1000 tahun yang lalu, langit planet Netarule tidaklah indah seperti saat ini. Tidak ada warna biru di siang hari, tidak ada awan putih yang menghiasi, hanya ada langit merah dan awan hitam yang mewarnai langit dunia ini.
Setiap malam tiba, serpihan meteor menjadi hujan yang menghiasi kegelapan malam. Sementara di permukaan tanah, makhluk-makhluk di dunia ini ikut merayakan dengan teriakan histeris dan kematian. Kala itu, radiasi kosmik menjadi mimpi buruk yang tak pernah berakhir.
Meski beberapa spesies memiliki kemampuan yang hebat, kekuatan tersebut hanya cukup untuk memperpanjang napas mereka sedikit lebih lama—bukan untuk mengakhiri penderitaan yang kian hari semakin dalam, seolah mereka hanya menunda kehancuran yang tak terelakkan.
Di sisi lain, monster-monster yang tercipta dari radiasi kosmik kian bertambah seiring berjalannya waktu. Mereka bukanlah monster yang mudah ditaklukan, bahkan tidak memiliki akal pikiran, hanya naluri untuk menghancurkan apa pun yang ada di depan mereka.
Kejatuhan radiasi kosmik dapat dilihat oleh mata telanjang, seperti pancaran cahaya berwarna-warni—warna biru, ungu, atau hijau neo—yang bergerak dalam bentuk serpihan-serpihan energi berkilau.
Dengan kecepatan cahaya, partikel-partikel ini melewati atmosfer bagai hujan bintang, hingga menciptakan ledakan hebat saat menghantam tanah, dan membentuk suatu monster yang memiliki tinggi badan dimulai dari 1 meter, hingga 250 meter—Hydra Cosmic.
Di suatu malam yang mencekam, kobaran api melahap hutan dengan rakus, menyebarkan cahaya merah menyala di antara pepohonan yang berderak. Sementara jeritan histeris terus menggema memenuhi udara, berpadu dengan suara langkah-langkah panik manusia dan elf yang berlari tanpa arah.
Di belakang mereka, monster-monster aneh dengan tinggi badan 2 sampai 3 meter terus mengejar, dengan langkah tak bersuara namun menggetarkan tanah. Wajah monster itu tidak memiliki fitur yang jelas, hanya dua rongga gelap yang menyiratkan ketiadaan jiwa, sementara cakar-cakar panjang dan berkilat seperti pisau tajam menggantung di sisi tubuh mereka.
Seorang anak kecil yang berlari di paling belakang, tiba-tiba terjatuh tersandung akar pohon. Tubuhnya seketika bergetar, menatap cemas monster-monster kosmik yang perlahan mendekatinya, dengan cakar-cakar hitam mengarah langsung ke tubuh mungilnya.
Namun, tepat sebelum cakar makhluk itu menembus udara di depan wajahnya, sebuah kilatan ungu menyambar dengan sangat cepat, menorehkan luka mendalam di tubuh makhluk-makhluk kosmik. Hanya dalam hitungan detik, tubuh mereka seketika retak dan hancur, terurai menjadi serpihan-serpihan batu yang berjatuhan di sekitar anak itu.
Ketika suara monster-monster itu tak lagi terdengar, anak itu perlahan membuka mata. Kemudian, dia terbelalak melihat sosok wanita bergaun putih berdiri tegak di depannya.
Wanita itu sangat anggun, rambut hitam pendeknya terus melambai seiring hembusan angin. Genggaman pedang bercahaya ungu di tangan kanannya begitu kuat, sementara di tangan kirinya terdapat sebuah gelas plastik yang berisi minuman.
"Kamu tidak apa-apa?"
Suara wanita itu begitu lembut dan hangat. Dia menoleh, memperlihatkan wajah cantiknya yang dihiasi senyuman manis. Dengan langkah yang tenang, dia mendekat dan mengulurkan tangan ke anak itu.
"Siapa namamu?" tanya wanita itu, tangannya yang halus menggenggam tangan anak kecil tersebut untuk membantunya berdiri.
Anak kecil berambut hitam tersebut tidak menjawab. Tubuhnya yang gemetar perlahan bangkit berdiri, sementara bola matanya yang melebar terus tertuju pada kecantikan wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
World Destruction I : Initium Viae
FantasyAlam semesta adalah panggung sandiwara dari segala penciptaan. Segala sesuatunya saling terhubung membentuk sebuah harmoni yang seimbang. Namun, seiring berjalannya waktu, realitas terus terjatuh ke dalam simfoni yang salah. Para Dimensional Being...