BAB 31

5K 146 1
                                    

Ata merogoh-rogoh lemarinya. Mencari baju putih cadangannya. Karena baju putih yang kemarin ia pakai masih basah. Ia berdecak. Ata tidak menemukan baju tersebut. Apa mungkin kemarin ia tidak membawanya? Ia menghela nafas kasar. Jika tidak ada baju putih, maka pakai apa ia sekolah? Tidak mungkin kan dirinya memakai baju biasa? Bisa-bisa nanti ia kena denda.

Izhar yang sedari tadi melihat ata pun kini beranjak membuka lemarinya. Setelah itu, memberikan baju kemeja putih itu kepada ata.

"Pakai punya saya saja,"

Ata mengangkat baju tersebut. "Ini mah kebesaran, Gus! Nanti gue bakal di ketawain sama mereka." Dengus ata.

"Siapa yang ketawa?"

"Rea, Alura, Devan. Mereka pasti bakalan ngetawain gue kalo gue makek baju ini. Apalagi devantod!"

"Bilang sama saya jika ada ketawahin kamu." Setelah itu Izhar pergi keluar.

Ata mendengus. "Yang bener aja!"

Setelah seragam sekolah sudah menempel di bajunya. Ata langsung turun untuk makan, sebelum ia berangkat sekolah.

Sesampainya di meja makan, ata langsung menarik kursi lalu mendudukinya. Mengambil nasi untuk Izhar dan Fathir serta sayur dan lauknya.

Setelah itu kini bergantian ia mengambilkan nasi untuk dirinya sendiri.

Hening...

Tidak ada suara pun di sana hanya ada suara decitan sendok dan garpu saja. Setelah beberapa menit berlalu, mereka semua sudah selesai makan. Ata menyusun piring kotor untuk ia cuci.

Baru saja hendak mengambil piring di depan Izhar, tiba-tiba Izhar menyentuh tangannya membuat ata sedikit terkejut.

"Biar saya yang cuci. Kamu siapkan peralatan sekolah kamu dan Fathir saja,"

Ata menatap tak percaya suaminya. Ia tak menyangka bahwa Izhar mau mencuci piring.

"Gue gak mimpi, kan? Coba centil jidat gue sekuat-kuatnya, Gus." Pintanya.

Cup.

Bukannya di sentil jidat, Izhar malah mencium keningnya membuat mata ata melebar. Ia berdecak.

"Gue suruh sentil, Gus! Bukan cium!"

"Tidak mungkin saya mau menuruti perintah kamu. Karena haram hukumnya jika suami menyakiti istri walaupun hanya sedikit pun,"

"Yaudahlah." Ata membalikkan badan dan pergi ke atas untuk menyiapkan buku-bukunya dan buku Fathir. Setelah itu ia kembali dengan dua tas yang berada di kedua pundaknya.

Izhar selesai mencuci piring dan sudah tersusun rapi di rak. Ia langsung keluar dari rumah.

***

Setelah mengantarkan Fathir ke sekolahnya, kini izhar bergantian mengantarkan ata ke SMA galaksi. Tentang ibu-ibu kemarin ata sudah menceritakan semuanya kepada Izhar. Tanggapannya, ia malah menasehati ata untuk belajar menahan emosi dan jangan meluapkan emosi itu kepada orang tua. Itu yang membuat ata malas bercerita kepadanya.

Ata menatap jendela luar. Muncul ingatan tentang bahan dapur. Ia menoleh kesamping.

"Nanti gue mau—

"Gue?" Potong Izhar. Menghela nafas kasar. "Jangan pakai logat itu. Jika saya dengar lagi kamu menggunakan logat itu kepada saya, siap-siap bibir kamu akan bengkak." Ancamnya.

Ata menutup mulutnya. "Haram hukumnya jika suami menyakiti istrinya. Kata Gus tadi."

"Jika untuk menasehati menjadi lebih baik tidak pa-pa. Lanjutkan omongan kamu tadi," ucap Izhar sambil menyetir mobil.

AlatthalitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang