Kini keadaan buk Sarah telah pulih, beliau dan menantunya juga dua art lainnya kembali pulang ke rumah utama menjalani kehidupan mereka seperti biasa yang bahagia di rumah itu.
Trakif pun kini telah mengetahui alamat orang yang mendonorkan darah dan ginjal untuk Absani, dan rencananya ia dan Absani akan mendatangi kediaman orang tersebut.
"Benar ini kediamannya?" tanya Absani melihat kediaman seseorang yang Trakif katakan kediaman si pendonor. Ia tak menyangka orang yang telah menolongnya kehidupannya sangat sederhana, bahkan bisa di katakan kekurangan.
"Iya Sanyang, aku sendiri yang memastikan, aku juga mendatangi rumah sakit tempat mu di operasi dan mereka memberitahukan data-data orang itu, dan alamat nya"
Bersama mereka membuka pintu pagar dan mendekat ke rumah yang masih berlantaikan tanah.
"Anda siapa?" seru seorang ibu lansia dari belakang menghentikan tangan Trakif yang hendak mengayunkan ketukan pada daun pintu. Keduanya menoleh.
"Siang buk, saya Trakif yang kemarin berkunjung, dan ini istri saya Absani yang saya ceritakan kemarin"
Ibu lansia bernama Inari itu meletakkan seikat besar sayuran yang di bawanya, lalu mendekat kearah mereka, sebelum beliau mengulurkan tangan beliau membersihkan tangan nya terlebih dahulu menggunakan rok yang di kenakan nya.
"Maaf nak tangan ibu kotor" sahut beliau
Absani dan Trakif tersenyum, lalu menggapai tangan beliau dan menyalaminya sebagai mana mestinya pada seseorang yang lebih tua.
"Ayo nak silahkan masuk"
Mereka bergerak kedalam kediaman sederhana tersebut.
"Norma..." panggil beliau pada anaknya, seorang wanita paruh baya seusia Trakif keluar menanggapi panggilan. "Ini Absani nak" kata buk Inari, membuat mata anaknya bernama norma tersebut terbelalak lalu mata nya berkaca-kaca menatap wanita bernama Absani di hadapannya. "Buatkan minum nak" titah buk Inari
"Tidak usah buk, jangan repot-repot" sahut Absani tapi di tanggapi tak masalah oleh pemilik rumah.
"Nek.. Buk.. pak Trakif itu datang yah!?" seru tiba-tiba seorang remaja berusia 12 tahunan memasuki kediaman sederhana itu.
"Hus,! Geri, tidak sopan" tegur buk Inari pada cucunya itu, segera Geri merubah sikapnya seraya mengucapkan maaf berkali-kali.
Tak ada satupun dari nenek dan cucu itu memulai percakapan, dan hanya menatap Absani tersenyum, hingga membuat wanita yang di tatap merasa malu juga sedikit risih.
Tiba norma keluar dengan sebuah nampan berisikan tiga cangkir teh, lalu menyuguhkan pada kedua tamunya juga pada sang ibu.
"Silahkan" serunya ramah lalu duduk mengelilingi tamunya, di mana tatapan mereka tak pernah luput dari wanita istri dari Trakif Fatur itu.
"Sanyang,." Trakif membuka suara membuang keheningan. "Buk Inari ini yang telah mendonorkan ginjalnya nya padamu" terang Trakif membuat Absani menatap ibu lansia di hadapannya itu dengan pupil mata melebar. "Dan suami beliau yang mendonorkan darahnya padamu" lagi ucapan Trakif membuat mata istrinya makin terbelalak. "Dan Norma anak beliau ini yang pernah kamu tolong, dan Geri ini yang saat itu masih di dalam kandungan ibunya" lagi Absani bertambah tercengang.
"Terima kasih dek, karena pertolongan mu saya dan anak saya selamat" sahut buk Norma. "Saya dan suami saya sudah lama menikah dan kami sudah lama mendambakan seorang anak dan itu Geri, saya tidak tahu jika tanpa kamu, mungkin saya dan anak saya tidak akan selamat"
Absani kembali teringat dengan kejadian 15 tahun silam, saat ia tak sengaja melihat seorang ibu yah itu buk Norma menjadi korban jambret dua orang pelaku hingga ia di cekik, bahkan salah satu dari mereka hendak melayangkan sebuah pisau ke perut buk Norma.
KAMU SEDANG MEMBACA
Abstrak Wedding
RomanceTrakif Fatur atau yang akrab di panggil pak Kif, pria bujang pemilik pusat perbelanjaan yang masih betah melajang di usianya yang sudah menginjak 45 tahun. Sang ibu pun tak hentinya mendesak anaknya untuk segera menikah, beliau ingin segera menimang...