BAB 13.

5.3K 163 3
                                    

-HAPPY READING-

"ternyata benar, mereka hanya menginginkan kepergian gue dari rumah ini. Tapi, kenapa gak sekalian aja suruh gue buat pergi dari dunia penuh penderitaan ini?"

-Alatha anazhiva Thalita-

-oOo-

"Sebenarnya ada apa sih non? Kenapa pak Dimas teh memukul non ata?" Tanya bi inah sambil mengobati muka ata.

Ata tak menjawab. Dia diam dan melamun ke bawah. Melihat itu bi Inah merasa sangat kasian kepadanya. Bukan hanya satu atau dua kali ia melihat ata di pukul, tapi berkali-kali. Namun setiap di pukul oleh majikannya ata tidak pernah meneteskan air mata.

Kucing abu-abu datang membuyarkan lamunan ata. Kucing berbulu abu-abu itu bernama Sumbul. Yang menamakan kucing itu bukanlah ata melainkan rea. Awalnya ata menamai kucingnya bubu, tapi rea membantah. Karena nama itu terlalu imut bagi kucing spek jahanam seperti sumbul. Jadi, dia menamai kucingnya dengan nama Sumbul.

Sumbul duduk di pangkuan ata, dalam sekejap matanya tertutup. Ata tak bisa menahan senyumnya lagi, Sumbul benar-benar hewan yang lucu tapi malasan. Kerjaannya hanya tidur mulu. Tapi ketika melihat ata sedih Sumbul langsung mendekat seperti mengerti perasaan yang di alami oleh babunya itu.

"Lho. Non ata masih melihara kucing ini? Bukannya pak Dimas nyuruh buang, ya? Ternyata Sudah gendut aja. Dulu bibi masih inget waktu dulu, dia itu kurus banget kayak kucing ke cacingan." Tawa bi Inah pecah membuat ata langsung cemberut.

"Mana ada bibi! Itu kan dulu, yang lalu biarlah berlalu, lagian mana mungkin ata buang kucing ini dalam kondisi yang mengenaskan, itu namanya tega. Bukan! Sama aja kayak orang yang buang kucing setelah di siksa," bantah ata.

"Udah ah! Bibi sana keluar! Ata mau mandi habis itu solat Maghrib," usir ata.

Bi Inah memicingkan matanya. "Non ata teh ngusir bibi?"

"Iya. Huss, hus, sana pergi!" Bi Inah terkekeh. Dia baru saja dipukul tapi masih bisa tersenyum, sungguh sangat mirip dengan ibunya.

"Yaudah, bibi pergi dulu, ya, non. Assalamualaikum." Bi Inah pergi dari kamar ata.

"Wa'alaikum salam," balasnya. Setelah kepergian bi Inah, ata meletakkan tubuh Sumbul di atas ranjang. Setelah itu ia bangkit menuju ke kamar mandi dengan handuk yang sudah menggantung di pundak nya.

Setelah beberapa menit berlalu, ata keluar dengan penampilan serba tertutup. Dia memakai celana training, kaos raglan, dan hijab instan berwarna hitam ukuran m. Celana dan kaos raglan itu milik rayyan-- kakak sepupunya, tapi karena gak pernah di pakai jadi ata pakai dari pada di makan rayap.

Setelah mukenah pocong sudah terpakai, sebelum ata solat, ia sempat memandang wajahnya terlebih dahulu dari balik kaca. Memandangi wajahnya yang penuh dengan lukisan biru. Sudut bibirnya terangkat sebelah. Kayaknya, ayahnya mempunyai bakat dalam melukis di kanvas berupa wajah ata.

Tak mau memandangi wajahnya yang jelek. Ata pun segera berjalan menuju ke arah sajadahnya dan mulai melaksanakan shalat magrib dengan khusyuk.

***

Di dalam sebuah rumah yang begitu besar. Terdapat laki-laki yang sedang menelpon ibunya.

"Assalamualaikum umi, Abah, pripun kabaripun?" Tanya Izhar dari balik ponsel.

"Wa'alaikum salam, baik zhar, Abah juga. Ada apa le? Kok tumben nelpon umi jam segini? Gak sibuk ta?"

"Enggak, umi. Izhar mau ngomong sesuatu sama umi,"

AlatthalitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang