Bab 2. Kesayangan Menolak

6.5K 298 3
                                    

Buk Sarah sekali lagi berencana ingin mendatangi kediaman Farid untuk melamar salah satu anak mereka. Beliau akan melakukan nya sebentar malam setelah mengabari pemilik rumah.

Buk Reta sebagai tertuju kegirangan bukan main mendengar kesempatan berbesanan dengan keluarga Fatur Raja pemilik pusat perbelanjaan yang cabangnya ada beberapa di berbagai kota yang kini di kelola penuh oleh anaknya yah itu Trakif Fatur, akan terwujud.

Bahkan masih di jam makan siang, ibu dari Absani dan Amelia itu sibuk merapikan kediamannya, yang mana jarang ia lakukan, karena semua itu Absani si anak sulung yang selalu melakukannya. Ia bahkan meminta suaminya agar pulang lebih awal dari toko bahan campuran milik mereka.

Seiring berputarnya jarum jam, dari jam 11 siang mendapat pemberitahuan hingga kini jarum jam pada pukul 4 sore. Suami dan anaknya yah itu Amelia pulang lebih awal sesuai permintaan nya.

Mengapa hanya mereka berdua yang di minta pulang awal? Mengapa Absani tidak?

Yah karena keluarga itu lebih menyayangi anak bungsu mereka yang di bangga-banggakan karena paras cantik nya yang mudah menarik perhatian lawan jenis mampu menumpuk banyak pemberian.

"Mamah kok tumben minta kita pulang awal?" tanya Amelia yang baru saja mengangkat kaki ke atas meja ruang tamu, bertemu dengan kaki ayahnya.

"Kamu ini,!" buk Reta memukul pelan kaki anak nya yang tak sopan agar segera menurunkan kakinya itu.

"Udah intinya aja mah" gerutu Amelia

"Memang kamu belum memberi tahu anakmu?" sela pak Farid

"Ini baru mau di kasi tahu"

Pak Farid menggeleng pelan berdiri dari duduknya meninggalkan mereka ke kamar untuk membersihkan diri. Melihat suami nya telah hilang di balik pintu yang tertutup rapat, buk Reta berpindah duduk ke samping anaknya.

"Ada yang melamar kamu,.!" seru buk Reta kegirangan menangkup kedua pipi anak kesayangannya.

"Hah! Siapa?"

"Kamu tahu keluarga Fatur Raja pemilik pusat perbelanjaan?" Amelia mengangguk, tapi mimik wajahnya tampak bingung. "Istri nya itu pernah melihat mu di acara pernikahan anak om Rafa?" lagi Amelia mengangguk mulai jengah menunggu inti cerita mamahnya. "Dan beliau bilang sendiri ke mamah tertarik dengan anak kesayangan mamah,.!" lagi buk Reta menangkup gemas kedua pipi anaknya.

"Amelia gitu lho, tidak ada siapapun pria yang bisa lepas setelah menatap Amelia" sahutnya sombong berbangga diri, kemudian ia mengerjap berpikir tajam. "Tunggu, anaknya yang mana mah?"

"Anaknya buk Sarah kan cuma satu"

Amelia berdiri dari duduknya terkejut luar biasa.

"Perjaka tua itu! Mamah mau menjodohkan aku dengan pria setua pak Kif!" sahut nya lantang, dari intonasinya bisa di simpulkan ia tak setuju.

"Memang kamu sudah pernah bertemu dengan anak buk Sarah?"

"Be-belum sih, tapi semua orang bilang dia itu perjaka tua, usianya saja kalau tidak salah..." Amelia menatap lurus-lurus berpikir keras. "45! Iya 45! Aku bahkan pantas menjadi anaknya mah,! Aku tidak mau!"

Buk Reta berdiri membujuk anaknya duduk sembari mengisi telinga sang anak dengan rincian- rincian kekayaan keluarga Fatur Raja. Tapi tetap Amelia terus menolak karena perbedaan usia mereka yang jauh.

"Mah! Aku punya pacar, aku tidak mungkin meninggalkan pacar ku!" tolak Amelia keras.

"Sejak kapan kamu serius dengan satu pria!? Mamah tahu kamu tidak mungkin seserius itu!"

Amelia berdiri hendak pergi ke kamarnya, tapi sebelum itu ia berucap.. "Aku akan kabur dari rumah kalau mamah sampai terima lamaran itu!" ancamnya lalu meninggalkan sang ibu yang ketakutan juga sedih karena tak ingin kehilangan kesempatan berbesanan dengan orang terpandang.

Cklet..

Buk Reta mengedarkan pandangan melihat Absani anak sulungnya tiba.

"Mamah kenapa?" tanya Absani masih berdiri di depan pintu yang kembali ia rapat kan.

"Ambilkan minum"

Absani melepaskan sepatunya terlebih dahulu lalu ke dapur mengambilkan segelas air putih untuk ibu nya yang tiba-tiba terkena sakit kepala hebat.

Absani melihat sekeliling rumah nya yang tetap rapih dan bersih sama seperti saat ia tinggalkan. Ia memiringkan kepalanya heran dengan kerapihan yang enak di pandang mata itu, tak seperti biasanya yang selalu berantakan setiap kali ia pulang.

Ia membuang satu kendikan bahu tak mau berpikir lama, lagipula itu bagus untuk nya bisa langsung beristirahat. Ia pun naik ke lantai atas kamarnya, langsung membuang tubuh nya keatas tempat tidur, hal yang sangat jarang ia rasakan. Begitu rileks yang ia rasakan hingga ia memasuki alam mimpi.

"Mamah mau ke rumah pak Farid lagi?" tanya Trakif berdiri di depan pintu kamar ibunya yang tengah bersiap-siap.

"Iya nak, pak Gani memanaskan mobil kan di depan?"

"Iya, mamah tidak merasa panas nya hingga ke sini" canda Trakif membuat ibunya tersenyum lembut menatap wajah anaknya penuh sayang, kemudian beliau menangkup kedua pipi berjambang anaknya itu.

"Kamu harus ingat Kif, mamah melakukan ini karena mamah mau kamu bahagia nak" katanya lembut menatap wajah dewasa anak tersayangnya yang telah di hiasi guratan.

"Aku tahu mah, aku percaya, bahkan selalu percaya,. Aku hanya tidak menyangka setelah bertahun-tahun mamah terus mendesak, tiba-tiba mamah telah memiliki calon untuk ku"

"Karena kalau tunggu kamu yang mencari tidak akan pernah, kamu terlalu asik dengan dunia lajang mu sehingga kamu lupa untuk segera mencari pendamping yang bisa mengisi jiwamu. Mamah tahu kamu kuat dan bahagia dengan hidupmu sekarang, tapi kamu akan lebih bahagia dan bertambah kuat lagi jika memiliki pendamping"

Trakif terdiam bukan karena tersinggung, seorang ibu memang maha tahu keadaan anaknya. Ia pun sebenarnya sering iri pada teman-teman nya yang telah berkeluarga, di dalam hatinya yang terdalam ia pun ingin seperti itu, tapi ia sudah terlanjur kecewa yang mungkin berubah trauma pada wanita. Tapi meski begitu ia terus mencoba bangkit, tapi selalu tak tepat memilih pasangan dan berakhir ketika kesadaran nya kembali jika ia hanya di manfaatkan.

Berkali-kali ia merutuki diri setiap kali salah memilih wanita, hingga ia memutuskan untuk tak memikirkan cinta, hingga kini telah memasuki tahun ke dua ia tanpa seorang wanita, bahkan ia kini acuh pada wanita yang jelas-jelas menunjukkan ketertarikan pada nya, ia mulai gelap mata menyamakan semua wanita.

Tapi secercah harapan ia temukan tadi pagi di depan kediaman Farid, yang mampu meruntuhkan sedikit demi sedikit prasangka buruknya terhadap wanita.

"Baiklah mamah pergi yah, doa kan semoga mamah mendapatkan persetujuan dari calon mantu mamah" ujar buk Sarah kembali wajahnya bahagia hanya dengan memikirkan calon mantu pilihannya.

"Iya mah, hati-hati"

Abstrak WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang