Bab 18. Curahan Hati Absani

5.6K 234 2
                                    

Dengan memakai lilitan handuk di tubuhnya, Absani keluar dari dalam kamar mandi dengan langkah gontai.

Dan di belakangnya, Trakif sebagai pelaku penyebab istrinya seperti itu, mengekori.

Tanpa berpakaian Absani membaringkan tubuhnya yang kelelahan ke atas tempat tidur.

"Mau pakai baju apa? Biar ku ambilkan" tanya Trakif ingin membantu istrinya setelah membuat ia seperti itu.

"Piyama saja" sahut Absani, masih suaranya lemas juga terengah-engah.

Trakif menggeledah sebuah koper berwarna hitam mencari pakaian yang Absani inginkan, lalu kembali ke tempat tidur.

"Ku bantu pakaikan yah" ujar nya Absani mengangguki, ia bangun duduk di tepian tempat tidur lalu menggerakkan kakinya saat Trakif menyelinap kan dalaman bawah ke kaki nya, lalu membantu ia memakaikan celana piyama panjang, juga membantunya memakai baju.

"Kan harus pakai bra dulu" kata Absani menolak memakai piyama itu sebelum memakai bra.

"Bukan kah perempuan seharusnya tidak memakai bra yah jika akan tidur"

Absani memicingkan mata menatap suaminya curiga yang tahu hal seperti itu. "Tahu dari mana?" tatapan curiganya makin jadi.

"Aku punya beberapa sepupu perempuan, aku pernah mendengar mereka membahas hal seperti itu"
terang Trakif jujur masih sang istri menatap tak percaya. "Kamu pikir apa hum? Ada hubungannya dengan masa lalu ku iya?" Trakif mengacak-acak rambut istrinya yang masih menatap curiga. "Aku tidak pernah melepaskan pakaian mantan-mantan ku dulu, mereka yang melepaskan pakaian mereka untuk ku" timpal nya justru membuat tatapan curiga itu berubah tajam. "Kan cuma menjelaskan,. Salah lagi, salah lagi" ia membuang tubuh nya berbaring.

"Siapa yang marah, aku cuma bermain mimik wajah" kilah Absani yang tak marah lagi setelah melihat ekspresi suaminya yang meyakinkan.

"Untuk apa?"

"Iseng saja"

"Aneh"

Trakif menarik Absani terjatuh ke atas tubuh nya, mengaitkan rambut yang menghalangi ke daun telinganya.

"Kamu kan sudah tahu masa lalu ku, Aku juga ingin tahu masa lalu mu, cerita yah"

Absani bingung masa lalu apa yang suaminya maksud, baginya tak ada yang spesial di hidup nya.

"Tidak ada yang spesial, biasa saja"

"Kamu seorang diri di rumah saat demam tinggi tanpa pengawasan ataupun perawatan itu biasa saja?"

Suara Trakif bergetar berkata hal itu, ia masih mengingat dengan jelas saat ia menemui istrinya yang saat itu masih menjadi calon, di mana keadaannya lemas memprihatinkan, bahkan keluhan yang ia katakan waktu itu masih terngiang setiap kali melihat kedua mertua nya.

"Dan saat kau membersihkan halaman rumah mu bak seorang pengurus rumah ada adikmu di sana tapi dia tidak membantumu, bahkan mamah kalian keluar memberi kan segelas minuman pada adikmu yang tidak melakukan apa-apa, sedangkan kamu saat itu berpeluh-peluh"

Pupil mata Absani melebar heran dari mana suaminya mengetahui hal tersebut.

"Aku melihat nya sendiri, aku mengawasi kediaman kalian karena aku ingin mencari tahu yang mana yang akan ku jaga dan ku bahagiakan dalam sumpah pernikahan" terang nya menjawab ekspresi keheranan di wajah Absani. "Dan aku masih ingat bagaimana mamah mu membelalakkan matanya padamu juga menunjuk-nunjuk mu saat resepsi kita usai" timpalnya, matanya berkaca-kaca.

Jika Trakif saja marah hingga sesedih itu sedangkan baru beberapa kali melihat sikap tak menyenangkan dari sang mertua, lantas bagaimana dengan istri nya yang sedari dulu di perlukan seperti itu?.

Tentu hati wanita itu bekali-kali sakit, begitupun netra nya tak terhitung berapa kali meneteskan air mata.

Absani bangun dari atas tubuh Trakif, menutup wajahnya dengan baju piyama milik nya, menyembunyikan tangisannya hingga tubuhnya terselak-selak kentara sekali ia menangis hebat.

"Katakan padaku semuanya, aku ingin tahu bagaimana dirimu" pinta Trakif mendekap tubuh terselak-selak istrinya.

Absani berbalik membalas pelukan suaminya, tangisannya makin jadi hingga bersuara benar-benar terdengar memilukan.

"Aku tidak tahu apa orang tua ku menyayangi ku,. Mereka tidak pernah menunjukkan rasa sayang mereka padaku atau sekedar tersenyum manis pada ku, tidak ada yang baik di diri ku, semua hal terbaik dan rasa sayang hanya mereka berikan pada adikku. Berkali-kali aku sadar orang tua ku tidak menyayangi ku, tapi aku bisa apa"

Untuk pertama kalinya seorang Trakif Fatur menitikkan air mata mendengar kisah seseorang, ia tak menyangka wanita yang ia nikahi di besarkan oleh luka yang di ciptakan oleh orang tuanya sendiri. Tapi ajaib nya wanita itu tumbuh menjadi pribadi yang sopan serta santun dan penuh penghargaan, yang mana tak pernah ia dapatkan dari kedua orang tuanya.

Tangan kekar yang bergetar karena marah menangkup kedua pipi wanita nya yang bersedih hebat. "Kenapa kau tidak meninggalkan mereka" ucap nya

"Mamah tidak mau aku pergi, jika ku lakukan mamah selalu meminta bakti"

"Bakti apa?"

"Selain mamah yang melahirkan ku, mamah pernah mendonorkan darahnya pada ku, kata dokter aku tidak akan bertahan jika bukan karena transfusi darah dari mamah"

"Bukan kah seorang ibu memang akan melakukan apapun untuk anaknya, bukan menganggap itu sebagai sebuah kesepakatan,. Di mana ayahmu, mengapa dia tidak menegur istri nya yang tidak berpikir bijak itu,!"

"Ayah pun sama, karena aku tidak akan bertahan jika bukan karena ginjal ayah,. Mamah mendonorkan darah nya, dan ayah mendonorkan ginjalnya"

Trakif tak tahu lagi harus berkata apa, orang tua istrinya seolah memanfaatkan anaknya sendiri, menekannya dengan kata bakti akan pengorbanan, padahal seharusnya tidak. Bukan kah orang tua akan melakukan apapun untuk anaknya, dan dari hal itu pula seorang anak akan membalas budi dengan berbakti.

Tapi tidak bagi kedua orang tua istrinya, mereka justru seakan sengaja menekan dan mengendalikan anak mereka dengan melakukan pengorbanan yang menuntut balasan dengan kata berbakti.

"Sekarang kamu istri ku. Kamu hanya akan berbakti pada ku, dan akan ku bahagia kan kamu, itu balas budi antara kita. Kau membahagiakan ku, aku akan bahagiakan mu. Kau berbakti pada ku, aku pun demikian. Kau menyayangi ku, aku akan lebih menyayangi mu. Dan jika kau berpikir untuk meninggalkan ku,. Aku tidak akan membiarkannya, kau istri ku, kau milik ku"

Absani tersenyum di sela isakan yang masih hebat menyerang. Ia sering mendengar kata janji ataupun yang seakan berjanji, tapi untuk pria yang ada di hadapan nya saat ini, tanpa pria itu berjanji ia percaya prianya itu akan membahagiakannya.

"Terima kasih kau sudah mau jujur..." lagi sahut Trakif. "Dan jangan menegur bagaimana aku bersikap pada kedua orang tuamu, karena jujur aku tidak menganggap mereka mertuaku apa lagi untuk menganggap mereka seperti orang tua ku sendiri" imbuhnya menimpali.

"Itu hak Pakyang, tapi satu yang ku minta..." Trakif siap mendengarkan. "Jangan pernah mengasari kedua orang tua ku, baik itu dengan tindakan ataupun dengan lisan. Biar bagaimanapun aku tidak akan ada di dunia ini jika tanpa mereka" ia masih memikirkan kedua orang tuanya.

"Aku tidak bisa berjanji jika mereka mengasari mu di hadapan ku bahkan meskipun hanya dengan lisan saja. Aku tidak akan membiarkan air matamu terjatuh lagi karena mereka, tidak akan"

Kata-kata itu mantap seakan berjanji, meneduhkan hati wanita nya yang tadi bersedih hebat. Kembali ia menarik Absani kedalam pelukannya, memeluk wanita nya itu erat-erat.

Abstrak WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang