Agen - 53

60 11 9
                                    

Dokter tidak semudah itu mengijinkan Awi pulang ke rumah di saat Awi sendiri pingin dirawat jalan saja. Pria itu masih harus ditangani lebih lanjut mengingat kondisi ginjalnya yang semakin parah.

Demi kenyamanan Awi, sejak kemarin Abah meminta pihak rumah sakit untuk  memindahkan Awi ke kamar rawat inap kelas satu. Kamar yang khusus untuk Awi saja dan tidak bercampur dengan pasien lainnya.

Subuh menjelang. Hari ini kebetulan hanya Agan saja yang berjaga. Pria itu menyuruh Abah dan Tiara tidur di rumah karena kasihan terhadap Kia yang dititipkan ke Dinda selama dua hari ini. Anak itu sedang rewel-rewelnya kalau tidak bersama Bundanya.

"Gua kapan pulangnya ya, Gan." gumam Awi dengan suara parau.

"Bentar lagi udah boleh pulang sama dokter, sabar aja sih. Biar cepet sembuh lu nya juga." wejang sang adik. Ia pun membantu Awi memakaikan peci putih karena mereka akan shalat subuh berjama'ah.

"Nanti jadi main bola gak? Kemaren 'kan gak jadi terus."

"Iya, ntar main bola."

"Gua udah lama gak main bola."

"Lah, waktu 17 Agustus apaan dah lu?"

"Oh iya .... tapi 'kan udah lama juga itu ge."

Agan mendengkus dan segera menggelar sajadah. Sementara Awi yang badannya tidak mampu lagi berdiri dengan kedua kakinya, atau sekadar menopang tubuhnya itu pun hanya bisa shalat di atas kasur.

Agan menjadi imam dalam shalat subuh berjama'ahnya bersama sang Kakak.

Hampir 10 menit berlalu. Agan menoleh ke kiri sembari mengucapkan salam sebagai akhir dari rukun shalat. Awi pun menoleh juga, mengikuti gerakan Agan yang saat ini menjadi imam.

Agan mengusap wajahnya dan mengubah duduknya menjadi bersila. Dia berdzikir dan khusyuk berdo'a.

Selesai itu semua, Agan bangkit dan merapikan sajadahnya.

"Gan, lu masih inget gak dulu lu pernah kecebur got pas abis shalat subuh di masjid?" Awi membuka pembicaraan. Mengajak Agan untuk bernostalgia.

"Hah, kapan dah?"

"Pas lu kelas 4 deh kayaknya."

Agan berusaha mengingat-ingat sampai akhirnya ada sekelebat ingatan pada bulan ramadhan beberapa tahun silam.

"Yeu, yang gua dijorokin sama Saka itu ya?"

Awi tergelak pelan, "itu lu inget."

"Sedeng emang si Saka."

"Dia belom nikah nikah itu, Gan?" tanya Awi soal Saka yang sampai saat ini belum menikah juga.

"Kagak tau." Agan mengangkat bahunya, "dia mah sibuk ama bisnis bapaknya."

"Oh, kayak lu gitu ya." gumam Awi, "tapi ada pacar 'kan dia?"

"Ada. Keren dia dapet anaknya walikota." ujar Agan menceritakan soal Saka yang pacarnya merupakan anak dari walikota. "...tapi lebih keren gua, sih. Dapet cucunya Oma Wida." lanjutnya memuji diri sendiri. Bangga karena bisa mendekati cucunya Oma Wida alias Gia.

"Halah, belom dinikahin mah belom dapet namanya."

"Sabar sih,"

"Emangnya Mbak Gia gak pernah nanya lu gitu Gan soal hubungan kalian ini?"

"Gak pernah." Kepala Agan menggeleng kukuh, "tapi harusnya dari diri gua gak sih yang mastiin? Gua 'kan laki."

"Terus udah mastiin?"

"Belom."

"Lu slow banget sih, diembat yang lain tau rasa lu."

"Gak akan."

Agen AganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang