aksi menyalin tugasnya. Walaupun Gani terlihat sibuk mengerjakan, tapi mata Gani tak sempat untuk beristirahat, menatap seluruh penjuru kelas, mencari kejanggalan untuk digibahkan bersama Lingga, nantinya.

"Itu siapa? Gue kayak baru liat?" tanya Dana menunjuk gadis yang mencuri perhatiannya.

Gani menatap lamat-lamat gadis yang Dana maksud. Pengelihatannya yang sedikit buram akhirnya menangkap jelas siapa sosok yang Dana maksud. "Dia Laurensia Tang. Anak kelas kita. Orang China yang baik hati kalau kata Lingga," beo Gani.

Dana mengangguk. Sekarang ia tahu kenapa cewek itu terlihat menarik. Ia juga tahu keluarga Tang, merupakan keluarga ternama dan diagungkan oleh kepala sekolah karena menjadi donutur terbesar ke-3. Tak heran jika anak mereka bisa semenarik itu.

"Gue mau cabut pelajaran pertama. Males," ucap Abi menguapkan, meregangkan otot-ototnya dan keluar dari kelas setelah berpamitan kepada kedua sahabatnya.

Dana dan Gani nampak tak acuh. Sudah seminggu-an ini Abi Nampak selalu lesu dipagi hari dan sudah 3 kali dalam seminggu ia memilih membolos jam pelajaran pertama. Alasannya sama, ia malas.

"Gue curiga kalau Abi narkoba," celetuk Gani tiba-tiba.

"Hah kok bisa?" tanya Dana menatap Gani dengan tatapan aneh.

"Ya lo tau sendiri kan tanda-tanda orang narkoba. Lesu, matanya merah, tidak bersemangat, dan lain-lain. Bukannya itu Abi banget," jelas Gani bergidik ngeri jika membayangkan dirinya juga ikut terseret dalam dunia haram itu.

"Ngawur lo ah! Bisa jadi Abi kurang tidur karena begadang. Lo tau sendiri kan Abi itu juga pembalap. Dia juga pernah cerita punya geng motor yang 11 12 sama Sasya, isinya anak badung semua. Gue masih gak nyangka sih, tapi mau gimana lagi," sanggah Dana.

Gani mengangguk. "Oh iya, gue hampir lupa Abi juga anak geng motor kayak gue. Lagian dia tanding dimana sih kok gue gak pernah ketemu pas gue tanding. Apa jangan-jangan area gue sama dia beda. Tapi setahu gue cuma ada satu area balap di daerah sini deh."

Dana menggeleng. Menggidikan bahunya, tidak tahu jawaban dengan semua pertanyaan yang dilontarkan teman anehnya itu.

Tak lama setelah mereka berbincang, Bu Merza datang dengan senyuman cerah dan bingkisan yang beliau beli selama perjalanan dinas untuk mereka. IPA 1 sangat bersyukur mempunya guru matematika secantik dan sebaik beliau.


- to be continued 


**********

(pict : Varsya Kencana setelah di styling ulang oleh Dana)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(pict : Varsya Kencana setelah di styling ulang oleh Dana)

BERANDAL KESAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang