Bab 16 : OVT

63 3 0
                                        

Malam harinya, pikiran Sasya benar-benar kacau. Sepulang sekolah tadi, ia terpaksa harus berjalan kaki karena Dana yang biasa mengantarnya pulang mendadak ada janji lain dengan temannya. Tapi memang semesta tak mengijinkan si polos berbohong, Sasya yang kebetulan hanya lewat di Candy Caffe yang ada di samping sekolah, tak sengaja mempergoki baby boynya bersama dengan perempuan lain yang tak asing baginya.

"Brengsekkk!" umpat Sasya melemparkan sebuah vas bunga yang ada di ruang tamu hingga pecah, berkeping-keping.

PYARRRR!

"Kamu kenapa nak?" tanya sang mama, Stefani yang nampak khawatir setelah mendengar suara barang pecah dari ruang tamu. "Ada masalah apa hm?" tanya Stefani lembut. Mendudukan dirinya disamping anak gadisnya, mengelus surai rambut panjang itu sayang.

"Ma, kalau semisal doi kita suka sama cewek lain, kita harus gimana?" tanya Sasya mengepalkan tangannya kuat. Bayangan Dana bersama perempuan lain tak kunjung hilang, memenuhi pikirannya.

Stefani terkekeh, ternyata putri semata wayangnya sedang patah hati. "Hmmm... Kalau mama sih dulu ya cari yang lain... Lagian cowok kan banyak ya, jadi kalau semisal doi emang gak mau sama mama, ya mama tinggal," balas Stefani untuk pertanyaan anaknya. Malkum mantan playgirl internasional, jadi ya balasannya agak sesat.

"Tapi ma, kalau udah terlanjur cinta gimana?" tanya Sasya lagi.

Stefani terdiam sejenak. "Emang kamu beneran suka sama dia? Apa jangan-jangan perasaanmu ke dia cuma karena terbiasa aja? I mean bukan cinta yang beneran cinta tapi cuma nyaman aja karena keseringan bareng..." jawabnya.

Sasya terdiam. Ucapan mamanya ada benarnya juga. 

"Udahlah gak usah dipikirin. Kalau emang orangnya suka sama kamu balik, nanti dia bakalan balik ke kamu. Santai aja..." ucap Stefani menepuk-nepuk kepala Sasya untuk menenangkannya.

"Iya ma..." Sasya mengangguk. Ia kemudian kembali ke kamarnya. Tapi belum sempat ia masuk ke dalam, suara cempreng nan heboh menggemparkan satu mansion mewah keluarga William itu.

"PUNTEN TANTE... SASYANYA ADA?!"

Stefani hanya menggelengkan kepalanya. Sudah tidak asing lagi dengan tingkah urakan teman putrinya, iapa lagi kalau bukan, Aditya Kahyang yang datang bersama pasukannya, Mega dan Vanesha.

"Mau ngapain kalian kesini?" teriak Sasya dari depan kamarnya yang ada dilantai 2.

"BALAPAN NYOK!" teriak Dita mengedipkan sebelah matanya ke arah Sasya.

Sasya hanya merotasikan kedua matanya malas sebagai tanggapan. Masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu kamarnya keras-keras.

BRAK!

Dita, Mega, dan Vanesha hanya menatap bingung tingkah ketua geng mereka yang tidak biasa. Aneh, biasanya Sasya selalu bersemangat jika diajak balapan. 

"Hah... Maaf ya kayaknya Sasya hari ini gak mood buat main sama kalian. Mungkin ada masalah, tante juga kurang paham." Stefani mendesah lelah. Kelakuan putrinya selalu sukses membuatnya geleng-geleng kepala.

"Iya ga papa kok tante... Kita jug..." 

"Siapa bilang gak mood?"

Belum menyelesaikan kalimatnya, Sasya sudah terlebih dahulu memotong kalimat Mega. Bahkan sekarang ini ia tampak 'menyala' dengan pakaian serba hitam khas mafia perempuan yang siap membantai musuhnya.

"Gue emang lagi gak mood, tapi kalau balapan jangan ditanya..." ucap Sasya menuruni anak tangga sambil menenteng sebuah helm full face kesayangannya. "Setidaknya balapan bisa buat gue lupain cowok brengsek itu sejenak," lanjutnya dalam hati.

BERANDAL KESAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang