Agen - 12

72 15 1
                                    

"Duit Agan 3 juta ilang. Perhiasannya Mama sama Tante Tiara juga ilang."

Abah yang saat itu sedang mengaduk mie sontak mematikan kompornya. Pikirannya jadi campur aduk kala tahu ada barang-barang di rumahnya yang hilang.

"Pak Joko! Kita melipir ke rumah warga yang lain dulu, ya, Pak," suara salah seorang bapak-bapak terdengar.

"Oh iya, Pak, siap!" balas Abah. Orang-orang itupun keluar dari rumahnya Abah. Tinggallah Agan dan Abah di rumah berdua.

"Lu jangan bercanda, Gan."

"Ngapain Agan bercanda, liat aja sendiri!" seru Agan pada Abah, "untung aja duit pendapatan Agan taro bank. Itu duit 3 juta buat pegangan kita di rumah." tambahnya.

Abah berlalu dari hadapan Agan dan berjalan menuju kamarnya. Untuk mengecek isi kamar tentunya. Sebab sejak datang dari rumah sakit, Abah belum masuk lagi ke kamarnya.

Ternyata benar apa yang dikatakan Agan. Perhiasan istri-istrinya raib diambil maling.

"Gua harus lapor RT." cicit Abah.

"Assalamu'alaikum, Bah, Gan..." di antara paniknya Abah dan Agan, Awi baru saja pulang dari kerjanya.

Dengan pakaian kantornya, pria itu baru pulang di siang bolong begini. Awi menanggalkan jasnya dan duduk di kursi yang ada di ruang tamu.

"Gan, tolong bikinin sirup, dong!" suruh Awi pada Agan yang lagi hectic, "duh, capek banget. Ngantuk!"

Agan hanya melihat kedatangan kakaknya dalam diam. Tidak tahu, kah, kalau Agan sedang panik dan pikirannya kacau karena habis kemalingan? Ini lagi makhluk satu malah menyuruhnya bikin sirup.

"Bikin sendiri, gua lagi ribet." jawab Agan ketus.

Awi mendongak, "kok, gitu, sih, lu? Gua 'kan minta tolong. Kagak liat apa gua capek begini abis pulang kerja. Ngertiin, dong, tulang punggung di rumah ini." Awi meninggi.

Tulang punggung? Agan berdecih. Ada, ya, orang se-eksplisit itu mengatakan bahwa dia adalah tulang punggung keluarga tapi tidak ada satupun hasil yang diberikan. Tidak ada satupun hasil keringatnya yang bahkan dinikmati oleh keluarganya. Bukankah tulang punggung harusnya menghidupi? Mana hasil kerja keras Awi selama ini pun juga ghaib, alias tidak ada wujudnya yang bisa Agan, Abah atau yang lainnya lihat.

"Ambil sendiri! Gua sama Abah lagi repot. Ini rumah abis kemalingan." tegas Agan lagi.

"Hah, kemalingan? Kok bisa? Emang kalian abis darimana sampe rumah kemalingan gini?" tanya Awi secara beruntun.

Kan, dia tahu keadaan rumah aja tidak. Bagaimana sepercaya diri itu mengatakan dirinya tulang punggung?

"Gua laporan dulu, dah, Gan—lah, lu baru pulang, Wi." Abah tersentak saat melihat keberadaan Awi.

"Iya. Banyak kerjaan soalnya."

Abah hanya mengangguk dan keluar rumah menuju rumah Pak RT. Di rumah hanya ada Agan dan juga Awi berdua aja.

Agan ikut duduk di kursi kosong dekat Awi. Ia mengeluarkan ponsel mahalnya dari saku dan akan memberikan pesan untuk Tiara bahwa dia akan terlambat datang ke rumah sakit.

Agen AganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang