Di sisi lain, gempa hebat yang mengguncang tanah dan langit semakin meluas hingga mengenai restoran milik Jelena. Rak-rak yang tersusun rapih bergetar, piring dan gelas bergemerincing, dan suara keras dari atap kayu yang berderak semakin menambah kepanikan.
Wajah Jelena memucat saat gempa semakin menggila. Sementara Jennie, yang awalnya sedang menggambar dengan tenang, kini sangat panik dengan tubuh hampir kehilangan keseimbangan.
"Jennie! Ayo cepat!" teriak Jelena dengan napas memburu, tatapannya cemas mencari anaknya saat lampu yang menjadi penerangan utama berkelap-kelip seiring guncangan.
Tanpa menunggu lama, Jennie segera mengikuti Jelena, kedua perempuan itu berlari seolah menyelamatkan nyawa mereka. Namun, di tengah kepanikan itu, Nameless justru masih duduk dengan tenang. Di balik matanya yang selalu tertutup, dia mengernyit, karena menyadari fenomena alam ini tidak asing baginya.
Nameless tahu, fenomena alam yang sedang berkecamuk ini bukanlah kejadian alami. Melainkan, ada sesuatu—atau seseorang—yang menjadi pemicu di balik semua ini.
Di tengah deru guntur yang menggelegar, Jelena berteriak setelah mengantarkan kembali anaknya keluar restoran, "Nona Nameless, ayo keluar! Aku takut atap ini tidak bertahan."
Nameless terbangun dari lamunannya, matanya tetap terpejam saat dia bangkit dari sofa. Meski terlihat tenang di luar, pikirannya sedang berkecamuk. Dia mengenal sumber bencana ini dengan baik. Ini bukan sekadar gempa bumi atau badai biasa; ini adalah ulah kekuatan Eliza. Ada sesuatu yang Eliza lakukan hingga mempengaruhi alam di sekitarnya.
Dengan langkah santai tapi tegas, Nameless menuju pintu keluar. Saat dia menuruni tangga, tepat sebelum dia benar-benar meninggalkan restoran, jari tangan kanannya bergerak perlahan, seolah menggambar sesuatu di udara.
Beberapa partikel cahaya kecil muncul di sekitar gerakan jarinya, dan sesaat kemudian, gempa yang mengguncang restoran itu tiba-tiba berhenti. Suara petir yang sebelumnya menggelegar kini lenyap, seolah terbungkam oleh kehendak tak terlihat.
Sementara Jelena yang belum sempat keluar dari restoran, dia merasa terkejut dengan perubahan mendadak itu. Dia berpikir bahwa fenomena alam telah berakhir. Sesekali Jelena menatap sekitar seolah memastikan bahwa bencana alam ini telah selesai.
Namun, tiba-tiba keheningan sesaat dalam ruangan kembali pecah saat Jennie tiba-tiba muncul membuka pintu depan. "Mama, ayo keluar! Liat di sana!" Jennie menunjuk gumpalan awam hitam yang berputar-putar di suatu tempat, dengan petir ungu yang terus menyambar di sekitar pusarannya.
Jelena tersentak hebat. Dia jelas-jelas merasa kalau bencana ini sudah mereda. Tidak ada guncangan apa pun di permukaan, dan tidak lagi terdengar petir yang menggelegar. Namun, mengapa di luar sana bencana itu masih tejadi? Apalagi dia dengan jelas melihat bangunan di depan restorannya mulai runtuh menjadi puing-puing kayu dan bebatuan.
Di tengah kebingungan Jelena, Nameless segera berkata dengan tenang, "Jangan khawatir, aku sudah menempatkan pelindung di rumah ini. Lebih baik kalian di dalam saja."
Jelena dan Jennie menatap Nameless secara bersamaan. Meski ada sedikit perubahan di eskpresi Jennie yang menggambarkan dia merasa lega dengan keamanan yang diberikan Nameless, ekspresi Jelena tetap terlihat gelisah menatap keluar dari pintu yang terbuka lebar.
"Terus bagaimana dengan Nona Eliza, dan Nona Violatte?" tanya Jelena dengan tatapan cemas. "Mereka masih ada di luar! Jujur saja... walaupun aku sudah hidup selama ribuan tahun, tapi aku merasa ada yang tidak beres dari bencana ini."
Nameless hanya menghela napas lembut. Dia sangat mengerti dengan kecemasan Jelena, malah dia merasa senang Jelena mengkhawatirkan Eliza yang padahal dia tahu bahwa Eliza bukanlah sekedar iblis biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
World Destruction I : Initium Viae
FantasyAlam semesta adalah panggung sandiwara dari segala penciptaan. Segala sesuatunya saling terhubung membentuk sebuah harmoni yang seimbang. Namun, seiring berjalannya waktu, realitas terus terjatuh ke dalam simfoni yang salah. Para Dimensional Being...