Hari ini ata, Izhar dan Fathir akan kembali ke Jakarta, karena sudah hampir seminggu mereka berada di sini.
Izhar memasukan kopernya ke dalam bagasi mobil, sedangkan ata tengah menggendong Fathir. Setelahnya mereka berdua pun berpamitan kepada umi Salma dan Abah Hasan serta Gus dan Ning.
"Umi, ata. Pamit kapan-kapan lagi ata kesini."
Umi Salma tersenyum. Setelah berpamitan kepada umi Salma kini Ata bergantian berpamitan dengan Abah Hasan yang duduk di kursi roda.
Ata duduk, lalu mencium tangan Abah Hasan.
"Abah, ata pamit, ya? Jaga diri baik-baik di sini. Makannya jangan sembarangan,"
Abah Hasan tersenyum. Ia mengangkat tangannya, mengelus lembut puncak kepalanya.
"Hati-hati di jalan, nduk. Zhar, bawa mobil jangan ngebut-ngebut, ya"
Izhar mengangguk. "Nggih, bah." Izhar menyalimi tangan abahnya.
"Ning, Gus, pamit."
Mereka mengangguk. "Hati-hati, ya, mba. Nanti kalo bang Izhar ngebut, pukul aja lehernya," kata Farah sambil melirik izhar.
"Siap! Oh ya, Gus Gibran ke mana? Kok gak keliatan dari tadi?"
"Dia lagi, ngapal Al-Qur'an di dalam kamar, mba. Kasian saya liatnya," balas Adnan, terkekeh.
Ata terkekeh. "Bilangin, ya, Gus. Makanya jangan ikut balapan terus-
"Ini juga karna lo, blok." Potong Gibran datang.
"Umi.." adu ata.
"Gibran..." Tekan umi Salma dan juga Ning aish.
Setelah itu, mereka pun masuk ke dalam mobil.
"ATA!!! TUNGGUIN!!!" Teriak Syafa dan Tania menampol lengannya.
"Ada umi, syif."
Syifa terkekeh. "Umi, bah, Gus, Ning." Mereka tersenyum karena sudah terbiasa mendengar teriakan Syafa. Terkecuali gibran, dia masuk kedalam rumab sambil berkata,
"Dasar cewek berisik!"
Mendengar itu, mereka hanya bisa geleng-geleng kepala saja melihat kelakuan Gibran
"Ini, buat lo. Untuk kenang-kenangan," Syafa memberikan sebuah kotak yang sudah di hiasi dengan aesthetic, ata menerima kotak tersebut.
"Oke, makasih. Kalo gitu, babay~"
***
Ata melamun sembari menatap kaca jendela luar. Sedang memikirkan, bagaimana supaya zergan mau bertanggung jawab atas perbuatannya kepada Ara.
Ia menghela nafas kasar. Ia harus menanyakan kepada bara, apakah dia sudah menemukan buktinya apa belum.
Ia men-scroll beranda WhatsApp Nya. Lama ia mencari kontak bernama bara tapi tidak ketemu. Alisnya berhasil meringkuk. Padahal ia sudah menyimpan nomor bara waktu itu. Bahkan mereka sempat mengobrol, tapi kenapa sekarang nomornya tidak ada.
"CK, kok gak ada sih? Perasaan gue namai bara api dah,"
Ceklek
Pintu kamar terbuka, menampilkan Izhar yang kembali dari ruang kerjanya. Fathir jadi terbangun akibat suara yang di timbulkan oleh izhar saat membuka pintu.
Ata menoleh, ia bangkit kemudian menenangkan Fathir supaya kembali tertidur lagi, dengan menepuk-nepuk lengannya lembut fathir kembali tertidur, ata menghela nafas lega.
Izhar menduduki tubuhnya di atas sofa, meletakkan laptop di atas pahanya dan kembali berkerja.
Ia kembali di meja belajarnya dan kembali mencari kontak bara lagi.
"Lo pernah mainin hape gue?"
"Gunakan bahasa yang sopan ketika berbicara kepada suami. Sekali lagi saya mendengarkan kamu menggunakan logat bahasa lo-gue maka akan saya beratkan hapalan kamu," ujarnya tanpa memalingkan wajahnya dari layar laptop.
Ata memutarkan bola matanya malas. "terus gue harus manggil gimana? Ente? Ana? Kamu? Aku? Dia? Mas?"
"Yang terakhir. Panggil saya dengan sebutan yang kamu sebutkan di akhir kalimat tadi," ucap Izhar, menatap wajah ata sambil tersenyum.
Pipi ata berubah menjadi merah semu, bak seperti kepiting rebus setelah di tatap oleh Izhar dan di berikan senyuman handsome mautnya. Ia langsung memalingkan wajahnya ke samping.
Izhar terkekeh. "Ada apa?" Tanyanya mendekat, mencondongkan tubuhnya.
"Jangan deket-deket!" Ata mendorong dada Izhar supaya menjauh.
Izhar menyentuh tangannya. "Salah?"
Ata terkejut. Jantungnya tiba-tiba berdetak kencang saat tangannya di sentuh oleh izhar. Alhasil membuat pipi ata kembali memerah.
"Apa ini?! Kenapa tiba-tiba jantung gue kayak gini!!! Atau jangan-jangan gue..." Ata menggeleng-gelengkan kepalanya. "Ga, ta! Lo udah janji sama diri lo sendiri buat ga jatuh cinta dan percaya sama orang lain lagi!!" Batinnya.
Ata menepis tangannya. Bangkit, dan mengambil kunci motornya.
"Mau kemana?"
"Minggat."
"Saya tidak mengizinkannya."
"Bukan urusan Lo, kan?"
"Rasulullah SAW mengatakan, bahwa hak suami atas istrinya adalah seorang istri yang tidak diperbolehkan keluar dari rumahnya kecuali dengan izin suami. Apabila ia melakukannya, maka ia dilaknat oleh malaikat rahmat dan malaikat ghadab sampai ia bertaubat, (HR. Abu Daud)."
Langkah ata berhenti. Ia kembali meletakkan kuncinya di tempat yang ia ambil tadi. Setelah itu merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
"Kenapa tidak jadi?"
"Takut jadi istri durhaka." Izhar terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alatthalita
RandomBagaimana perasaan kalian jika setelah 4 tahun kabur dari persantren, kamu di pertemukan lagi oleh laki-laki yang merupakan anak dari pemilk pesantren? Tapi dalam status sudah menjadi suami? . . °°° "Bisa gak lo j...