BAB 24

5K 154 0
                                    

"Dasar lemah! Hobinya cuman bisa ngerepotin orang aja!!" Hina ata di saat dokter sedang mengobati telapak tangan Ara.

Ara yang di hina hanya menunduk saja dari tadi.

"Sejauh ini gue gak nyangka, kalo lo punya kembaran." Kata Gibran.

Ata melirik tak suka. "Siapa kembar? Dia bukan kembaran gue! Punya mata liat yang jelas!! mukanya beda sama gue!!"

"Emang beda, cuman pakaiannya doang."

"Sudah selesai. Untung saja kandungan di dalamnya tidak keguguran," ucao Dokter muda itu.

Ara tersenyum. "Syukurlah kalau gitu."

Drttt, Drttt, Drttt.

Ponsel ata berbunyi. Ia segera mengangkat panggilan dari bi Inah.

"Ass-

"Halo, non. Gawat ini!! Non Ara hilang dari kemaren sampe sekarang belum balik-balik juga!! Ini pak dimas sama Bu Daisy khawatir. Dari kemarin mereka mencari ara tapi belum ketemu-ketemu juga."

Ata menatap tajam Ara. Ara yang di tatap seperti itu langsung menunduk. Ia menghela nafas kasar.

"Ini ata lagi sama Ara di rumah sakit. Bibi jangan khawatir, nanti ata akan anterin anak beban ini kerumah,"

Tut!

"Pulang. Udah selesai juga, kan?" Tanya ata ke dokter.

Dokter itu mengangguk. "Di usahakan nanti kalau pulang, harus mengendarai motor atau mobil dengan perlahan, ya?"

"Aman. Buru!"

Ara turun dari ranjang di bantu oleh dokter itu.

"Sekarang jam berapa?" Tanya ata ke gibran. Gibran menatap jam yang melingkari di tangannya.

"11:5 menit. Siap-siap kena hajar ini."

"Yaudah sih, kan ada gue yang siap jadi bukti kalo Lo mau balap liar." Ata tertawa.

***

Ara memasuki rumahnya. Terdapat Dimas dan Daisy yang sedang duduk di ruang tamu dengan ekspresi mereka yang khawatir.

"Ayah, bunda." Lirih Ara berjalan mendekati kedua orang tuanya.

Mereka kompak menoleh ke arah pintu. Keduanya berlari menghampiri Ara.

"Astaga, nak! Dari mana aja kamu! Dari kemarin gak pulang-pulang. Kalo ada masalah cerita ke bunda jangan kabur kayak gini!"

Ara menggeleng. "Enggak kok, Bun. Ara kemarin ga kabur."

Dimas menatap luka di telapak tangan Ara.

"Apa ini? Kenapa bisa telapak tangan mu terluka, sayang? Siapa yang lakuin ini ke kamu nak?" Tanya Dimas lembut.

Ata dan Gibran masuk, disambut oleh tatapan tidak menyenangkan dari mereka. Dimas maju selangkah setelah itu menampar keras di pipi ata sampai sudut bibirnya mengeluarkan darah segar. Melihat itu, Gibran terkejut.

"PASTI KAMU YANG MELUKAI ANAK SAYA!!"

Ata menunduk. Menahan sakit. Tapi lebih sakit jika melihat kedua orang tuanya bersikap tak adil kepadanya.

Ia tak mampu berkata-kata lagi, karena percuma. Ya, percuma saja ia memberikan penjelasan kepada ayahnya, kalo ujung-ujungnya dirinya juga yang di salahkan.

"Apa yang bapak-

Ata memotong ucapan Gibran dengan mengangkat tangannya. "Ga usah ikut campur, bisa?"

AlatthalitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang