Bab 27 : Varsya Ernest

35 2 0
                                    

"HAHAHA... Kenapa Nona Aditya? Apa kau tidak berani menyakiti tubuh temanmu huh?" Kencana menatap Dita remeh.

"TUTUP MULUTMU KEPARAT!"

DOR!

Dita yang sudah kepalang kesal, langsung menembakkan pelurunya, tepat mengenai bahu kiri Kencana. Tapi sayang serangannya sedikit meleset jadi hanya menggores bahu kiri itu.

"Jadi kau benar-benar tidak bisa menyerangku ya? Hanya goresan kecil ini tidak bisa melukaiku nona," ucap Kencana kemudian mundur ke belakang untuk menunjukkan sesuatu pada mereka.

Mata mereka membulat sempurna, para bandit yang menawan Sasya sudah bersimbah darah. Bahkan kepala mereka terpisah dari tubuhnya. Kencana mengambil kepala salah satu bandit kemudian melemparkannya ke arah mereka. "Apa kalian akan berakhir seperti mereka, huh?" katanya.

"Diam kau bajingan!" ucap Mega dari atas sana. Gadis sipit itu ternyata sudah berhasil naik ke lantai 2 dan membidikkan snippernya ke arah musuh. Walaupun itu artinya dia harus siap kehilangan Sasya juga.

"Wah wah kucing putih kesayangan ketua Black Devils sudah berani menantangku, huh?" Kencana mengeluarkan sebuah pisau dari tubuh bandit, melemparkannya ke atas. Tepat mengenai depan Mega.

DOR!

Mega melesatkan tembakannya bersamaan dengan pisau yang ia dapatkan. Kencana dengan gesit menghindari peluru itu. Sekarang dirinya tepat berada didepan Dita, memukul perutnya hingga gadis tomboy itu terpental ke belakang.

"DITAAA!" teriak Gani mengangkat panahnya untuk menyerang.

SLASHH!

Panah Gani melesat tepat mengenai bahu kiri Kencana. Panahnya menancap cukup dalam hingga darah merembes keluar dari tempat panah itu bersarang.

"Sialan! Aku meremehkannya," ucap Kencana mencabut panah yang ia dapat. Membuangnya dan bersiap mengarahkan pistolnya ke arah kedua sejoli yang sibuk menangis satu sama lain. "Selamat tinggal."

DOR! DOR!

"HENTIKAN!!!" teriak Dana tiba-tiba. Kencana yang terganggu fokusnya, tidak berhasil melesatkan pelurunya ke arah dua sejoli itu. Tembakannya meleset karena tiba-tiba ia merasakan denyutan keras pada jantungnya. Sasya kembali sadar.

"Sialan! Jangan bangunkan gadis lemah itu lagi!" sentak Kencana memegangi bawah perutnya yang berdenyut kencang. "Sial! Aku harus membunuh pria itu agar gadis lemah itu kembali tidur."

"Hentikan Sasya! Hentikan semua ini! Bangunlah! Bangun dan temui kami! Kami semua, sahabatmu ada disini sekarang! Ayo bangun dan umpati kami semua dengan perkataan kasarmu! Marahi aku yang selalu membuatmu sakit hati! Ayo temui kami Sya! BANGUN KATAKU! VARSYA ERNESTTT!" teriak Dana mencoba mendekat ke arah Kencana. Masa bodoh gadis itu akan menembaknya.

Jantung Kencana kembali berdegup kencang. Kepalanya merasakan sakit luar biasa karena teriakan Dana barusan. Suara Dana sepertinya memang ampuh untuk membangkitkan Sasya dari tidur pulasnya.

"Varsya Ernest, aku tahu nama aslimu Varsya Ernest bukan Varsya Kencana. Ayahmu menambahkan nama Kencana padamu agar selalu ingat tentang kutukan yang diberikan Kencana Ayu Wangi, mantannya kepadanya. Jadi aku mohon, bangunlah puteri Ernest. Bangun dan marahi aku!"

"ARGHHHH..." Kencana berteriak kencang saat dirinya merasakan tubuhnya tak berada dalam kendalinya lagi. "AKU AKAN MEMBALAS KALIAN SEMUAAAA!" teriaknya sebelum akhirnya tubuh mungil itu terkulai dalam dekapan Dana.

"Syukurlah..." ucap Dana yang ikut terhuyung ke belakang. Tenaganya sudah terkuras habis. Pandangannya kabur, bahkan ia sempat berhalusinasi, Sasya tersenyum padanya sebelum akhirnya pandangannya menghitam.

"Dana anjing!" ucap Abi bergegas menghampiri mereka dan menangkap tubuh lelaki itu bersamaan dengan tubuh Sasya yang ada didekapannya.

"Kita harus segera meninggalkan tempat ini," ucap Dita. Gani memapahnya yang hampir tidak bisa berdiri. Sementara Lingga, lelaki itu membopong tubuh Sasya untuk membawanya kembali. Dan Abi, membopong tubuh Dana yang tak sadarkan diri.

"Bertahanlah..."

Kedua anak buah Abisatya, membawa mereka keluar dari area penuh bau anyir itu ke rumah sakit terdekat. Nafas Vanesha sudah mulai menipis dan kedua sejoli itu nampak tak baik-baik saja dengan seluruh luka yang mereka dapat.

Sesampainya dirumah sakit, Lingga, Abi, dan Mega meletakkan tubuh Sasya, Dana dan Vanesha ke ranjang pasien. Membawa tubuh mereka ke IGD untuk segera diberi tindakan. Sementara dua calon pasutri, Gani dan Dita mengurus administrasi rumah sakit. Tak lupa mereka memberikan kabar pada para orang tua sahabat mereka agar tak khawatir jika anaknya belum pulang selepas magrib.

Di ruang tunggu, air mata Mega mulai meluncur deras melihat ketiga temannya tak sadarkan diri. Lingga sebagai kakak kembaran yang baik, langsung mendekap tubuh adiknya dan mengelus punggung gadis sipit itu agar tenang.

Abi nampak tenang menunggu semuanya. Bahkan pria itu masih sempat memasang muka datar dalam kondisi saat ini.

"Semuanya sudah beres?" tanya Abi melihat kedatangan dua sejoli, Gani dan Dita. Mereka mengangguk. "Semuanya beres. Tenang saja," ucap Gani membawa beberapa kertas nota hasil administrasi. "Om William, Tante Fani, Bang Juna dan kakak Vanesha juga udah kami hubungi," tambah Dita.

"Baguslah..." ucap Abi menggeser dirinya agar Gani dan Dita bisa duduk.

"Sudahlah Mega. Mereka akan baik-baik saja," ucap Dita ikut menenangkan Mega yang masih menangis dalam pelukan Lingga.

2 jam berlalu, tapi dokter yang memeriksa mereka tak kunjung keluar untuk memberikan kabar. Bahkan Om William dan Om Danis sudah berada disana menunggu anak-anaknya sadar. Bahkan kedua om-om yang baru bertemu itu ternyata saling kenal dan merupakan teman lama.

CEKLEK

Dokter yang menangani teman-teman mereka akhirnya keluar dengan sebuah senyuman. "Teman-teman kalian tidak apa-apa. Nandana hanya pingsan karena syok dan semua tenaganya terkuras habis. Vanesha juga begitu. Dan untuk Varsya..." Dokter terdiam sejenak, mengambil nafas sebelum melanjutkan perkataannya.

"Pasien menolak untuk sadar. Mungkin butuh waktu untuk membuatnya pulih sepenuhnya." William tersenyum kecut mendengarnya. Pasti anaknya sedang berjuang melawan kutukan Kencana dalam dirinya.

"Sekarang pasien akan dipindahkan ke satu ruangan di Gedung Lima untuk mendapatkan perawatan. Dan setelah semuanya pulih kembali, mereka boleh pulang dalam 3 hari." Mereka mengangguk. Om William dan Danis mewakili para remaja untuk berterima kasih pada sang dokter.

"Om, apa mereka akan baik-baik saja?" tanya Dita. Om William mengangguk, "Mereka pasti akan baik-baik saja. Jangan khawatir ya," jawabnya dengan senyuman.

"Baiklah baiklah, sekarang yang kita perlukan ada mengisi tenaga, ayo anak-anak kita ke rumah makan terdekat untuk mengisi tenaga kalian yang hampir terkuras habis," ucap Danis membawa keempat remaja itu bersama mereka.

William hanya bisa tersenyum melihat tubuh sang puteri didorong melewatinya. "Kuat-kuat puteri kecil ayah," ucapnya melihat kepergian sang puteri ke Gedung 5 untuk mendapatkan perawatan. Ia kemudian menyusul Danis untuk makan bersama.


- to be continued

BERANDAL KESAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang