Oma memberikan sebuah katalog dan company profile toko usahanya untuk Gia. Meskipun sedikit dilempar tapi tidak apa-apa.
Gia menerima dua buku itu dalam diam dan membacanya pelan-pelan.
"Baca dan pahami dua buku itu," titah Oma pada Gia. Kemudian mengambil secangkir teh hangatnya dan menyesapnya dengan pelan. "Mulai lusa kamu jaga toko batik Wida milikku di Tanah Abang."
Oma Wida memang memiliki usaha penjualan kain batik dan baju batik jadi yang dipasarkan di Tanah Abang. Usahanya sudah memiliki beberapa cabang. Namun, pusatnya ada di Tanah Abang. Alasannya memanggil Gia untuk kembali ke Jakarta memang ini. Menjadikan perempuan itu sebagai penjaga toko batik Wida di Tanah Abang.
Oma memang tidak kekurangan karyawan, hanya saja ia ingin ada orang yang membantunya mengelola bisnisnya. Tahu sendiri, dirinya sudah tua dan tidak mungkin harus setiap hari ke Tanah Abang.
"Aku nggak sanggup kalau harus setiap hari ke sana. Aku mudah lelah, jadinya kamu saja aku panggil ke sini untuk ikut kelola bisnisku." lanjut Oma menjelaskan tujuannya meminta Gia kemari.
Gia mengangguk paham. Mamah sudah menjelaskan yang satu itu jadi dia tidak terkejut dengan pernyataan Oma.
"Aku punya gudang konveksi batik milikku di daerah Tebet. Di sana banyak pengrajin yang memproduksi batik Wida. Kapan-kapan akan aku ajak kamu ke sana. Kamu juga akan kelola gudang itu, ke sana lah dua kali dalam satu minggu untuk melakukan pengawasan. Sisanya jaga tokoku di Tanah Abang." Oma kembali menjelaskan, "aku nggak tahu kompetensi apa yang kamu miliki tapi semoga kamu nggak mengecewakan. Semoga kamu kompeten."
Gia meringis. Oma tidak tahu saja kalau dirinya sangat kompeten dalam bidang menusuk hati seseorang. Lihat saja nanti, akan Gia tunjukkan keahliannya yang satu itu.
"Insya Allah, Gia amanah pas jalanin bisnisnya Oma."
"Hm, harus itu."
"Lagian, ini gampang bagi Gia. Jaga toko, layanin pembeli, closingan—bukan perkara yang susah."
Oma tersenyum miring. Meremehkan ucapan Gia barusan.
"Memang kamu lulusan apa sampai yakin begitu bilang bisnisku gampang?" tanya Oma, agak sengak di mata Gia.
"Perawat. Gia lulusan keperawatan."
"Hah perawat, dapet gaji berapa dari seorang perawat memangnya. Pasti nggak banyak."
Gia mengepalkan tangannya diam-diam, berusaha meredam emosinya. "Kecil, sih, Oma, gajinya. Tapi pahalanya besar karena bantu orang sakit, pun kerjaannya nggak menjatuhkan profesi orang lain." jawabnya sambil tersenyum.
Lagi-lagi, Oma berdecih.
"Biaya pendidikannya nggak sedikit. Kamu juga bisa lulus karena anakku kerja keras. Kalau bukan karena anakku, mana bisa kamu jadi perawat!" oceh Oma Wida, "pakai uang anakku aja bangga!"
"Harus bangga, dong, Oma. Almarhum Papah bahkan nggak pernah ngeluh soal biaya pendidikan aku." Gia tertawa hambar, "soalnya Alhamdulillah aku anak kip-k." lanjutnya, serta lanjut tertawa hambar.
Dalam menempuh pendidikannya, Gia memang mendapat beasiswa dari kampus. Dia tidak perlu susah payah mengeluarkan rupiah untuk membayar ukt. Gia hanya perlu belajar lebih giat sebagai balasannya.
"Cih," Oma berdecih. Memang sudah hobi sepertinya. "Sombong,"
"Harus Oma, aku lulus cumlaude, kok, dengan ipk 3.99. Jadi, kalau Oma mau pamer ke teman-teman Oma juga nggak akan malu-maluin. Untung aja aku bukan anak yang suka celap-celup sampe hamil ataupun make narkoba—kayak Angel sama Mario." sarkasnya ditujukan untuk cucu kesayangan Oma, alias sepupunya yang memiliki banyak skandal sampai tidak jadi apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Agen Agan
FanfictionDia bukan seorang raja ataupun seorang pangeran. Dia hanyalah seorang Agan. Pemuda penjaga sebuah agen yang pernah bermimpi menunggangi seekor kuda putih dan bertemu seorang gadis cantik yang disinyalir seorang putri. Namun ketika terbangun, yang...