Matahari kian membumbung tinggi menyilaukan mata sayu Absani yang tertidur di atas kursi rotan di teras depan rumahnya. Ia bangun perlahan lalu menoleh pada pintu mendengar gemerincing besi-besi bertautan. Tampaknya pintu rumah akan terbuka sebentar lagi.
Cklet..
"Kak San!" pekik Amelia mendapati kakaknya duduk di teras pagi-pagi sekali, ia mengerjap menyadari semalam kakaknya tak di dalam rumah. "Kamu menginap di luar?" tanya nya menatap curiga, Absani menjawab dengan gelengan pelan sembari melewati tubuh sang adik. "Mamah mencari mu, katanya belanja ke pasar" sahut Amelia tak peka akan keadaan sang kakak yang terlihat pucat juga lemas.
"Kamu saja yah, aku mau istirahat"
Absani meneruskan langkahnya yang gontai memasuki rumah.
"Dih! Tidak mau, di pasar pasti becek semalaman hujan"
Tak memperdulikan lagi, Absani mengarah ke lantai atas di mana kamarnya berada.
"Kamu dari mana pagi-pagi!?" pekik buk Reta, kembali langkah Absani terhenti di anak tangga pertama.
"Aku ter kunci di depan rumah mah"
"Memang kamu dari mana? Keluyuran yah pasti kamu" hardik beliau, bukannya menanyakan keadaan anaknya yang pasti kedinginan juga jadi santapan nyamuk-nyamuk.
"Tidak mah, tadi malam aku dari rumah buk Sarah membawakan tas beliau yang tertinggal di sofa"
Buk Reta mengerjap segera mendekati Absani mendengar penuturannya barusan.
"Kamu ke rumah buk Sarah?" tanyanya memastikan, Absani membalas dengan anggukkan. "Kenapa kamu tidak kasih ke mamah, biar mamah yang bawa"
"Tadinya begitu, tapi ku dengar mamah sama papah ribut di dalam kamar, makanya aku yang bawa"
Buk Reta berdecak kesal, padahal itu bisa menjadi alasannya untuk bertemu dengan buk Sarah, sembari mencoba membujuk beliau agar mengalihkan perhatiannya pada anak bungsunya, seperti apa yang ia sangka kan.
"Yah sudah kamu beres-beres! Mamah mau ke toko sama papah!"
titahnya ketus yang memang sudah menjadi sikap bawaan pada anak sulung nya."Aku mau istirahat dulu mah, aku lagi tidak enak badan"
Buk Reta justru menatap kesal anaknya yang menolak melakukan aktifitasnya setiap hari. Tanpa sepatah kata lagi beliau meninggalkan Absani ke dapur.
Tak ingin mengambil hati, Absani meneruskan langkah keatas kamarnya. Beruntung hari ini ia libur, sehingga bisa beristirahat sepuasnya.
Terlebih dahulu ia mengganti pakaiannya, lalu naik keatas tempat tidur berbaring nyaman di bawa selimut yang hangat.
Gejala demam yang makin parah Absani rasakan berbanding terbalik dengan keadaan buk Sarah yang kini telah membaik.
"Bagaimana keadaan mamah?" tanya Trakif melihat sang ibu kembali beraktivitas seperti biasa.
"Baik nak"
Kembali buk Sarah merasa bersalah jika melihat wajah ceria anaknya yang mempercayakan pilihan pendamping pada nya.
"Oh iya mah, anak pak Farid yang ingin mamah jodohkan dengan ku namanya siapa?"
Pertanyaan itu membuat buk Sarah menghela nafas gusar, berat rasanya mengatakan jika pilihannya menolak.
"Absani" jawab beliau lesu seakan kehilangan semangat. Sedangkan Trakif yang berdiri di hadapannya tersenyum lembut mengingat wajah bahkan kebaikan wanita yang baru saja ibunya sebut.
Trakif sebenarnya ingin mengatakan persetujuannya bahkan mendukung keinginan sang ibu, tapi melihat ibunya diam, ia beranggapan mungkin ibunya tak enak terus mendesak, sedangkan ia kini telah setuju bahkan menyukai pilihan ibunya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abstrak Wedding
RomanceTrakif Fatur atau yang akrab di panggil pak Kif, pria bujang pemilik pusat perbelanjaan yang masih betah melajang di usianya yang sudah menginjak 45 tahun. Sang ibu pun tak hentinya mendesak anaknya untuk segera menikah, beliau ingin segera menimang...