BAB 52

4.6K 145 3
                                    

"Gus udah tau kenapa gak bilang sama aku dari awal?" Tanya ata setelah ia tahu bahwa Izhar mengetahui masa lalu tentang kehidupannya.

Izhar menoleh. "Seperti yang kamu tau, saya tidak mau melihat kamu menangis."

"Tapi kan aku jarang nangis? Bahkan bisa terhitung satu tahun 2 kali aku nangis," sahut ata, cemberut.

Izhar terkekeh. Ia mengelus-elus puncak kepala istrinya. "Iya, maafkan saya, zawjati."

Ceklek

Fathir datang membawa kursi roda. Ia berniat untuk mengajak uminya keluar mencari udara segar dari pada terus berdiam diri di kamar akan menimbulkan rasa bosan dan sumpek.

Melihat itu ata jadi tersenyum. Tau sendiri anaknya itu jika uminya sangat bosan.

"Ayo umi, Fathir mau bawa umi mencari angi—

"Biar Abi saja." Izhar merampas kursi itu lalu mendorong nya mengarah ke ranjang istrinya membuat Fathir berdecak.

"Itu Fathir yang ngambil Abi!!"

"..."

Ata terkekeh. Ia di bantu Izhar turun dari ranjang. Sedikit kepalanya masih merasa pusing dan tubuhnya terhuyung Izhar langsung menahan tubuh istrinya supaya tidak jatuh.

Ata menduduki perlahan kursi tersebut. Menatap Fathir yang sedang menatap kesal ayahnya.

"Duduk di pangkuan umi aja sini," tawar ata.

"Tidak!" Ketus Izhar, langsung mendorong kursi roda, mulai meninggalkan Fathir sendirian di kamar.

"Gus!!"

"Abi!!"

Teriak mereka bersamaan.

***

Ata memejamkan matanya lega. Menikmati angin sepoi-sepoi yang menerpa halus di wajahnya. Sangat lega sekali dari sekian lamanya ia berdiam diri di kamar, kini akhirnya ia bisa menikmati udara segar lagi. Di tambah lagi sinar matahari pagi yang menyilaukan matanya.

"Gus, bawa hape ga?" Tanya ata.

Langsung membuat Izhar memberikan ponselnya kepada istrinya.

Ata menerima ponsel tersebut sambil tersenyum.

Membuka kamera lalu menjepret burung-burung yang beterbangan di langit.

"Bagus, coba sekali lagi."

Cekrek

Ia tersenyum. Kemudian handphone nya ia arahkan kebelakang lalu,

Cekrek

Ata tertawa. Saat berhasil menjepret foto suaminya yang sedang fokus menatap langit-langit dengan wajah yang sangat datar.

Izhar melirik istrinya.

"Kenapa hm?"

"Walaupun Gus gak ada ekspresi sama sekali tapi hasil fotonya tetap bagus," ucap ata.

"Iya, saya tahu. Foto itu bagus berkat wajah saya yang tampan?" Ucapnya sambil membenahi peci putih nya dan sarungnya.

Ata menyipitkan matanya. "Narsis banget si Gus,"

"Tapi memang iya, kan?"

"Kata siapa?" Tangan ata berkacak pinggang.

AlatthalitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang