Agen - 24

58 9 3
                                    

Life after break up benaran terjadi. Baik di kehidupan Agan maupun kehidupan Gia. 3 minggu pasca putus, mereka tak lagi saling bertemu, memberi kabar, atau bahkan bersapa ria.

Mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Namun kerap kali Agan dan Gia tak sengaja berpapasan, dua-duanya hanya melempar tatapan dingin seakan tak pernah mengenal satu sama lain.

Sebenarnya pula bukan karena tidak sengaja, Agan sendiri yang sengaja membuat skenario seolah-olah mereka tengah berpapasan.

Contohnya seperti; Agan selalu bolak-balik ke pasar Tanah Abang untuk mengantar belanjaan ke toko lain. Tokonya ada di lantai 1 tapi dia sengaja naik ke lantai 2 dulu untuk menengok Gia yang ada di toko Oma.

Begitu terus selama 3 minggu ini.

Life after break up-nya mereka kalau disimpulkan sebenarnya sama-sama menyakitkan. Sama-sama merasa kehilangan.

"Eh monyong!" seru Roni heboh seraya mengeplak kaca jendela agen yang ada di lantai 2.

Sementara di balkon, duduklah Agan seorang diri sembari memeluk gitar listriknya dengan tatapan kosong ke arah luar agen. View pohon mangga menyapanya dengan sendu. Turut menemani hari-hari patah hati yang diciptakan oleh Agan sendiri.

Seruan Roni tidak digubris Agan sama sekali. Membuat pria dengan tindik di telinga kanan itu menghela napas pelan. Selama 3 minggu ini, anak bosnya itu selalu murung dan lebih banyak diam. Agan yang memang biasanya irit bicara (kalau perlu banget baru bicara panjang), makin minim mengeluarkan banyak kosakata.

Roni ikut sedih mendengar berita kemalangan yang terus menghampiri Agan.

Pria itu duduk di depan Agan. Mengambil space kosong di depannya. Agan yang baru menyadari kedatangan Roni sontak menegakkan punggungnya dan memetik gitar secara asal-asalan.

"Lu tau gak, Gan, apa yang paling menyedihkan dalam hidup manusia di muka bumi ini?"

Agan tidak menjawabnya dan hanya mengedikkan bahu.

"Jawabannya hidup segan, mati gak mau." kata Roni lagi, "cuma ternyata pas gua liat lu, gua tambah sedih lagi. Mau tau gak kenapa?"

Agan menggeleng.

Meski Agan menggeleng, Roni akan tetap menjawabnya. Jadi, dia mengatakan, "karena—hidup Gia dan Agan, balikan gak mampu."

Merasa peribahasa buatannya sangat menggelitik jiwa dan raga, Roni terbahak-bahak. Berbeda dengan Agan yang mendecak seraya menendang kaki Roni.

"Gak jelas lu, gila!" umpat Agan.

"Lu jangan kayak gini dong, Gan! Lu harus semangat. Gua tau lu patah hati, tapi masaan harus dirasain setiap hari. Life must go on, Broooo..." kata Roni berusaha menyemangati Agan, "lu isi kek life after break up lu dengan kegiatan yang bermanfaat. Contohnya benerin AC Oma Wida atau benerin kompornya gitu."

"Mati gua yang ada."

"Agan, Agan—penyakit dibikin sendiri. Makanya kalo apa-apa tuh diselesein dulu masalahnya, bukan hubungannya!"

Agan tak mengindahkan itu. Ia sibuk dengan gitarnya yang dipetik tanpa nada yang pasti. Roni pun tidak lagi bersuara.

"Ron, menurut lu gua masih punya kesempatan lagi?"

"Buat?"

"Buat hubungan gua dan Mbak Gia, lah."

"Masih. Lu cuma perlu yakinin Oma."

"Menurut lu, Oma bakal terima gua, gak?"

"Bakal!"

"Menurut lu—"

Agen AganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang