Saat ini, kembali pada alur utama cerita, Naomi masih menceritakan kisah masa lalu Eliza dengan ceria. Di hadapannya, Nameless mendengarkan penuh seksama. Wajahnya terus menatap Naomi seolah tak ingin melewatkan satu pun kata.
"Keesokan harinya mereka mulai menjelajahi dunia ini, bersama-sama~" Naomi berkata dengan gaya jenaka di tengah ceritanya. Kemudian, dia sedikit terkejut melihat hari telah berganti malam. "Ah, udah malam! Engga kerasa ya, haha."
Sementara itu, Nameless yang masih merasa penasaran dengan kisah masa lalu Eliza di dunia ini, mengerutkan dahi dengan wajah sebal.
"Lanjutkan," tegas Nameless, suaranya begitu tegas seolah dia tidak menerima alasan apa pun untuk Naomi tidak melanjutkan kisah masa lalu Eliza.
Siapa pun pasti merasa kecewa jika kisah yang dinantikan tiba-tiba berhenti di tengah jalan tanpa alasan yang jelas. Begitu pula dengan Nameless. Pikirannya dipenuhi rasa penasaran, menanti kelanjutan cerita yang disampaikan Naomi. Apalagi, kisah itu belum mencapai puncaknya.
Bahkan, hal-hal yang mungkin bisa menjadi petunjuk Eliza dalam menyelesaikan tugasnya di dunia ini—mencari Kunci Gerbang Ilahi, dan menyatukan seluruh makhluk—belum dapat Nameless temukan dari kisah itu. Setiap detail yang belum terungkap, setiap bagian yang masih tersembunyi, membuat Nameless merasa ada sesuatu yang penting yang belum dia pahami.
Namun, Naomi justru hanya tertawa kecil, seolah tidak peduli dengan rasa penasaran Nameless. Dia bangkit berdiri dan menatap aktifitas penduduk dari balik jendela.
"Yah, sebenarnya aku mau aja lanjut menceritakan kisah itu, tapi... "kisah ini" nantinya akan sangat panjang." Naomi menghela napas pendek, lalu menatap Nameless kembali. "Setidaknya, dari kisah singkat itu kuharap kamu mengerti suatu hal."
Sejenak, tidak ada respons apa pun dari Nameless. Dia tenggelam dalam pikirannya, mencerna setiap detail dalam kisah masa lalu Eliza yang diceritakan oleh Naomi. Banyak hal yang membuatnya terkejut—terutama bagaimana Eliza yang diceritakan Naomi sangat berbeda dari Eliza yang dia kenal saat ini.
Eliza yang digambarkan Naomi adalah seseorang yang peduli, lembut, bahkan seolah-olah benci terhadap kehancuran. Sementara Eliza yang dikenal Nameless sekarang adalah Ratu Kehancuran, sosok yang dingin dan tanpa belas kasih, seakan segala bentuk kehancuran justru menjadi bagian dari dirinya.
Pada awalnya, Nameless merasa skeptis, tidak percaya dengan cerita itu. Bagaimana mungkin Eliza yang kini membawa kekuatan destruktif besar pernah menjadi seseorang yang peduli pada kehidupan dan kesejahteraan makhluk lain? Dia sempat menentang Naomi, hampir meyakini bahwa cerita itu bukanlah tentang Eliza yang dia kenal.
Namun, ketika Nameless mengingat kembali sikap Jelena dan Leonardo saat pertama kali mereka bertemu dengan Eliza, perlahan dia mulai merasa ragu pada keraguannya sendiri. Ada sesuatu yang aneh dari cara mereka memandang Eliza—bukan sekadar rasa hormat pada sosok yang kuat, melainkan semacam rasa iba, bahkan nostalgia. Seakan-akan mereka pernah mengenal Eliza yang berbeda dari sosok Ratu Kehancuran yang dia ketahui sekarang.
Sementara Nameless masih merenung tak bergeming, Naomi bersuara memecah keheningan. "Kamu mungkin pernah merasa penasaran dengan kehadiran Eliza yang biasanya begitu megah, kini terlihat ada yang berbeda. Seolah-olah, dia sedang bersembunyi atau berusaha kabur dari kenyataan."
Naomi melangkah, dan duduk kembali di kursinya. "Di balik itu semua, ada satu alasan khusus yang membuat dia terlihat naif, walaupun sebenarnya dia sudah tahu apa yang harus dia lakukan dalam menyelesaikan tugasnya di dunia ini."
Mendengar hal itu, Nameless seketika bereaksi terkejut. Jantungnya berdebar lebih cepat, seakan dia melewatkan suatu petunjuk tanpa dia sadari. "Tunggu, apa kamu bercanda? Kalau beliau sudah menemukan cara untuk mengatasi masalah ini, mengapa beliau tidak melakukannya? Beliau justru bersikap seolah tidak tahu apa-apa dari semua itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
World Destruction I : Initium Viae
FantasiAlam semesta adalah panggung sandiwara dari segala penciptaan. Segala sesuatunya saling terhubung membentuk sebuah harmoni yang seimbang. Namun, seiring berjalannya waktu, realitas terus terjatuh ke dalam simfoni yang salah. Para Dimensional Being...