BAB 4: KILA LELAH

41.9K 2.9K 96
                                    

SELAMAT MEMBACA
***

Kila keluar dari kosnya masih dengan wajah mengantuknya. Selalu seperti itu setiap pagi. Untungnya pagi ini dia tidak terlambat kerja. Bisa sedikit santai dan tidak harus lari pagi. Kila melihat jam di pergelangan tangannya, pukul setengah tujuh pagi. Sedangkan jam kerjanya akan di mulai pukul tujuh pagi. Masih ada waktu setengah jam untuknya sebelum masuk kerja.

Kila merentangkan tangannya sambil mengumpulkan nyawanya yang masih belum seratus persen. Menghirup udara pagi yang terasa segar. Jarang-jarang dia seperti itu. Biasanya dia akan kejar-kejaran dengan waktu di pagi hari.

"Pagi Mbak Kila," mendengar suara orang menyapa Kila langsung menoleh.

"Pagi Pak Kama. Dadi mana ini?" Tanya Kila sopan.

Tidak menyangka siapa yang menyapanya pagi-pagi, ternyata Bapak Kos nya.

Baru datang entah dari mana, masih menggunakan trening panjang dan sebuah handuk kecil di lehernya.

"Olahraga pagi. Sudah mau berangkat Kerja?" Tanya Kama lagi saat melihat Kila sudah rapi dengan pakaian kerjanya.

Mendengar pertanyaan Kama, gadis itu mengangguk.

"Saya berangkat dulu Pak Kama kalau begitu. Takut terlambat," pamit Kila pada Kama.

"Oiya, silahkan." Ucap Kama.

Kila pun pergi bekerja, sedangkan Kama langsung masuk kedalam rumah.

***
"Kamu gimana to Kil, kok angsurannya sampai telat Bulik di telpon sama Bank nya. Malu Kil."

Kila mendengarkan serentetan kalimat dari buliknya di telpon dengan pasrah.

"Iya Bulik. Maaf, uangnya belum terkumpul jadi belum bisa setoran," ucap Kila dengan sabar.

"Kamu kan tau, angsuran bank itu penting. Kenapa tidak di fikirkan dari jauh-jauh tanggal. Kalau sudah seperti inikan Bulik malu. Apalagi kalau nanti petugas bank datang kerumah."

Sejak tadi Kila hanya menghela nafas dengan pelan sambil terus mengucapkan sabar.

Mendengar omelan Buliknya yang tidak ada habisnya.

Jujur dia merasa lelah, selalu seperti ini.

Dia harus membantu biaya kuliah adik sepupunya, membantu buliknya dan yang paling berat menurut Kila adalah dia juga yang harus membayar angsuran Bank milik Buliknya.

Bahkan, semua hasil kerjanya di berikan untuk keluarga buliknya. Dia yang lelah, namun sama sekali tidak bisa menikmati hasil kerja kerasnya.

"Lha uangnya kemana, wong kamu kerja setiap hari kok uangnya belum terkumpul." Yanti, bulik dari Kila sepertinya belum cukup puas dengan alasan keponakannya itu.

"Kan kemarin habis buat bayar SPP nya Nur Bulik. Katanya uang SPP nya kurang dua juta, jadi jatah angsuran Kila kasih dulu ke Nur." Kila masih berusaha sabar menghadapi buliknya yang kadang sedikit keterlaluan itu.

Hanya karena dia merasa berjasa dalam merawat Kila sejak kecil, jadi merasa Kila berhutang budi pada keluarganya. Baiklah, keluarga buliknya memang merawat dan menyekolahkan dirinya sejak kecil. Andai tidak ada keluarga buliknya mungkin saja Kila sudah tidak tau jadi apa sekarang. Kedua orang tua Kila meninggal sejak gadis itu masih kecil, dan Kila pun di rawat oleh bulik dan pakliknya.

Kila tidak bisa mengelak jasa mereka dalam membesarkan dan merawat dirinya, sungguh Kila berterimakasih. Namun, apakah semua beban ekonomi mereka harus Kila pikul.

Keluarga buliknya bekerja sebagai petani yang hanya cukup untuk makan dan kebutuhan sehari-hari. Sawah mereka tidak lebar.  Paklik Kila meninggal 6 bulan yang lalu karena jantung. Alhasil Bulik Kila lah yang sekarang ini menjadi tulang punggung keluarga. Di samping bertani, Bulik Kila juga masih kerja serabutan. Hal tersebut di lakukan untuk bisa memenuhi kebutuhan dan merawat kedua anaknya yang satu baru saja masuk SMP sedangkan si sulung duduk di bangku kuliah semester 4.

JURAGAN KOS  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang