"Kalo kaya gini mah, gak perlu lagi aku beli satenya. Cukup minta sama kamu nanti juga di kasih," tutur ata sambil memakan sate.
"Udah gue bilang ini bukan punya gue anjir! Gue cuman jagain dagangan bapak-bapak yang lagi solat!"Ata mengangguk-angguk. "Ooh, tapi bisa lah kamu traktir aku sekali-kali. Biar gak nguras duit aku,"
"Iya gak nguras duit Lo, tapi duit gue yang terkuras."
Ata terkekeh.
"Sudah, mas. Terimakasih ya sudah menjaga dagangan bapak," kata bapak pemilik sate pulang dari masjid.
"Sama-sama, pak."
Ata membuang bungkus sate ketempat sampah. Ia menyenggol lengan Shaka seperti memberi kode membuat sang empu menoleh ke arahnya.
"Bayarin,"
Shaka menghembuskan nafasnya. "Gak modal Lo?" Hina nya sambil mengeluarkan uang dari dompet kulit nya lalu ia kasihkan kepada bapak penjual sate.
"Tadi sepupu saya beli satenya satu pak,"
Bukannya di terima bapak itu malah mendorong tangannya.
"Ambil aja uangnya, mas. Gak pa-pa, ini sebagai bentuk terima kasih saya kepada kamu Karna telah menjaga dagangan saya."
"Oh, gak pa-pa, pak? Yaudah Alhamdulillah. Kalo begitu kita permisi dulu ya pak,"
Setelah Shaka memasukan uang ke dompet. Ia menarik tangan ata, mengajaknya pergi dari tempat penjual sate menuju ke arah sepeda nya.
Shaka mendorong lengan ata membuat empu langsung meliriknya tajam.
"Anterin gue kesana," tunjuk Shaka pada mogenya berwarna hitam yang terparkir di pinggir jalan.
Ata memutarkan bola matanya malas. "Oke! Tapi jangan berpikir aneh-aneh, ya! Gue mau Karna lo udah belanjain gue sate tadi!"
Ata naik ke atas sepeda. Satu kakinya sudah ia letakkan di tempat gayuhan.
"Cepet!!!"
Shaka berdecak. "Iya-iya!!!"
"Baru semenit aja, sikap aslinya udah keluar, Gimana kalo ngobrol sama suaminya?" Gumamnya sambil menaiki boncengan belakang sepeda. Namun hal itu masih bisa terdengar jelas dari rungu alatta.
Ata mencengkeram tangannya di stang. Bibirnya menyeringai. Sepertinya ia baru saja mendapatkan sebuah ide cemerlang.
Dalam hitungan sedetik ata langsung mengayuh sepedanya cepat membuat Shaka langsung melingkari punggungnya erat. Menahan pada pinggang nya supaya tubuhnya tidak terjatuh ke aspal dengan pipi yang sudah menempel di punggung nya.
"Pelan-pelan, bangsat!!" Pekiknya.
Seperti ini lah gambaran mereka waktu kecil bermain sepeda di daerah neneknya dulu. Dimana ata membonceng Shaka menggunakan sepeda mininya berwarna pink dengan beraninya gadis itu menuruni jalanan yang agak curam sampai akhirnya mereka berdua pun jatuh ke dalam got bersamaan.
Ata tidak menangis. Malahan ia tertawa. Sedangkan Shaka nangis sesenggukan dan langsung mengadukan nya kepada neneknya. Semenjak itulah Shaka jadi trauma untuk naik sepeda sendirian.
Mereka sudah sampai di tempat yang Shaka maksud. Shaka segera turun dari sepeda nya sambil menghela nafas lega.
"Sebenarnya Lo mau nganterin gue atau ngajak mati sih? Kapok gue naik sepeda bareng Lo lagi! Mending gue jalan kaki aja dari tadi. Dasar psikopat!"
Plak!
Shaka meringis setelah tengkuknya di pukul oleh ata.
"Masih mending gue anterin, kan? Lagian lebih psikopat Abang Lo dari pada gue,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Alatthalita
RandomBagaimana perasaan kalian jika setelah 4 tahun kabur dari persantren, kamu di pertemukan lagi oleh laki-laki yang merupakan anak dari pemilk pesantren? Tapi dalam status sudah menjadi suami? . . °°° "Bisa gak lo j...