Bab 7. Calon Suami Pun Tahu

5.4K 299 8
                                    

Tak sedetikpun Trakif meninggalkan sisi wanita yang sebentar lagi akan di nikahi nya, yang tengah menerima perawatan dengan selang infus yang tertancap pada salah satu tangan nya.
Berkali-kali ia menatap wajah pucat nan lesu calon wanitanya, berkali-kali pula batinnya mengucap janji akan membahagiakan nya kelak.

Segera Trakif menarik tangannya dari mengelus rambut lembab Absani melihat wanita itu bergeming terbangun dari istirahat nya setelah menerima lamaran dari nya.

"Bagaimana keadaan mu?"

Sekali lagi Trakif ingin memastikan keadaan calon wanita nya.

"Jauh lebih baik, terima kasih pak, anda sudah membawa saya ke rumah sakit, juga menemani saya, sekali lagi terima kasih"

Trakif tersentak iba mendengar ucapan lirih calon wanita nya yang seolah menerangkan sikap sederhana yang ia lakukan itu sangat berkesan. Bukankah itu sikap biasa untuk seseorang yang sakit di beri perawatan juga perhatian?.

Kembali pikiran Trakif pada rasa penasarannya tentang kehidupan Absani, wanita yang baru ia kenal yang terlihat rapuh itu seolah mendapatkan semangat atas perhatian yang ia berikan.

"Sama-sama, itu sudah kewajiban ku, kamu kan..." apa salah jika pria itu menerangkan hubungan mereka saat ini. "Kamu kan calon istri ku" sambungnya terlihat gelagapan juga malu-malu setelah mengatakan hal tersebut, tapi tidak bagi Absani..

Senyumnya terukir indah di wajah pucat nan mata sayu nya. Kata calon istri pernah hampir bersanding dengan nya, tapi hanya sebatas itu, tanpa adanya ikatan pernikahan karena semuanya rusak dengan satu sebab dan alasan, tak lain karena saudari nya sendiri.

Tapi kali ini entah mengapa ia merasa sangat yakin pernikahan itu benar-benar akan terjadi. Apa karena sang ibu pun menginginkan hal tersebut? Apa akhirnya kali ini hubungan nya berhasil karena ada keinginan sang ibu yang menyertai?..

Entahlah. Yang jelas Absani menaruh harapan pada pria yang duduk di hadapan nya saat ini.

"Kapan saya di perbolehkan pulang pak?"

Trakif mengedarkan pandangan pada botol infusan yang masih berisi cairan.

"Infusan mu bahkan belum habis"

Absani menoleh sedikit melihat botol yang membantunya membaik.

"Setelah itu habis saya bisa pulang kan pak?"

Dengan senyum lembutnya Trakif mengangguk, dan kembali memintanya untuk beristirahat, sementara ia akan menanyakan kondisi Absani pada dokter yang menangani tadi.

Wanita rapuh yang telah memiliki kekuatan itu bangun duduk bersandar.

Ia tak menyangka, setiap kali ia sakit ia selalu menyembuhkan dirinya sendiri, dan baru kali ini ia merasakan perhatian dari seseorang yang akan menjadi suaminya. Ia tersenyum kecil mengingat perhatian calon pria nya itu, lalu ia membuang pandangan ke arah jendela.

"Maaf mah, meskipun calon suamiku pernah di tujukan pada Amelia, tapi dia akan menjadi milikku. Untuk kali ini aku tidak akan membiarkan mamah mengatur hidup ku lagi, ataupun Amelia merusak kehidupan baru ku yang menunggu di luar sana" gumam nya berjanji pada dirinya sendiri seperti tekadnya yang akan merubah nasibnya.

Kini ia memiliki tujuan yang jelas.
Ia tak akan menjadikan perjodohan pengalihan itu hanya sebatas itu saja,. Ia akan memulai hidup barunya lebih baik setelah menikah, akan ia dapatkan sepenuhnya hati suaminya hanya pada nya.

"Ahh,. Apa begini Amelia ketika menginginkan sesuatu dariku untuk dirinya" lagi ia bergumam mencoba menempatkan diri menjadi Amelia, saat hubungan yang ia bangun di rusak berkali-kali oleh adik nya sendiri. "Tapi aku masih mending, aku akan merebut hati seseorang yang akan menikahi ku" ia menyeringai kecil, mungkin terlihat licik, tapi ia tak perduli. Baginya ia tak melakukan kesalahan apapun, karena dua orang itu tak saling mencintai, tapi hanya di dukung dua keluarga.

Abstrak WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang