Bab 51. Karma

3.8K 188 6
                                    

Absani mengisi hari-hari nya di kediaman itu bersama sang mertua, makin mendekatkan ikatan sebagai ibu dan anak antara mereka.

Sedangkan Trakif melakukan tugas nya untuk memberikan keadilan pada istrinya,. Ia mendatangi kediaman Farid bersama Feri, di mana Feri di perintahkan untuk mencari sertifikat tanah maupun surat-surat yang lainnya yang menjadi milik Absani, tak mengindahkan buk Reta dan pak Farid yang menangis memohon maaf hingga memohon agar tak di usir karena mereka sudah tak memiliki apa-apa lagi.

"Bukankah kalian memiliki anak kesayangan, minta saja sana tinggal bersama dengannya" sahut Trakif tak perduli, ia memperlihatkan sisi kejamnya.

"Amelia pun tidak tinggal di tempat yang layak, hidup nya menderita saat ini" buk Reta menangis memikirkan nasib anaknya kesayangannya itu.

"Jika saja kalian baik pada istri ku sebagai pemilik dari rumah dan usaha yang kalian kelola, kalian tidak akan seperti ini, tapi kalian tidak tahu diri dan serakah"

"Pak, ini surat-surat nya" seru Feri menemukan apa yang mereka cari, ia segera memberikan pada Trakif.

"Kemasi barang-barang kalian, dan segera angkat kaki dari sini" usir Trakif lalu pergi meninggalkan mereka yang hanya bisa menangis sesal.

Di dalam mobil yang di kemudikan oleh Feri, ia menghubungi Absani.

"Mah ini dari Pakyang" seru Absani memberitahukan panggilan dari suaminya. Buk Sarah pun meminta pada kedua art juga seorang perawat keluar meninggalkan mereka berdua.

"Halo Pakyang" sahut Absani

"Surat-surat tanah dan rumah mu juga properti lainnya sudah ada di tangan ku, bagaimana sekarang Sanyang?"

Absani terdiam berpikir. Meskipun itu rumah peninggalan kedua orang tuanya, tapi rumah itu menyimpan banyak kenangan menyakitkan, ia tak menginginkan rumah itu apa lagi untuk menempati nya.

"Jual saja Pakyang" Trakif maupun buk Sarah terkejut. "Aku tidak ingin memiliki kenangan apapun dengan masa laluku, rasanya hatiku sakit sekali setiap kali melihat rumah itu, aku selalu mengingat bagaimana mereka memperlakukan ku" seraya ia menghapus air matanya.

"Baiklah Sanyang, itu hak mu,. Aku tutup dulu yah, aku harus mencari alamat orang yang mendonorkan darah dan ginjal nya padamu"

"Aku juga ingin menemui mereka"

"Iya, tapi nanti setelah aku mengetahui tempat tinggal mereka, juga aku akan mencari tahu terlebih dulu makam kedua orang tuamu"

"Iya, terima kasih Pakyang"

"Iya Sanyang"

Begitu telepon itu tutup, Absani memeluk ibu mertuanya, kembali ia bersedih terbayang penderitaan nya selama ini.

"Sabar nak, sekarang mereka mendapatkan karma dari perbuatan mereka" bujuk buk Sarah menepuk-nepuk pundak menantunya.

Pada kediaman Farid, dinding rumah mereka di pasang baleho berukuran besar jika rumah itu di jual dengan menyertakan nomor telepon Trakif atas perintah dari Trakif sendiri.

Di antara banyaknya penelpon yang berminat dengan rumah tersebut, banyak juga penelpon yang menagih padanya lantaran tunggakan yang tak bisa pak Farid bayar. Lagi Trakif sadar keluarga Farid benar-benar telah hancur, hingga mereka tak mampu membayar hutang-hutang mereka.

"Untuk apa aku membayar hutang Farid itu meski rumah istri ku telah laku" batinnya berkata kejam, lalu meraih ponselnya menghubungi Absani.

Tut..
Tut..

"Halo Pakyang" sahut Absani

"I love you Sanyang"

"Haha... I love you too Pakyang"

Abstrak WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang