Ata meletakan jaketnya di dalam lemari. Hari ini ia pulang larut malam, seharusnya ia pulang pukul 9. Tapi di karenakan banyak pelanggan yang datang, ia terpaksa membuat roti sampai tengah malam begini. Untung ada Nindya yang membantu dirinya di dapur.
Ia mengambil handuk. Berjalan menuju ke kamar mandi. Badannya sangat capek jadi ia akan mandi guna menghilangkan rasa capeknya. Tangan ata sudah siap memegang gagang pintu. Namun, tiba-tiba saja pintu tersebut terbuka dari dalam membuat dirinya berjengit kaget.
"ARGHH, KAMBING!!!" Teriaknya, terkejut kala melihat laki-laki berbadan besar, memakai sarung merah bermotif serta kaos putih polos yang dia kenakan.
Ata berdecak. "Ngagetin aja!!" Ata mengelus-elus dadanya. Matanya melirik ke sarung yang Izhar kenakan. Meneguk ludahnya kasar. Seketika tubuh ata jadi keringat dingin, sedikit ada getaran di pundaknya, berhasil membuat Izhar mengangkat alisnya kebingungan.
"Awas!!" Suruh ata, suaranya seperti bergetar. Lagi-lagi Izhar menaikan alisnya sebelah.
Ata mendorong tubuh Izhar agar keluar setelah itu, ia masuk kedalam kamar mandi. Perlu di ketahui, bahwa alatta takut dengan warna merah. Setiap ia melihat warna itu pasti ia membayangkan bahwa itu darah. Darah nenek dan kakeknya yang meninggal karena kecelakaan motor.
Ata tidak melihat peristiwa itu, karena ia sedang berada di pondok waktu itu. Dan saat berhasil kabur dari pesantren ia memutuskan untuk pulang ke rumah kakek neneknya saja namun setelah sampai, bukannya mendapat senyuman hangat dari nenek kakek malah menghasilkan tangisan tragis dari ata. Darah kakek bercucuran di lantai. Sedangkan tubuh nenek, sudah hancur lebur.
Selang beberapa menit ata keluar dari kamar mandi. Sudah mengenakan pakaian tertutup. Dari atas sampai bawah. Melihat suaminya baru saja selesai solat tahajud. Sumbul datang mengelus kakinya. Tak tunggu lama ia mengambil kucing itu dan merebahkan tubuhnya di ranjang.
"Lo tidur di sofa. Kasurnya nggak muat." Kata ata sambil tengkurap memeluk Sumbul. Sebenarnya muat, tapi ia tidak mau tidur seranjang bareng Izhar.
Merasa ada yang aneh, Izhar mendekat. Namun langkahnya terhenti saat istrinya berkata,
"Jangan kesini!!" Ucapnya sambil
Keningnya mengkerut pertanda ia semakin kebingungan. Karena tak mau di hantui oleh kebingungan, Izhar mendekati ata. Membungkukkan badannya menatap ata, bisa Izhar baca jika muka ata sedang di landa kecemasan.
Ata membuka mata. Mengetahui Izhar ada di samping, ia menolehkan kepalanya ke kiri.
"Bisa nggak, gak usah pakek warna merah? Ganti yang lain kek, yang warna item atau biru. Jangan warna merah, jelek dan nggak enak di liat!"
***
Kini ata sedang dalam perjalanan menuju ke rumah Izhar. Butuh waktu setengah jam, akhirnya mereka sampai juga di pekarangan rumahnya.
Ata segera turun dari mobil. Menatap rumah yang begitu besar dan di penuhi oleh berbagai macam bunga.
"Suka?" Tanya Izhar sambil tersenyum.
Ata menoleh. Menatap malas suaminya. "Biasa aja. Malahan gue lebih suka yang sederhana dari pada yang mewah."
Izhar terkekeh.
"Ini lo yang nanem? Rajin amat, dah."
"Bukan. Tapi istri saya yang tanam bunga itu di depan rumah." Izhar menurunkan koper berat ata dari mobil.
Kening ata mengernyit. Istri? Bukannya ia baru saja datang ke sini?
"Istri?"
Izhar tersenyum. "Nanti akan saya jelaskan, ayo masuk." Ajaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alatthalita
RandomBagaimana perasaan kalian jika setelah 4 tahun kabur dari persantren, kamu di pertemukan lagi oleh laki-laki yang merupakan anak dari pemilk pesantren? Tapi dalam status sudah menjadi suami? . . °°° "Bisa gak lo j...