BAB 7: MBAK KILA

37.4K 2.9K 74
                                    

SELAMAT MEMBACA 

*** 

Kama pulang kerumah dan melihat Ibunya yang sedang melipat baju di ruang tengah.

"Bagaimana Le?" Tanya Sri saat melihat putranya pulang.

"Bagaimana apanya Bu?" Tanya Kama sedikit kurang faham dengan maksud ibunya. Apa yang di tanyakan oleh ibunya sebenarnya.

"Sarah, bagaimana anaknya maksud Ibu?" Ternyata Sri memperjelas pertanyaannya. Dia menanyakan perihal Sarah anak tetangganya yang dia kenalkan pada putranya itu.

"Ya tidak bagaimana-bagaimana. Jalani dulu to Bu," jawab Kama santai.

Baru tiga hari mengenal, Kama belum berani menyimpulkan lebih. Sejauh ini, masih baik-baik saja.

"Cocok kamunya?" Tanya Sri lagi.

"Ya lumayan lah Bu. Sejauh ini masih oke," jawab Kama. Tidak berani memberi tanggapan lebih, intinya jalani dulu kita lihat seiring berjalannya waktu.

"Lha suka opo ndak kamunya?" Tanya Sri lagi. Sepertinya Sri belum cukup puas dengan jawaban putranya itu.

"Ya kalau suka ya belum Bu, orang baru ketemu. Tapi sejauh ini, tidak ada alasan buat tidak suka. Masih biasa saja pokoknya."

"Pie to Le, kok Ibu lihat kamu kaya iya iya ndak ndak begitu." Keluh Sri lagi. Dia tidak melihat semangat di wajah putranya namun juga tidak sedih.

Kama terkekeh dengan jawaban ibunya. Dia juga bingung harus menjawab apa agar ibunya puas. Dia hanya mengatakan yang sebenarnya.

Hubungan mereka baru jalan tiga hari, komunikasi mereka juga hanya sebatas bertanya sedang apa melalui ponsel. Lalu ibunya itu berharap apa.

"Pie to Mas, mbok ojo gawe Bude penasaran. Nek iyo-iyo nek ora-ora." (Gimana sih Mas, coba jangan bikin Bude penasaran. Kalau iya ya iya kalau tidak ya tidak)

"Lha kepiye lo, wong agi mlaku telung dino. Takon ki yo engko nek wes entuk sesasi, lha nek saiki you rung nggenah." (Lha gimana, orang baru jalan tiga hari. Tanya itu nanti kalau sudah dapat sebulan. Kalau tanya sekarang ya belum tau) ucap Kama lagi menjelaskan. Berharap keluarganya sabar dan mendoakan yang terbaik saja.

Sari dan Sri kompak terkekeh, apalagi melihat wajah kesal Kama. Apa mereka terlalu mendesak.

"Mas Kama kapan ke Jogja lagi?" Sari mengalihkan pembicaraan tidak mau membuat kakak sepupunya itu merasa semakin kesal.

"Nanti malam, kenapa? Mau ikut?"

Sari langsung menggeleng.

"Naik apa ke Jogja nya?" tanya Sari lagi.

"Kok sudah mau kesana lagi to Le, orang baru pulang kok. Mbok ya seminggu-seminggu lagi." Cegah Sri, karena putranya itu baru pulang empat hari dan sudah ingin pergi lagi.

"Bu Marni telpon pagi tadi Bu, katanya semalam hujan deras. Kanopi di belakang kos tempat jemuran rusak. Mau cek, apa perlu di ganti. Soalnya kanopinya sudah sering rusak, kalau ada angin suka terbang-terbang. Kayanya mau tak ganti sekalian sama bahan yang lebih bagus lagi." Jawab Kama pada Sri.

Sri pun tidak lagi protes, dia hanya mengangguk saja. Membiarkan putranya yang memang memiliki urusan itu pergi.

"Ke Jogja nya Mas Kama naik apa?" Sari kembali bertanya karena pertanyaannya tadi belum di jawab oleh Kama.

"Motor, apa lagi." Jawab Kama.

"Mbok bawa mobil aja, itu mobil dongkrok di garasi buat apa?" Tanya Sari lagi. Kakak sepupunya itu sebenarnya punya mobil. Tapi bentuknya hampir tak terlihat seperti mobil lagi. Penuh debu karena jarang di pakai. Hanya sesekali kalau ada orang pinjam selebihnya menjadi penghuni tetap garasi.

JURAGAN KOS  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang