Di tengah hamparan perkebunan yang lebat, sebuah jalan bebatuan membelah deretan tanaman yang rimbun. Jalan itu sempit dan berliku, terhubung dengan Kota Tanpa Hukum yang terlihat samar-samar di kejauhan.
Luviana melangkah di jalan tersebut seorang diri. Wajahnya tampak gelisah dan dipenuhi kecemasan. Pakaian yang dikenakannya sederhana namun elegan, dengan gaun berwarna biru langit yang melambai lembut di angin. Rambut kuning cerahnya mengalir bebas berkilauan seperti emas di bawah sinar matahari.
Di setiap langkah kakinya yang teratur, wajah Luviana terlihat cemas seraya menatap jalan bebatuan. Genggaman pedang di tangan kanannya tampak layu, seolah tidak memiliki tenaga yang cukup.
Kegelisahan yang mendalam menggelayuti pikiran Luviana. Tubuhnya merasa merinding bagai ditiup angin yang lembut. Hatinya merasa tidak tenang seperti ada sesuatu yang mengganggunya.
"Aneh sekali, kenapa dari tadi aku sangat merasa gelisah," gumam Luviana sendirian seraya mengusap bahu. "Saat aku dikejar mereka, aku tidak merasa gelisah seperti ini. Apa yang terjadi?"
Luviana bergumam dengan suara yang pelan. Pikirannya bekerja untuk mencari tahu penyebab rasa gelisah yang dia rasakan saat ini.
Dia memang sempat merasa kegelisah saat melarikan diri dari kerajaan-kerajaan yang berusaha menangkapnya. Namun, kegelisahan yang dia rasakan saat ini terasa begitu kuat, berbeda dari sebelumnya.
Ketika Luviana sedang melamun memikirkan hal itu, tiba-tiba dia dikejutkan oleh suara perempuan yang merengek dari kejauhan. Bola mata Luviana segera beralih ke arah sumber suara itu, dan menemukan dua sosok perempuan sedang melangkah ke arah berlawanan dengannya.
Di mata Luviana, dua wanita yang berada cukup jauh di depannya itu tampak seperti adik kakak yang tengah bertengkar. Sang adik, dengan ekspresi sebal terus mendesak dan berbicara dengan nada yang tidak sabar. Sementara sang kakak tampak tenang dan acuh tak acuh, melangkah dengan kedua mata terpejam. Luviana menduga bahwa mungkin sang kakak tampak buta, mengingat kedua matanya tidak terbuka.
Namun, di balik kedua wanita yang dianggap seperti adik dan kakak itu, sebenarnya mereka adalah Nameless dan Violatte. Mereka melangkah dengan tenang seolah tidak menyadari keberadaan Luviana.
"Kamu itu kenapa sih? Udah bener tadi ikutin mereka ke gunung breg...breg... apalah itu. Kenapa malah balik lagi?" ketus Violatte di kejauhan dengan nada kesal.
Sementara Nameless yang ada di sisinya, dia terlihat begitu tenang seolah tidak memerdulikan pertanyaan Violatte. Langkahnya begitu teratur, wajahnya memandang ke arah depan, meskipun kedua matanya terpejam.
Setelah beberapa saat tidak ada respon dari Nameless, Violatte kembali mengeluh dengan tubuh sedikit membungkuk lesu. "Ayolaa... aku pegal. Kenapa kita harus jalan kaki lagi kaya gini? Emangnya kamu tau jalan?"
Langkah yang teratur membawa kedua iblis ini hampir mendekati Luviana yang sedang berjalan ke arah berlawan. Hingga beberapa langkah kemudian, Nameless dan Violatte berpas-pasan dengan Luviana.
Awalnya, keduanya tampak biasa saja, seolah mereka tidak peduli dengan keberadaan orang lain di sekitar mereka. Namun, saat mereka telah saling melewati satu sama lain, Nameless tiba-tiba menghentikan langkahnya dengan gerakan yang tegas. Violatte yang terkejut dengan tindakan mendadak itu, memandang Nameless dengan tatapan penuh keheranan.
Nameless terdiam tak bergeming beberapa saat. Lalu, tanpa mengubah ekspresi wajahnya, dia bersuara untuk pertama kalinya dengan nada yang tenang. "Hei, nona muda."
Violatte tampak bingung sejenak, menatap Nameless dengan mata terbelalak, seolah tidak yakin dengan apa yang sedang terjadi. Lalu, Violatte segera memandang ke arah Luviana yang ada di belakangnya, dan tanpa diduga, dia menemukan wanita itu terlihat terkejut dengan panggilan Nameless.
KAMU SEDANG MEMBACA
World Destruction I : Initium Viae
FantasyAlam semesta adalah panggung sandiwara dari segala penciptaan. Segala sesuatunya saling terhubung membentuk sebuah harmoni yang seimbang. Namun, seiring berjalannya waktu, realitas terus terjatuh ke dalam simfoni yang salah. Para Dimensional Being...