Lembayung senja di ufuk barat, alangkah indahnya warna oranye tersebut. Di atas hamparan rumput, tumbuh bunga liar serta dandelion bermekaran.
Dari kejauhan, dengan mata menyipit guna memperjelas, seseorang dengan kuda putihnya mendekat. Suara sepatu kuda yang beradu dengan tanah, mampu mengetuk gendang telinga.
Semakin lama, semakin kuda putih itu mendekat, tampak pula seseorang yang menungganginya.
Matanya membelalak karena ditembak rasa terpana akan pesona yang dibawa pemuda berkuda putih tersebut. Rambut legamnya melambai karena angin yang berhembus secara berlawanan.
Apakah dia seorang pangeran?
Sementara beralih ke arah sudut pandang pemuda berkuda putih, ia rekah senyum tipis saat matanya menangkap perempuan yang dibalut gaun putih tersebut. Semakin menempa kuda putihnya supaya lebih cepat sampai pada yang tercantik di ujung sana.
"Tuan putri, tunggulah sebentar...aku bersama dengan kuda putih ini akan datang menjemputmu!" pekiknya di atas kuda yang berlari semakin kencang.
Namun, kegagalan sepertinya selalu menghampiri setiap insan di muka bumi ini. Pemuda itu mendongak ke atas langit. Tetesan demi tetesan air turun dan menyembur seluruh tubuhnya. Dari yang awalnya tetesan berlanjut menjadi seperti ombak di laut pasang.
Hujan menyapanya hingga...
"Woi! Ini apaan, anjir?!" pekik seorang pemuda berkaos oblong bolong-bolong yang baru bangun dari tidur nyenyak dengan bunga tidur sebagai bonusnya. Bunga tidur memang bonus, tapi dapat siraman kolbu bukan perkara yang bagus.
Agan, pemuda yang baru bangun tersebut langsung mengusap wajahnya yang basah karena disiram seember air oleh sang Kakak barusan.
"Oh, ternyata lu nggak kenapa-napa." balas Awi dengan santai seraya membuang ember merah yang ada di tangannya ke sembarang arah.
"Apaansih, lu?! Basah, nih, kasur gua!" marah Agan. Dia menepi dari tengah kasur dan mengerjapkan mata.
"Sori, abisnya lu kayak orang kejang-kejang, udah gitu nonggeng lagi," kata Awi santai seraya merapikan dasi warna biru lautnya di depan kaca, "lu mimpi lagi ngewe, ya?"
"Sotoy lu! Gua lagi mimpi bawa kuda juga. Dasar party pooper!" cebik Agan sambil menghempaskan tubuhnya lagi di atas kasurnya yang kini basah dan lembap. "Lagi enak-enak mimpiin cewek juga pake disiram segala," gerutunya. Matanya kembali terpejam dan berusaha masuk lagi ke alam mimpi.
Awi tidak lagi memedulikan adiknya dan akan keluar kamar setelah ia merasa sudah rapi dengan setelan kerjanya.
"Mana adek lu, udah bangun?!" Suara Abah terdengar dan membuat mata Agan melotot.
"Abah liat sendiri aja," kata Awi.
"Udah elah! Dari subuh gua udah bangun!" sela Agan supaya Abahnya tidak mengoceh. Ia pun bergegas bangun dan buru-buru merapikan tempat tidur.
Namun nihil, Abah tetap mengoceh. Pria setengah tua yang memakai sarung tanpa baju dengan kipas tangan di tangan kanannya itu pun mendobrak pintu kamar Agan dengan kasar.
"Subuh apaan lu daristadi gua kagak liat lu keluar kamar?!" oceh Abah.
Agan berdecak dan meletakkan bantalnya dengan kasar. "Pas Abah tidur, Agan baru sholat."
"Mana ada gua tidur abis subuh. Boong mulu lu jadi anak! Gregetan gua."
"Ya elah, Bah. Udah, sih, ah, orang udah lewat subuhnya." balas Agan yang berusaha memberhentikan ocehan Abahnya. "Udah, lah, Agan mau sholat dhuha dulu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Agen Agan
FanfictionDia bukan seorang raja ataupun seorang pangeran. Dia hanyalah seorang Agan. Pemuda penjaga sebuah agen yang pernah bermimpi menunggangi seekor kuda putih dan bertemu seorang gadis cantik yang disinyalir seorang putri. Namun ketika terbangun, yang...