23. Ibu Kota Kekaisaran Lazion

8 6 1
                                    

Di depan pintu kastil Kekaisaran Lazion, daun pintu megah yang terukir rumit terbuka lebar, memperlihatkan hamparan karpet merah yang terbentang panjang menuju halaman luar.

Di kedua sisi karpet tersebut, terdapat sejumlah deretan pelayan berbaris rapi, membungkuk dengan penuh hormat saat Leonardo dan Eliza berjalan dengan tenang di atas karpet merah untuk keluar dari dalam kastil.

Saat keduanya mencapai pintu kastil, beberapa kesatria berzirah lengkap yang berjaga di pintu ikut menyambut mereka, menghentakan tombak sambil berdiri dengan sikap sempurna.

Eliza berhenti sejenak di ujung karpet, sementara Leonardo ikut menghentikan langkahnya dan berdiri di samping Eliza. Keduanya saling terdiam beberapa saat sampai Eliza mulai membuka suara.

"Dari mana kau tahu aku sedang berada di dunia ini?" tanya Eliza dengan ciri khasnya yang berekspresi datar. Dia merasa penasaran terhadap Leonardo yang tiba-tiba datang di hadapannya seolah mengetahui kedatangannya.

"Kebetulan... anggap saja seperti itu," jawab Leonardo sembarangan dengan suara santai.

Lantas, Eliza tiba-tiba mengernyit, seolah mencurigai jawaban yang diberikan Leonardo. "Katakan," tegas Eliza sambil melirik tajam ke arahnya.

Sejenak, Leonardo menghela nafas sebelum kembali menjawab. "Nona Eliza, Anda benar-benar sudah berubah, ya. Baiklah, baiklah, biar saya jawab. Saya mendapatkan informasi keberadaan Anda dari seorang penulis terkenal yang tinggal di kekasiaran."

"Penulis?"

Leonardo mengangguk sambil melanjutkan. "Ya, penulis. Dia sangat terkenal di dunia ini karena kisah-kisah yang dia tulis. Selain itu, dia juga dikenal sebagai si Maha Tahu karena memiliki pengetahuan yang luar biasa."

Ada sedikit reaksi curiga yang kembali melintas di wajah Eliza. Tatapannya menajam, seiring dengan pikirannya yang mulai menilai jawaban Leonardo sebagai sekadar bualan. Bagaimana mungkin seorang penulis biasa bisa mengetahui keberadaan dirinya di dunia ini? Padahal, selama Eliza berada di dunia ini, dia selalu menutupi eksistensinya dengan sangat hati-hati.

"Jangan bercanda," sangkal Eliza dengan suara datar namun sedikit terdengar adanya emosi.

Leonardo tersenyum tipis, seolah telah menebak Eliza tidak mungkin percaya begitu saja dengan pengakuannya. "Saya tidak sedang bercanda. Seperti yang saya katakan sebelumnya, dia juga dikenal sebagai si Maha Tahu. Bahkan, saya semakin menguasai sihir ruang dan waktu berkat dia."

Dalam beberapa saat, kedua bola mata mereka saling terpaku satu sama lain. Eliza terus menatap bola mata Leonardo secara langsung, seolah sedang mencari tanda-tanda kebohongan pria tampan itu.

Namun, Leonardo justru seolah meladeninya. Dia tidak segera mundur, malah memberikan tatapan yang mencerminkan dirinya tidak sedang membual.

Pada akhirnya, Eliza menghela nafas dalam-dalam. Tampaknya dia mulai mencoba memercayai Leonardo meskipun ucapannya masih terasa janggal di kepala Eliza.

"Di mana dia sekarang?" tanya Eliza yang mulai merasa tertarik dengan sosok penulis itu.

Leonardo mengangkat bahu dengan sedikit menggelengkan kepala. "Sifat nyentriknya membuat dia selalu sulit ditebak. Tapi, jika Anda benar-benar ingin bertemu dengannya, mungkin Anda bisa mencarinya di taman ibu kota. Kalau beruntung, Anda bisa menemukan dia di sana."

Eliza terdiam beberapa saat. Wajahnya yang selalu tanpa ekspresi mulai menunjukan reaksi yang menonjol. Entah apa yang mulai dia pikirkan, tampaknya dia memiliki niat untuk mencari sosok penulis yang dibicarakan Leonardo.

World Destruction I : Initium ViaeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang