Agen - 6

98 20 0
                                    

"Aduh! Ati-ati, dong, lu kagak liat apa gua cedera parah begini?!" pekik Agan pada Roni yang membantu memapah dirinya menuju rumah. Mereka berdua baru saja pulang dari rumah Oma Wida dan Roni mengantar Agan pulang ke rumahnya.

Roni mendengkus sebal. Sudah ditolongin, masih aja dimarahin. Dasar Agan, magadir.

"Heh, lu tuh cuma kejedot meja, bukan ketabrak viar. Kagak usah lebay, dah, lu!"

Agan berdecak sebal. Kemudian, Roni menghempas tubuh Agan ke kursi yang ada di ruang tamu rumahnya. Membuat Agan semakin meringis karena ulah Roni.

"Malah dilempar, sih, ngaco!"

"Biarin! Biar cepet sembuh tuh benjol."

"Eh, ada apa? Abang kenapa, Bang?" Keluarlah Tiara bersama Kia—adik tirinya Agan yang masih satu bapak kandung.

"Agan kena ayan, Tante Bunda." jawab Roni yang langsung dihadiahi lemparan bantal dari Agan.

"Ya Allah, kok bisa?" Udah tahu Roni tukang ngibul, Tiara malah percaya aja.

"Mana ada, sih, gua ayan. Tadi kejedot di rumah Oma Wida!" balas Agan tidak santai. "Ron, ambilin bantal, dong, Ron di kamar gua." suruhnya pada Roni.

"Biar Bunda aja yang ambil. Roni, tolong pegang Kia, ya." Tiara menitipkan Kia pada Roni. Sementara wanita itu ngacir menuju dapur.

"Sini anak manis, sama Om Roni dulu, ya." cicit Roni pada Kia yang usinya masih menginjak 1 tahun setengah. "Kia cantik, liat tuh abang kamu sekarat. Ayo, Kia do'ain abang, ya, semoga amal ibadah abang diterima sama Allah."

"GUOBLOKKKK." umpat Agan untuk Roni dengan suara keras dan membuat Kia terkejut sampai nangis.

"Ih! Abang jangan kayak gitu, liat nih Kia nangis tersedu-sedu gara-gara abangnya pendosa ulung." Roni masih lanjut meledeki Agan.

"Enyah, nggak, lu dari sini!" Agan mengusir Roni.

Sudah, dia sudah muak dibercandai kayak gini. Tidur enak kayaknya, deh.

Sementara Roni? Dia terbahak-bahak dibuatnya.

"Abang, dikompres dulu, ya, pake ini." Tiara memberikan es batu yang dibungkus oleh kain untuk Agan. Hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Gia tadi.

Agan mengambilnya dan menempelkan kain berisi es batu itu ke benjolnya.

"Bunda beliin gado-gado dulu, ya, buat kalian berdua makan. Ron, jaga Bang Agan, ya, Tante mau beli gado-gado dulu." Tiara mengambil alih Kia dari gendongan Roni dan keluar rumah untuk membeli gado-gado.

Sepeninggal Tiara...

"Ibu tiri lu bae banget, Gan, masa lu masih nggak suka ama dia?" komen Roni. Sepengetahuannya, Agan dari dulu memang tidak ramah pada ibu tirinya. Agan pernah cerita padanya kalau Tiara di mata Agan adalah wanita yang tidak menghormati duka yang ada di rumahnya. Terlalu mau-mau saja diajak menikah sama duda baru menjabat seperti Abahnya. Lantas, bagaimana bisa Agan menerima ibu tirinya itu?

Agan yang sedang memejamkan matanya sontak berdecak.

"Rasain dulu jadi gua baru lu bisa ngomong kayak gitu."

"Ah, males..."

"Nah, ya udah. Diem aje lu!"

"Gan, dengan lu nggak hormat sama ibu tiri lu, berarti lu nggak hormat juga, dong, sama Abah lu?"

"Siapa bilang gua nggak hormat? Gua cuma nggak suka aja. Gua masih proses menerima apa yang terjadi di kehidupan gua. Bayangin aja, anak mana, sih, yang nerima kalo bapaknya nikah lagi pas kuburan istrinya belom kering?" jelas Agan mencurahkan isi hatinya. "Yang jadi Tiara juga, ngarti kagak, sih, kalo di rumah ini masih berduka? Masa dia nerima gitu aja bapak gua yang jelas-jelas udah tuwir."

Agen AganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang