Bola mata biru Luviana menatap langit yang memancarkan warna jingga, besandar di sebuah batu di puncak bukit hijau. Rambut blonde-nya terombang-ambing oleh hembusan angin yang lembut, menari-nari seiring dengan pesona matahari yang perlahan tenggelam. Dia tengah menenangkan diri dari situasi yang sebelumnya membuat dirinya merasa hampa.
Kemarin, setelah dia berhasil meraih kemenangan dalam pertempuran, rupanya kemenangan tersebut tidak disambut hangat oleh seluruh Kerajaan Brigham. Bahkan, mereka justru menyalahkan Luviana dan menganggap Luviana sebagai orang sesat.
Siang harinya ketika pertempuran itu selesai, Luviana berserta para bangsawan lainnya berdiri di hadapan sang raja di dalam kastil Brigham untuk menceritakan kemenangan yang berhasil dia raih.
Namun, bukannya kabar kemenangan ini membawa kebahagiaan bagi seluruh rakyat Brigham, kabar ini justru membuat mereka seolah tampak kecewa dan langsung menghakimi Luviana yang dianggap telah melakukan kesesatan.
Luviana merasa tak punya pilihan selain berkata jujur terkait adanya campur tangan iblis yang membantunya meraih kemenangan. Meskipun kemenangan itu berhasil diraih, namun mereka menganggap bahwa Luviana seolah meminta bantuan iblis untuk memenangkan pertempuran tersebut.
Di Kerajaan Brigham, taat ajaran Dewi Calestia adalah prinsip yang dijunjung tinggi. Mereka senantiasa menyembah dan berdoa pada sosok yang mereka anggap sebagai Ilahi. Kerajaan ini tidak menoleransi siapapun dan apapun bagi mereka yang berhubungan dengan iblis atau vampir.
Kerajaan Brigham merupakan bagian dari aliansi 5 negara suci yang menentang keberadaan iblis dan vampir. Mereka bersatu dalam ajaran salah satu Dewi Calestia. Setiap tahunnya, seluruh anggota aliansi ini saling mengirimkan pasukan untuk mempersempit wilayah kekuasaan ras iblis di dunia ini.
Setelah melewati perdebatan panjang antara bangsawan pendukung Luviana, bangsawan faksi lain, serta para pemuka agama yang ikut hadir, pada akhirnya sang raja memutuskan bahwa langkah penebusan dosa yang paling layak adalah mengasingkan Luviana dari kerajaan.
Keputusan atas hukuman yang diberikan pada Luviana tidak hanya mengikuti hukum yang ada di negara ini, tetapi juga menghindari potensi konflik internal yang lebih besar.
Meskipun bagi banyak orang hukuman ini terasa terlalu ringan untuk seseorang yang telah melalukan kesesatan, namun di mata Raja Brigham, pertimbangan atas prestasi Luviana yang telah menyelamatkan kerajaan ini, serta pengakuan akan kebaikannya yang berguna bagi kerajaan, menjadi penentu untuk mengurangi bobot hukuman tersebut.
Dengan berat hati, Luviana segera pergi dari Kerajaan Brigham sampai sang raja mencabut hukuman ini. Walaupun Luviana sedari awal mengerti bahwa hasil akhir dari keputusannya – bersukutu dengan iblis – akan seperti ini, namun ada sedikit rasa kecewa dan hampa di dalam benaknya.
Meski begitu, Luviana mencoba meyakini dirinya sendiri. Walaupun keputusan yang dia ambil adalah sebuah dosa besar, tapi setidaknya dia berhasil menyelamatkan Kerajaan Brigham dari kehancuran, dan melindungi rakyat yang dia cintai.
Di tengah perasaan campur aduknya mengingat sebuah hukuman yang sedang dia jalani, Luviana tiba-tiba saja teringat kembali sosok iblis yang membantu Kerajaan Brigham kala itu. Luviana menaruh tangan kanannya di atas dahi sembari mengingat ucapan iblis tersebut.
Saat itu, setelah iblis misterius itu datang dan menciptakan fenomena dahsyat yang sulit digambarkan oleh manusia seperti mereka, iblis cantik itu kemudian menghampiri Luviana dengan ekspresi dingin, tidak pernah ada senyuman yang terlintas dari bibir iblis itu.
Di dalam tenda hanya Luviana yang masih berdiri tegak, walaupun sebenarnya dia memaksakan diri untuk tetap tenang di hadapan iblis berkekuatan mengerikan. Bangsawan dan kesatria lainnya tak kuasa menahan rasa takut setelah menyaksikan pertujukan dahsyat dari kekuatan sihir yang luar biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
World Destruction I : Initium Viae
FantasyAlam semesta adalah panggung sandiwara dari segala penciptaan. Segala sesuatunya saling terhubung membentuk sebuah harmoni yang seimbang. Namun, seiring berjalannya waktu, realitas terus terjatuh ke dalam simfoni yang salah. Para Dimensional Being...