Bab 18 : Hubungan Apa?

38 4 0
                                    

Sepulang sekolah Dana dibawa oleh duo julid, Gani dan Lingga ke atap sekolah untuk diceramahi habis-habisan karena hukuman yang mereka terima. Bahkan lelaki berkulit tan itu sempat memukul kepala Dana tiga kali saking kesalnya. Sementara lelaki julid hanya tertawa melihat dirinya tersiksa. Dana yang merasa tidak bersalah hanya mengernyit, memandang bodoh dua sahabatnya.

"Lo gak papa?" tanya Abi yang duduk bersebelahan dengannya. Kali ini Dana memutuskan untuk mampir ke lapangan basket karena tawaran Abi. Pria pendiam itu tahu Dana sedang stress dan butuh pelampiasan juga Abi tahu benar sebenarnya pria yang duduk disebelahnya ini jago bermain basket.

"Gue gak papa hah hah..." Dana kelelahan setelah bertanding satu lawan satu melawan lelaki yang lebih tinggi darinya itu. Ototnya menjadi kaku karena sudah lama tidak bermain olahraga ini.

"Lo... Ada hubungan apa sama si kilat?" tanya Abi setelahnya. Ia lebih suka menyebut Varsya Kencana dengan sebutan kilat karena di arena balap, motor perempuan itu melaju lebih cepat daripada matanya.

"Hah... Hubungan gue sama dia rumit bi. Kalau dibilang pacar ya bukan tapi kalau dibilang temen juga bukan. Tapi hubungan gue sama dia sama-sama memberikan benefit sih..." ucap Dana yang bingung menjelaskan seperti apa hubungan diantaranya dan perempuan berandal itu.

Abi mengernyitkan dahinya. Hubungan yang memberikan benefit? "Maksud lo FWB? Friends With Benefit?" tanya Abi memikirkan hubungan yang memungkinkan diantara mereka. "Lo udah ngapain aja sama dia?" tanya Abi lagi karena setahu dia, FWB cuma buat pelampiasan nafsu satu sama lain.

"Gak sampai situ juga anjing! Gue sama dia ya... Gimana ya gue mau jujur tapi takut lo nanti syok dengernya. Apalagi kalau yang denger Gani kalau nggak Lingga, bisa gempar satu sekolah," jelas Dana mengulum bibir bawahnya, ragu.

"Cerita aja."

Dana pun menyerah. "Dia sugar mommy gue. Gue butuh dia buat ngelunasin biaya rumah sakit ibu gue waktu dirawat sebelum meninggal," ucap Dana yang akhirnya jujur dengan salah satu temannya.

Abi mengangguk membuat Dana heran. "Lo kok santai banget gitu! Jangan-jangan lo juga punya sugar mommy kayak gue?!" ceplos Dana yang tidak terima dengan balasan yang ia dapat.

"Bodoh! Ya nggak lah!" bantah Abi. "Tapi gue punya sugar baby yang bisa gue panggil kapanpun gue butuh..." lanjut Abi menyunggingkan senyuman miring membuat Dana bergidik ngeri melihatnya.

"Lo serem jancok! Btw gue gak nyangka lo punya sugar baby. Kalau lo gak cerita lo itu raja balap, gue gak bakal percaya perkataan lo barusan," ucap Dana yang masih mengatur raut wajahnya. Tak tahu lagi harus berekspresi seperti apa.

"Saran gue lo coba tegesin lagi hubungan lo sama Sasya. Takutnya dia makin dalem jatuh cinta sama lo, sedangkan lo sendiri sukanya sama anak kelas kita yang China itu, Lauren?" ucap Abi yang mengamati segalanya.

"Lo tau? Syukur deh sekarang setidaknya gue bisa cerita sama lo kalau gue lagi susah. Gue gak perlu takut lagi tertekan sendirian. Makasih ya Abi..." Dana tersenyum manis. "Ayo pulang, udah mulai gelap." Mengajak Abi untuk pulang bersama.

Sesampainya dirumah, Dana disambut oleh tatapan bengis dari kakaknya yang sudah menunggunya dari tadi. Sebelum kakaknya siap melontarkan kata-kata cacian dan makian, Dana buru-buru melangkahkan kakinya dan menutup kedua telinganya ke kamar.

"Lo gak pulang bareng Sasya hari ini?" tanya Arjuna mencekal tangan adiknya yang ingin kabur begitu saja. Sia-sia nanti amarah yang sudah ia kumpulkan sedari pagi.

Dana menggeleng. "Engga? Emangnya kenapa?" tanya Dana penasaran. Bagaimana kakaknya tahu kalau dirinya tidak pulang bersama Sasya hari ini.

"Tadi ibunya telpon, katanya Sasya belum pulang sampai sekarang. Temen-temennya juga bilang gak tau dimana Sasya. Lo bilang gak pulang bareng Sasya?! Terus kemana?!" tanya Juna yang masih diselimuti emosi.

Dana terdiam. "Seminggu ini gue udah gak pulang bareng Sasya bang. Dia biasanya dijemput bestie-nya, si Mega kalau gak Dita. Te... Terus kalau temen-temennya aja gak tau..." Saat Dana ingin melanjutkan kalimatnya, ponselnya berdering. Mendapatkan panggilan spam dari Abi. Dana langsung mengangkatnya dan...

"Halo Na, si kilat kecelakaan..."


**********


Disepanjang jalan, Dana tak berhenti mengumpat. Motor Vario miliknya melaju dengan kecepatan diatas rata-rata membelah jalanan. Walaupun ramai, Dana dengan gesit bisa melalui kendaraan lain yang ada didepannya. Fokusnya hanya satu yaitu Sasya.

Setibanya dirumah sakit, Abi sudah menunggunya di lobby. Sahabatnya itu menunjukkan jalan ke tempat Sasya melakukan operasi. Lampu berwarna merah sudah menyala sejak dua jam lalu, sejak itu juga operasi masih berlangsung.

Disana Dana tak sendiri, ia juga bisa melihat ketiga sahabat Sasya yang lain. Dita dan Mega menatap Dana dengan tak bersahabat. Sementara Vanesha menangis tersedu-sedu sambil menunggu operasi sahabatnya. Mereka hanya berharap Sasya Selamat dari kecelakaan beruntun itu.

"Bagaimana bisa..." Dana yang ingin bertanya mengurungkan niatnya saat seorang dokter keluar dari ruang operasi menghampiri mereka.

"Kalian temannya pasien?" tanya sang dokter. Kelima orang yang ada disana mengangguk cepat. Penasaran apa yang terjadi pada temannya. "Dia kehilangan banyak darah dan darahnya sangat langka. Jika kalian ada yang mempunyai golongan darah yang sama..."

Belum selesai berbicara, dokter sudah dipotong oleh kemunculan seorang selebriti dengan kacamata hitam bertengger di hidungnya. "Tolong gunakan darah saya. Darah saya sama dengan dia..." ucapnya menyodorkan dirinya untuk menolong Sasya.

"Dia ibunya Sasya..." ucap Dana yang melihat dengan jelas tanda tanya besar tentang identitas selebriti tersebut. Mereka berempat pun mengangguk paham. Meskipun Dita sudah berteman lama dengan Sasya tapi baru kali ini ia melihat sosok ibu yang dibenci Sasya tepat di depan matanya.

"Kami kembali!" Kedatangan Lingga dan Gani membuat air mata Vanesha berhenti mengalir. Gadis pendiam itu tiba-tiba saja memeluk tubuh kakak kembar Mega erat. Untung saja Lingga tidak terhuyung ke belakang karena serangan mendadak itu.

"Nih... Kalian makan juga," ucap Gani menyodorkan dua buah burger dan cola untuk Abi dan Dana yang melamun. Dana tersenyum dalam diam, ternyata duo julid itu masih peduli padanya walaupun mereka marah. Dana dan Abi pun menerimanya dan memakannya selagi hangat.

"Thanks," ucap Dana tersenyum tipis. Saking tipisnya tidak ada yang bisa melihatnya.

Sementara temannya yang lain makan, Lingga kini sibuk menetralkan jantungnya yang berdegup kencang karena pujaan hatinya memeluknya kini. Sungguh banyak kejutan bagi seorang Gentala Lingga hari ini. 


- to be continued

BERANDAL KESAYANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang