"Woi lah anjir!! Lo dimana Cok!! Udah 3 hari ga sekolah!!" Teriak Rea dari balik ponsel.
"Healing." Satu kata tapi bisa membuat kedua temannya heboh.
"Anjaii hiling apa hiling?" Tanya Alura.
"Ntar, lo diem-diem bulan madu Ama si suami,"
Mendengar itu, bukannya senang ata malah tidak senang. Ia mengangkatkan jari telunjuk estetiknya tepat di depan kamera. Setelah itu ia matikan panggilan tersebut.
Ata menghela nafas bosan. Setiap hari ia habiskan waktunya untuk rebahan di dalam kamar saja. Ia tidak bisa keluar rumah karena izhar melarangnya. Boleh keluar tapi dengan syarat sudah hafal surah Al-Qur'an yang dia suruh.
Ata turun dari ranjang. Melangkah, keluar dari kamar lalu kakinya berjalan menuju arah dapur. Melihat, Ning Farah dan Ning aish tengah membantu umi Salma yang sedang memasak. Sedangkan Fathir, dia sedang bermain bersama Naura, anaknya Ning aish dan Gus Khalid.
"Ning, ata bantuin, ya?"
"Ga pa-pa?" Tanya Ning aish.
"Ya, ga pa-pa lah. Dari pada ata duduk di dalam kamar terus kan bosen,"
Ning aish terkekeh. "Yaudah, kamu kupas bawang terus di potong, ya. Mau buat sayur asem untuk Abah,"
"Siap." Ata melangkah satu langkah. Meraih pisau dan mulai mengupas bawang. Setelah semuanya terkupas, ata pun langsung memotongnya tipis-tipis.
Di tengah memotong bawang, matanya sedikit ngeblur, sehingga membuat pandangan ata menjadi dua. Mengabaikan dan melanjutkan memotong bawangnya. Ia lupa membawa kacamata cadangan kemarin di rumahnya. Mungkin setelah pulang, ia akan mengambil kaca mata tersebut.
Abah Hasan, Gus Izhar dan Gus Khalid datang, dengan izhar dan Khalid yang menggendong Fathir dan Naila. Mereka menduduki dirinya di atas kursi. Fathir, izhar letakkan di pangkuannya begitu juga dengan Naila.
"Eh Abah, Abang, udah Dateng? Mau Farah bikinin kopi?" Tawar Farah.
"Tidak usah," tolak Izhar.
"Abah juga, nduk. Abah kan tidak boleh ngombe kopi,"
Farah mengangguk. "Kalo Abang Khalid?"
Khalid menggeleng. "Tidak usah."
"Gimana zhar? Apa kamu sudah ziarah di makam almarhumah istri kamu?" Tanya Abah Hasan.
"Belum, bah. Mungkin nanti sore Izhar akan ziarah."
Ata meringis, saat pisau itu berhasil mengenai tangannya. Darah segar pun menetes di lantai membuat semua orang yang di dapur panik. Dengan cepat ata mengalirkan air ke tangannya, walau terasa perih ia tahan.
"Aduh, kepiye to, nduk!" Umi Salma berlari menghampiri ata. Sedangkan Ning Farah mengambil kotak P3K.
Ata terkekeh. "Maaf umi, gara-gara lupa bawa kaca mata jadi pandangan ata berubah jadi ganda, hehe"
Umi Salma hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia meniup pelan tangan ata yang basah. Anehnya Izhar tidak bereaksi di saat istrinya sedang kesakitan. Dia hanya diam sambil menatap tangan ata yang keluar darah.
Ning Farah kembali dengan membawa kotak P3K. Umi Sarah membuka kotak tersebut setelah itu segera mengobatinya.
Setelah tangan ata di beri salep antibiotik umi Salma segera menutup luka di tangan ata menggunakan perban di lapisi dengan hansaplast.
"Makasih, umi." Di hatinya merasa terharu ketika tangannya di obati oleh umi Salma. Selama ini ia harus mengobati badanya yang terluka dengan sendirinya, semenjak nenek-kakeknya meninggal dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alatthalita
RandomBagaimana perasaan kalian jika setelah 4 tahun kabur dari persantren, kamu di pertemukan lagi oleh laki-laki yang merupakan anak dari pemilk pesantren? Tapi dalam status sudah menjadi suami? . . °°° "Bisa gak lo j...