Halo! Selamat pagi, siang, sore, malam untuk kalian yang membaca tulisan ini. Seperti yang ada di judul, halaman ini bukan lanjutan cerita, tapi hanya sekadar curhatan saya (lagi kehabisan ide euy wkwkwk)
Engga masalah kok kalau kalian mau melewati halaman ini. Saya cuma mau sedikit curhat aja tentang novel ini.
Mau curhat sedikit. Sebenarnya, dalam novel ini, saya berusaha menciptakan nuansa yang bebas, di mana saya memberikan kebebasan kepada kalian untuk menilai setiap karakter dan tindakan mereka sesuai sudut pandang kalian masing-masing. Baik dan jahatnya seseorang dalam cerita ini tidak bersifat objektif, melainkan lebih bersifat relatif—tergantung bagaimana kalian melihatnya.
Sejauh cerita ini dibuat, kita mungkin punya pandangan bahwa Dewa Dewi seolah memiliki niat jahat, karena menciptakan sebuah permainan pada takdir makhluk kecil. Di sisi lain, kita juga mungkin berpikir bahwa Eliza, sebagai karakter utama juga sama jahatnya, karena tidak peduli terhadap nyawa makhluk lain.
Namun, apakah yang tampak di permukaan, adalah suatu kebenaran?
Pandangan saya terhadap dunia ini, kehidupan asli kita, bahwa sesuatu yang buruk di depan mata tidak selamanya bernilai buruk. Begitu juga dengan kebaikan, apa yang kita anggap baik, seringkali memiliki keburukan di dalamnya.
Saya suka sekali dengan sepatah kata dalam filsafat, yang mengatakan bahwa tidak ada makna inheren dalam nilai-nilai objektif. Jujur, saya memang selalu mengikuti cara pandang ini, tetapi saya juga masih memiliki batas tertentu. Tidak semua nilai objektif saya tinggalkan, termasuk nilai agama dan peraturan negara.
Saya hanya ingin mengajak kalian untuk melihat setiap cara kerja dunia ini (kehidupan asli kita) dengan berbagai sudut pandang. Dunia ini memang kejam, seringkali kita sulit membedakan mana kebaikan dan keburukan, karena apa yang tampak di permukaan, terkadang sesuatu yang di baliknya justru berlawanan.
Ah, maaf, apa kalimat saya sulit di pahami? Hehe, maaf. Saya kurang bisa mengutarakan isi hati. Bahkan, novel saya pun penyampaian ceritanya terlalu bertele-tele, bukan? Saya malu mengakuinya, tapi saya harap kalian mau membimbing saya agar mampu menciptakan cerita yang memuaskan.
Hmm, bagaimana kalau saya beri contoh kecilnya? Mungkin lebih baik begitu.
Contoh kecilnya terhadap tidak ada makna inheren dalam nilai objektifitas adalah seseorang yang memiliki penampilan menyeramkan, seringkali dihakimi oleh orang-orang, seolah mereka adalah manusia buruk, penjahat, dan sebagainya.
Baik pria bertatto, pengamen jalanan bergaya punk, terkadang sebagian besar orang relatif menjauhi mereka karena menganggap mereka buruk. Namun, apakah penampilan seseorang adalah penentu baik-buruknya orang itu?
Tentu tidak. Pria berpenampilan rapi dengan jas berdasi pun juga bisa menyimpan niat jahat di balik penampilannya yang elegan. Sering kali, mereka bersembunyi di balik citra profesional dan berpendidikan, melakukan tindakan korupsi yang merugikan banyak orang. Penampilan luar sering kali menipu; mereka bisa terlihat sopan dan terhormat, tetapi tindakan mereka bisa menghancurkan kehidupan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
World Destruction I : Initium Viae
FantasyAlam semesta adalah panggung sandiwara dari segala penciptaan. Segala sesuatunya saling terhubung membentuk sebuah harmoni yang seimbang. Namun, seiring berjalannya waktu, realitas terus terjatuh ke dalam simfoni yang salah. Para Dimensional Being...