Agen - 14

84 14 0
                                    

Narti tengah menyuapi Gia dengan telaten. Tadi, begitu tahu bahwa Gia sudah siuman, Narti nangis tersedu-sedu dan heboh sekali nangisnya.

"Udah, ah, Mbak Narti. Aku kenyang," kata Gia sambil membuang muka untuk menolak suapan dari Narti.

"Loh, he?! Baru 3 suap." seru Narti.

"Udah, Mbak, aku nggak begitu napsu makan."

"Paksa lagi, Ti. Jangan sampai perut cucuku kosong melompong." sahut Oma yang kini tengah duduk di sofa yang ada di rumah sakit.

"Udah, ah, Oma, Gia kenyang." cicit gadis itu dengan lirih. "Hari ini pulang aja, ya, Oma. Aku nggak betah."

"Tidak. Kamu baru siuman, Gia. Oma mau kamu keluar dari sini bener-bener pulih total."

Gia hanya menghela napas pasrah dan tidak bisa berkilah lagi. Kepalanya bersandar lemah di bantal.

"Aha! Narti tau cara supaya Mbak Gia mau makan lagi." Narti nyengir dan mengeluarkan ponselnya. Menimbulkan tanda tanya dari ekspresi Gia dan Oma. Wanita itu tampak mengetikkan sesuatu di ponselnya.

"Mbak Narti mau ngapain?" tanya Gia lemah.

"Iya, Ti. Ngapain, sih, kamu?" Oma turut bertanya. Kening wanita tua itu mengerut karena bingung sama polah pembantunya itu.

Narti masih cengar-cengir sambil memasukkan ponselnya ke saku seragam.

"Ntar kalian juga tau," Wanita itu cekikikan sendiri.

Selang beberapa menit, seseorang mengetuk pintu dan membukanya. Tampak Agan dengan penampilan rapinya masuk ke kamar rawat inap Gia.

Pemuda yang memakai jaket warna beige itu menenteng parcel buah dan sebuket bunga sedap malam.

"Assalamu'alaikum, Oma, Mbak Gia dan Narti—Agan datang!" salamnya dengan ekspresi ceria.

Dibanding kemarin atau tadi pagi, Agan tampak lebih segar dan lebih tampan. Maklum, Agan sudah mandi. Tidak sebuluk tadi pagi.

Agan menyalimi Oma dan memberikan parsel buah yang ia bawa.

"Nah, ini dia yang Narti maksud. Aganta Daffa!" sambut Narti dengan ceria sambil bertepuk tangan heboh.

"Oh, jadi kamu manggil Agan, Ti?" cetus Oma sambil melirik Agan, "ada niat terselubung rupanya."

"Salahin Narti aja, Oma." Agan mendelikkan mata ke arah Narti.

"Terserah, deh—nih, Gan, Mbak Gia nggak mau makan. Gua panggil lu siapa tau Mbak Gia mau makan." tukas Narti.

Gia yang dibilang begitu malah membelalakan matanya dan menggelengkan kepala.

"Ih, tetep nggak mau! Aku nggak napsu makan tauuu." ungkap Gia. Cewek itu menutup mulutnya masih sambil geleng-geleng kepala.

"Ya udah, sih, Ti, biarin aja kalo Mbak Gia nggak mau makan, jangan dipaksa. Siapa tau Mbak Gia emang nggak napsu sama makanan rumah sakit." sahut Agan seraya berjalan mendekat ke Gia, "—Agan panggilin Majid, ya, Mbak, supaya dia dateng ke sini bawa bakul soto mie-nya." ucapnya lembut pada Gia. "Kali aja Mbak Gia napsunya makan soto mie Babeh Juju."

Gia, Narti dan Oma terkekeh pelan mendengar ocehannya Agan. Tapi gadis itu tetap menggeleng.

Agan meletakkan bunga sedap malam yang ia bawa ke atas nakas dan duduk di kursi samping kursi Gia.

"Narti mau keluar dulu, ya, semua... punten, Oma." pamit Narti dan ngacir keluar kamar.

"Ti, aku ikut, Ti." tambah Oma dan langsung digandeng oleh Narti.

Agen AganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang